Saturday, 18 November 2023

Cara Naik KRL Di Jakarta

Bagi kamu ingin jalan-jalan di   Jakarta dan bebas  dari kemacetan, naik KRL adalah pilihan terbaik.

Lalu bagaimana cara naik KRL, saya infokan ya caranya.

1. Siapkan kartu pembayaran

Kartu yang diterima untuk bisa naik KRL adalah kartu elektronik yang dikeluarkan oleh perbankan (e- money, flazz, brizzi, jakcard dll). Isi saldonya miminal Rp5000. Pastikan sebelum masuk area stasiun saldo mencukupi ya, karena tidak semua stasiun menyediakan mesin EDC untuk top up kartu elektronik.

Selain itu  kamu juga bisa membeli kartu yang dikeluarkan oleh pihak  PT KAI -KRL, namanya Kartu Multi Trip (KMT), satu kartu harganya Rp30ribu dengan saldo Rp10.000. Untuk KMT, isi ulang bisa dilakukan dengan mudah di loket stasiun atau di mesin pengisi saldo mandiri.


2. Tap In dan Tap Out.

Setelah kartu ditangan, untuk masuk area stasiun kamu harus menempelkan kartu kamu di pintu masuk.Tempelkan kartu pada bagian yang ada tulisan : Tempel Kartu di Sini. Hal yang sama juga dilakukan saat kamu keluar stasiun.


3. Naik/Turun  Dengan Tertib 

Dahulukan penumpang turun. Kamu bisa menunggu di sisi kanan dan kiri pintu. Setelah semua penumpang turun, secepatnya naik, karena kamu hanya punya waktu beberapa detik saja sebelum pintu menutup.


4. Bangku Prioritas 

Bangku ini terletak di dekat sambungan gerbong, hanya memuat 6 orang sisi kiri dan kanan. Utamanya untuk manula, wanita hamil dan penumpang berkebutuhan khusus dan ibu dengan anak balitanya. Jika  kamu tidak masuk kreteria tersebut, sebaiknya hindari. Atau jika memang kamu menduduki karena dalam kondisi kosong, segera berikan bangkumu saat ada penumpang yang berhak .


5. Gerbong Wanita

Gerbong ini terletak di gerbong pertama dan terakhir dalam setiap rangkaian. Jadi untuk penumpang pria, jangan salah naik. Jika terlanjur salah masuk, segeralah bergeser ke gerbong campuran.


Nah...inilah sedikit gambaran bagi kamu yang akan naik KRL. Selamat menikmati perjalanan.




Saturday, 20 August 2022

Bisa Seperti Sarimin

Orang tertawa ketika tahu saya tidak bisa naik sepeda. Menurut mereka, saya  aneh. Orang kok tidak bisa naik sepeda! Monyet aja bisa. 


Iya juga ya? 



Pertanyaan selanjutnya, kenapa tidak bisa naik sepeda?

Ya karena tidak pernah berlatih sepeda. Kenapa?

Orang tua kami sempat membeli sepeda BMX, saat itu sepeda BMX sedang sangat hits ( sekitar tahun 1980an). Masih ingat persis, saya masih TK, dan kakak-kakak saya belajar naik sepeda  di halaman sekolah kami sore hari. Sepeda warna biru muda  itu terlalu besar untuk saya. Jadi saya hanya menonton saja.

Tapi, tak lama sepeda itu jadi milik kami. Sepeda kemudian Bapak jual untuk biaya sekolah kakak.

Setelah itu hingga kami melewati masa remaja, sepeda tak lagi bisa terbeli. 


Saat menikah dan punya anak, Alhamdulilah saya bisa membeli sepeda roda tiga untuk anak saya. Lalu setelah anak  menjelang SD, kami mendapat hadiah sepeda hasil ikut lomba testimoni di Facebook Time Zone. Dari sepeda inilah anak saya bisa belajar sepeda roda dua. Dan saat SD, kembali kami menang undian sepeda dari Indomilk. Alhamdulilah....kami dilimpahi Alloh rezeki sepeda, dan anak juga bisa naik sepeda, tidak seperti emaknya. 


Tapi baru di usia saya 42 tahun, saya bertekad mampu bersepeda. Kebetulan saya mendapat undian hadiah sepeda dari Oreo, sepeda lipat warna merah. Sepeda pun saya tuntun ke taman tidak jauh dari rumah. Taman ini kebetulan sepi dan ada jalur yang bisa buat bersepeda.


Jatuh bangun, hingga memar kaki dan paha saya jalani. Saya bertekad tidak akan berhenti selama belum bisa. Banyak pengunjung taman yang menyemangati, meski ada pula yang menertawai.  

Hasilnya..dalam dua hari saya bisa!


Alhamdulilah..saya sudah tidak kalah dari monyet lagi. 

Saya sama dengan Sarimin*....bisa bersepeda!



*Sarimin adalah nama populer monyet yang mampu bsersepeda di pertunjukan jalanan Topeng Monyet.


Friday, 15 April 2022

Polisi Tidur Dan Naik Banteng

Sering kali di jalanan kita melihat ibu, bapak dan satu atau dua anaknya berboncengan sepeda motor. Buat kamu yang seumur hidup belum pernah membonceng motor seperti itu, pasti  tak tahu rasanya. Jadi saya ceritakan ya. Saya akan cerita dari sisi Si Ibunya.


Saat saya membonceng sepeda motor dengan posisi anak di tengah, kaki saya akan menjadi pijakan kaki anak. Rasanya akan kebas atau kesemutan. Lalu saya hanya akan mendapat sisa bagian jok sesenti dua senti, lalu mentok ujung jok motor saja, yaitu bagian yang keras terbuat dari besi berbalut plastik/karet. Saya juga harus menahan berat badan saya sendiri plus sang anak yang nyender dengan santai. Ini memerlukan tulang pinggang yang kuat ya. 


Saat motor melewati polisi tidur saya harus menahan agar tulang ekor tidak membentur ujung jok motor yang keras. Selamatkan tulang ekor...selamatkan tulang ekor!.

 

Apalagi jika  melewati gang dengan polisi tidur setiap dua meter. Wow....perjuangan akan menjadi lebih keras. Plus, jika yang memboncengkan sedang kesal dengan saya, ia akan dengan kasar melintasi polisi tidur, lalu yang saya rasakan bukanlah seperti sedang naik motor, tapi seperti matador yang sedang naik di punggung banteng!


Turun dari motor....tulang pinggang berasa habis kayang seribu jam!


Dan saat saya mendapat komentar.... kamu mah enak duduk membonceng aja, nyetir lebih susah ! Oh...gitu ya? Intinya..semua punya beban masing-masing ya, baiknya jangan saling meremehkan dan jangan saling merasa paling....


Tuesday, 26 October 2021

Tersesat Ke Kamar Mayat

Hari ini saya menjalani FNAB. Apa itu? Kalau kamu tidak tahu, jangan sedih, masih banyak hal lain yang bisa disedihkan. Saya pun baru tahu apa itu FNAB di umur 42 tahun. Kalau tidak ada tumor di tiroid saya, mungkin saya tidak akan mengetahui apa FNAB. 


FNAB itu Fine Needle Aspirasi Biopsi. Jadi dokter mengambil cairan yang berada di dalam tumor, menggunakan jarum,  untuk mengetahui ganas atau tidaknya Si Tumor.

Sebelum menjalani proses ini saya antri dua pekan. Prosedurnya tidak rumit. Saya hanya diminta berbaring dengan posisi kepala mendongak, tidak boleh menelan saat jarum sudah masuk ke tumor. Dan hanya dalam hitungan 2-3 detik.. selesai.

Dokternya jago. Saya hampir tidak merasakan apa-apa saat jarum ditusukan. Tapi terasa sedikit perih lima menit kemudian.Perihnya dari skala 1- 10, ada diangka 1.  Dokter hanya menyarankan jika terasa sakit minum Parasetamol.


Lalu saya membawa cairan dari tumor  tersebut ke bagian Patologi Analisis (PA). Ya bahasa sederhananya, cairan dari tumor di leher saya akan di uji di laboratorium. 

Suster hanya memberi petunjuk : bawa ke bagian Patologi, dekat kamar mayat.


Saya punya pengalaman ke kamar mayat RSCM,  tapi itu sekitar tahun 2004-2008. Jadi ini semacam dejavu.

Saya pun menyusuri lorong demi lorong hingga akhirnya berada di depan rumah duka, dan  bingung. Sudah jauh berubah. Tidak bisa saya mengenali lagi. Saya pun lalu masuk ke ruangan bercat putih hijau, dan bertanya kepada petugas  di mana ruangan Patologi Analisis. Rupanya saya salah masuk. Itu kamar mayat!

Secepat kilat saya keluar dan pandangan mata saya yang buram kemudian bisa menemukan papan bertuliskan Patologi Analisis .

Saya menunggu sekitar 30 menit hingga kemudian nama saya dipanggil untuk menyerahkan sampel cairan tumor. Hasil PA akan muncul sekitar lima hari kerja. 

Saya pun bergegas keluar dengan pikiran setengah kosong. Tiga belas tahun lalu, saya menyaksikan banyak kematian di sini, korban kecelakaan dan pembunuhan. Saat itu tak pernah terbayangkan saya akan berjuang untuk tetap hidup di sini. 

Dan kamar mayat yang baru saja saya masuki, seperti pengingat..betapa berharganya hidup.


Salemba, Jakarta Pusat,  26 Oktober 2021

Saturday, 23 October 2021

Sebelum Saatnya Tiba

Dalam kamar rawat berkapasitas empat pasien, saya merasakan udara panas dan pengap. Rupanya seorang pasien tak tahan dengan pendingin udara, sehingga 3 pasien lainnya harus mengalah. 


Saya pasien yang menunggu transfusi darah. Si Tak Tahan AC, pasien pasca operasi kista yang akan segera pulang, dan dua pasien lainnya adalah pasien dalam tahap tak lagi bisa disembuhkan, seorang diantaranya tepat di samping saya, seorang lainnya, berada tak jauh dari toilet. 


Dia yang tepat disebelah saya,  tak ada yang menemani. Sesekali ia merintih kesakitan, menyebut nama Tuhan, sisanya senyap. Suster merawatnya dengan baik, penuh simpati. Saya namakan dia : Si Sunyi. 


Sedangkan pasien yang berada di dekat toilet, ia terus menerus bicara, hampir tanpa jeda. Saya namakan ia Si Celoteh. Ada seseorang yang dibayar untuk menungguinya yang juga punya banyak kata. Saya mendengar perbincangan hampir tanpa henti. Kadang si penunggu bayaran ini juga mendekati saya dan bergosip mengenai Si Celoteh.Hingga kemudian perlahan suara  Si Celoteh menjadi cadel. Dokter menyampaikan sel kanker sudah menjalar ke hampir ke seluruh organ tubuhnya sehingga pasien merasakan sesak nafas dan sulit bicara normal.

Si Celoteh pun meminta pulang. Ia menyerah.


Sementara pada  hari kedua saya dirawat, Si Sunyi pulang dalam senyap. Bahkan saya tak menyadari kepulangannya. Saya kaget ketika saya keluar dari toilet tempat tidurnya telah kosong. Semula saya mengira ia ada tindakan di ruangan lain, tapi menurut suster Si Sunyi memilih "menunggu waktunya selesai " di rumah.

 


Merenungi nasib Sunyi dan Celoteh,  saya merasa melihat gambaran kemungkinan masa depan saya. Mungkin lima tahun ke depan atau lebih cepat, saya akan seperti keduanya. Tapi sebelum saat itu tiba, saya akan gunakan sebaik-baiknya.



Salemba, Jakarta Pusat, April 2021

Friday, 22 October 2021

Pria Lima Ratus Juta

Sudah tiga bulan, lingkungan kami kedatangan seorang pria penyandang status Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), berkaus merah, celana hitam robek-robek dan menenteng kantong plastik berisi sampah aneka rupa. Dari mana ia berasal? Masih menjadi misteri.


Tempat tidurnya di teras masjid,  persis di bawah tempat penyimpanan keranda. Tapi meski tidur di masjid ia memilih sholat di sembarang tempat. Bahkan saya pernah melihat ia sholat di jembatan, di bawah gapura,dan di depan warung. 


Seperti pada umumnya orang gila, ia lebih banyak diam, hanya sesekali berkata... " Lima ratus juta... lima ratus juta"

Sehingga kemudian saya menyebutnya : Pria Lima Ratus Juta.


Hampir setiap pagi saat ke pergi ke tukang sayur, saya melihatnya. Kadang ia sedang meringkuk di bawah keranda, atau sedang termenung saja. Makanan dan minuman yang saya sodorkan ia terima tanpa sepatah kata. 



Hingga kemudian saya terpikir untuk mencoba membantu agar ia  mengenakan baju yang layak dan bersih. Tapi ketika baju saya serahkan,ia menolak. Dan saya kaget ketika ia berkata : "Maaf Bu, saya sudah punya istri"


Wow... dia ternyata mengira saya ingin memenangkan hatinya. 

Saya malu..sangat malu. 


Dalam perjalanan pulang ke rumah saya berpikir betapa setianya si Pria Lima Ratus Juta ini. Bahkan dalam kondisi tak waras pun, soal hati dia waras, dia setia.



Jadi buat kalian yang waras, tapi tidak setia.....renungkanlah.




Tuesday, 19 October 2021

Orang Terkenal

Saya pernah sangat-sangat jahat ke artis dan pejabat. Kala itu, di mata saya mereka itu sempurna. Selalu tampak paripurna tanpa cela. Saat bertemu, saya mengharapkan mereka sama persis dengan  sosok seperti yang saya lihat di layar kanca.  

Saya akan kecewa kalau ternyata mereka  berketombe, ngupil, kentut dan betahak. Saya akan kecewa kalau melihat ada cabai di gigi mereka, rambut awut-awutan, apalagi bau jengkol. 


Lalu saya sadar...loh mereka kan manusia juga seperti saya. Masa iya mereka tidak boleh kentut bau, tidak boleh makan jengkol, tak boleh males sikat gigi, tak boleh males mandi?  Betapa kejamnya saya...apa hak saya mengatur mereka? 


Saya juga pernah benci dengan artis atau pejabat yang menolak foto bareng. Menurut saya mereka sombong, sok populer, sok penting. 


Tapi kemudian saya sadar. 


Coba bayangkan jika mereka disetiap langkah keluar rumah harus melayani foto bersama. Betapa repotnya.


Saya teringat, saat lebaran,  saya merasa segan dan malu  diajak foto bersama anggota keluarga. Padahal  yang mengajak saya foto adalah saudara sepersesusuan, seperkamaran, seperpiringan dan seperbajuan. 

Selain itu, foto di depan Kang Bikin KTP pun, saya grogi. Kegrogian itu mengakibatkan foto yang akan saya pakai sampai mati,  tak ada cakep-cakepnya.

Lalu bagaimana perasaan saya kalau tiba-tiba diajak foto oleh orang yang tidak saya kenal?  Pasti saya menolak. 


Jadi kalau ada artis yang merasa tak perlu melayani permintaan foto bersama di sembarang tempat, menurut saya itu wajar saja. Menurut saya boleh saja meminta foto bersama, tapi di tempat yang memang dikhususkan artis tersebut untuk bertemu penggemarnya. Misanya di acar jumpa fans, kondangan kawinan, kondangan sunatan, launching album, atau di lokasi syuting. Tapi kalau ada yang tak mampu menahan diri untuk mengajak foto sang idola  di bandara misal, mintalah dengan sopan. Jika artis atau pejabat tersebut keberatan, maka homatilah. Dan jika artis itu ternyata bersedia, berarti hatinya pasti seluas Laut Jawa digabung dengan  Samudera Hindia .


Kini saya menyadari,  terkenal dan dikagumi banyak orang tidaklah mudah. Berat..sangat berat. Dan jika masih ada yang berpikir..loh itu kan konsekeuansi dia sebagai orang terkenal? Cobalah sedikit berempati..seujung kuku saja, tak apa.