Saat itu saya kelas 4 SD, sekitar tahun 1988, saya untuk pertama kalinya datang ke Jakarta. Rasanya, bingung. Terasa Jakarta begitu wah dan asing.
Malam hari, saya diajak Bu Lik (tante) ke sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Sebagai anak yang pengalaman tertinggi hanya ikut Bapak ke pasar ikan, saya sungguh canggung. Bingung bagaimana harus bersikap, bingung saat naik eskalator. Rasanya pas turun eskalator badan seperti terdorong mau nyusruk.
Lebih bingung lagi saat ke Food Court. Bu Lik dan Pak Lik mengajak saya ke sebuah gerai makanan cepat saji. Begitu disodori menu makanan, dan diminta memilih, kepala saya langsung pening. Nama-nama makanan yang terasa asing. Sebagai anak yang pengalaman makan tertinggi adalah bubur ganyong dan rebusan angkrik, nama burger dan kentang goreng tentu tak terbayang rasanya. Harganya pun membuat saya merinding, karena uang seharga satu porsi burger pun belum pernah saya miliki.
Akhirnya saya memilih menu yang sama dengan Bu Lik dan Pak Lik. Mungkin karena Bu Lik memahami keterasingan saya, diputuskan kami memesan untuk dibawa pulang.
Sesampainya di rumah, burger dan aroma kentang goreng menggoda perut saya yang lapar.
Tapi begitu Burger dibuka, saya bingung, ini bagaimana makannya? Apakah perlu sendok dan garpu, apakah rotinya yang berada di lapisan paling atas harus dimakan dahulu,baru kemudian daging dan sayurnya? Apakah perlu di potong kecil-kecil dengan pisau?
Melihat wajah saya yang bingung, Pak Lik saya lalu memberi saya contoh : Begini Gi,pegang dengan kedua tangan lalu gigit.
Ohhhhhh..begitu. Lalu saya pun mencoba burger untuk pertama kalinya. Rasanya aneh. Sayuran mentah,daging dan roti yang digigit bersamaan, waduhhhhhh, kalau boleh saya ingin menukar saja dengan tumis kangkung,ikan asin dan sambel terasi dengan nasi hangat.
Hahahahah
No comments:
Post a Comment