Ketika ada Bus Antar Kota
Antar Provinsi dengan fasilitas tempat tidur, saya membayangkan bus
yang nyaman dan lega.
Hmmm..bisa tidur dengan nyaman laksana di pesawat
kelas bisnis.
Jadi, Oktober 2016 lalu, ketika saya punya kesempatan mudik bertiga dengan anak-anak,
saya tanpa pikir panjang memutuskan menggunakan Sleeper Bus Brilian.
Pertimbangannya, anak-anak akan nyaman tidur sepanjang perjalanan.
Sayapun bertanya pada Mbah Google dan menemukan lokasi penjualan tiketnya tidak jauh dari rumah. Naik motor 10 menit lah. Cusss ...saya dan suami naik motor menuju lokasi.
Ketika menelepon pihak agen di
beri petunjuk " deretan buah-buah setelah perempatan Pasar Rebo, Jakarta Timur.
Yuk mareeee....
Yuk mareeee....
Penyusuran pertama. ...mata kami tak dapat menangkap yang namanya Agen Bus PO Brilian. Kami hanya bisa melihat agen bus lain dan buah-buahan yang berderet. Lalu kamipun mencoba balik sekali lagi. Dan mendapat petunjuk di ujung penjualan buah.
Wus ..melotot..melotot..buka mata-buka
mata. Ketemulah agen penjualan tiket yang kami maksud.
Oh mama..oh papaa...jauh dari bayangan saya. Ternyata hanya agen bus
kecil tanpa petunjuk apapun soal Bus Brilian. Bayangan saya, dengan
harga tiket Rp 240 ribu/ orang dan fasilitas bus yang terbaca aduhai...saya berharap ada ruang tunggu yang
yaman ber AC dengan bangku-bangku yang asoy.
Hmmmm...yang ada kami harus menunggu dipinggir jalan dan got berdebu, dengan bangku -bangku kayu seadanya.
Seandainya saya sendiri..tak masalah. Mau nunggu di got bertikus busuk sekalipun..saya akan tabah. Tapi saya membawa dua anak, dan satu diantaranya belum genap usia 3 tahun. Belum lagi jam berangkat yang molor lebih dari satu jam. Saya kebingungan menenangkan anak-anak yang merasa tak nyaman dan juga tak sabar.
Dan ketika akhirnya busa datang, kami harus mencopot sepatu dan berganti dengan sendal yang mereka sediakan.
Begitu masuk bus...astagaaaaaaaa. Mamakeeeeee....busnya memiliki lorong yang sangat sempit. Hanya sekitar selebar 30 cm. Tak bisa berpapasan. Jika berbadan gendut..lupakan naik bus ini. Anda tak akan bisa bergerak.
Dan tempat tidurnya...duh Gusti. Karena saya memilih tempat tidur bawah (dengan pertimbangan di tempat tidur atas anak-anak akan terjatuh)...ternyataaaaaa... sangat tidak nyaman.
Si Ken langsung protes. " Buuuu..saya tidak bisa lihat apa-apa, tidak ada jendela, tidak bisa melihat keluar"
Ya karena tempat tidur bawah sisinya adalah badan bus dan bagian kaca bus hanya bisa dinikmati oleh penumpang di tempat tidur atas.
Sayapun sibuk menenangkan Keni. Saya sampaikan, malam hari ada kacapun Ken tak akan banyak melihat suasana luar karena semua gelap.
Sempat saya ingin tukar tempat tidur di bagian atas, tapi kondektur melarang karena seluruh tempat tidur sudah dipesan. Yang terlihat kosong akan diisi penumpang yang naik dari Bekasi .
Baiklah apa boleh buat. Kamipun terpaksa menikmati tempat tidur bagian bawah, yang kami rasakan seperti tidur di kolong jembatan.
Hmmmm...yang ada kami harus menunggu dipinggir jalan dan got berdebu, dengan bangku -bangku kayu seadanya.
Seandainya saya sendiri..tak masalah. Mau nunggu di got bertikus busuk sekalipun..saya akan tabah. Tapi saya membawa dua anak, dan satu diantaranya belum genap usia 3 tahun. Belum lagi jam berangkat yang molor lebih dari satu jam. Saya kebingungan menenangkan anak-anak yang merasa tak nyaman dan juga tak sabar.
Dan ketika akhirnya busa datang, kami harus mencopot sepatu dan berganti dengan sendal yang mereka sediakan.
Begitu masuk bus...astagaaaaaaaa. Mamakeeeeee....busnya memiliki lorong yang sangat sempit. Hanya sekitar selebar 30 cm. Tak bisa berpapasan. Jika berbadan gendut..lupakan naik bus ini. Anda tak akan bisa bergerak.
Dan tempat tidurnya...duh Gusti. Karena saya memilih tempat tidur bawah (dengan pertimbangan di tempat tidur atas anak-anak akan terjatuh)...ternyataaaaaa...
Si Ken langsung protes. " Buuuu..saya tidak bisa lihat apa-apa, tidak ada jendela, tidak bisa melihat keluar"
Ya karena tempat tidur bawah sisinya adalah badan bus dan bagian kaca bus hanya bisa dinikmati oleh penumpang di tempat tidur atas.
Sayapun sibuk menenangkan Keni. Saya sampaikan, malam hari ada kacapun Ken tak akan banyak melihat suasana luar karena semua gelap.
Sempat saya ingin tukar tempat tidur di bagian atas, tapi kondektur melarang karena seluruh tempat tidur sudah dipesan. Yang terlihat kosong akan diisi penumpang yang naik dari Bekasi .
Baiklah apa boleh buat. Kamipun terpaksa menikmati tempat tidur bagian bawah, yang kami rasakan seperti tidur di kolong jembatan.
Televisi yang ada disetiap tempat tidur ternyata memutar film yang hanya sang supir dan kondektur yang punya kuasa memilihkan judul filmya dengan kualitas gambar yang sangat buruk, bahkan tidak bisa kami matikan sendiri. Padahal Ken tidak suka tidur ada cahaya. Terpaksa layar saya tutup dengan kain. Saya sulit berjalan ke depan dan meminta mereka mematikan TV karena sambil menggendong Kinan mustahil saya bisa lewat lorong tanpa mengganggu penumpang lain yang tertidur. Wifi yang dijanjikanpun tak kuasa untuk memutar youtube. Ya mama ...ya papa.....Rasanya saya ingin lompat keluar bus dan pulang ke rumah.
Lelah dan bosan, Kenipun kemudian tidur.
Eng ing eng...Kinan mulai rewel dan minta turun dari bus, juga sibuk menanyakan Bapaknya yang tak ikut.
Ya ampunnn siksaan apa ini? Kinan bahkan minta digendong. Sementara jika saya menggendong di lorong, muka saya akan berhadapan persis dengan penumpang yang tidur di tempat tidur atas kiri dan kanan.
" Untungnya " saya memilih kursi paling belakang yang terdapat 3 deret kursi bus "normal" . Ada juga ruangan yang memungkinkan saya berdiri dengan segala keterbatasan. Jadi saya gendong Kinan disitu berjam-jam hingga ia tidur. Membayangkan saja saya lelah .apalagi melakoni.
Eng ing eng...Kinan mulai rewel dan minta turun dari bus, juga sibuk menanyakan Bapaknya yang tak ikut.
Ya ampunnn siksaan apa ini? Kinan bahkan minta digendong. Sementara jika saya menggendong di lorong, muka saya akan berhadapan persis dengan penumpang yang tidur di tempat tidur atas kiri dan kanan.
" Untungnya " saya memilih kursi paling belakang yang terdapat 3 deret kursi bus "normal" . Ada juga ruangan yang memungkinkan saya berdiri dengan segala keterbatasan. Jadi saya gendong Kinan disitu berjam-jam hingga ia tidur. Membayangkan saja saya lelah .apalagi melakoni.
Begitu Kinan tertidur...weladalahhhh..Keni terbangun karena diare dan muntah.
Saya baru sadar ternyata kami tidur persis di atas roda bus yang guncangannya akan terasa tak nyaman .
Sayapun berjibaku membersihkan muntahan dan pup Ken yang untungnya saya pakaikan popok orang dewasa.
Semua saya bersihkan dengan tisu basah. Lalu saya balur seluruh tubuh Ken dengan minyak telon. Dannnn cobaan masih berlanjut . ..Ken pup dan muntah 3 kali.Uhuyyyyy..uhuyyyy.
Saya baru sadar ternyata kami tidur persis di atas roda bus yang guncangannya akan terasa tak nyaman .
Sayapun berjibaku membersihkan muntahan dan pup Ken yang untungnya saya pakaikan popok orang dewasa.
Semua saya bersihkan dengan tisu basah. Lalu saya balur seluruh tubuh Ken dengan minyak telon. Dannnn cobaan masih berlanjut . ..Ken pup dan muntah 3 kali.Uhuyyyyy..uhuyyyy.
Entah jam berapa dan dimana (karena kami hanya bisa melihat sisi lambung bus), kondektur datang memberitahu
penumpang bisa turun dan gunakan kupon makan.
Mana bisaaa ...saya jaga dua
anak. Maka biarlan saya lapar. Makan hati dan angin saja. Kondektur
yang tahu Ken sakit juga tak berbuat apa-apa hanya menyampaikan tujuan
saya baru akan tercapai 4 jam lagi, dan Ken diminta menonton televisi saja (ampunnnnnnn....mana bisa mabuk kendaraan sembuh dengan menonton televisi yang gambarnya blur...).
Begitu Ken membaik..Kinan terbangun dan menangis. Sayapun kembali menggendong Kinan berdiri di ruang belakang.
Untunglah jelang subuh cobaan saya mereda. Ken memilih keluar dari " kolong jembatan" dan duduk dibangku normal. Kinan juga memilih tak tidur lagi, menemani Ken.
Sekitar Pukul 05.00 pagi. Siksaan berakhir.
Kami bertiga turun dari bus dan merasa lega keluar dari Bus yang kami sangka nyaman itu.
Kami bertiga turun dari bus dan merasa lega keluar dari Bus yang kami sangka nyaman itu.
Pelajaran dari perngalaman saya...
bagi penumpa dengan anak balita, sebaiknya tidak menggunakan Sleeper Bus ini. Balita dan anda akan tersiksa sepanjang perjalanan.
bagi penumpa dengan anak balita, sebaiknya tidak menggunakan Sleeper Bus ini. Balita dan anda akan tersiksa sepanjang perjalanan.
Bus ini mungkin cocok untuk penumpang usia 7
tahun ke atas.
Tapi saya pribadi, tidak akan pernah naik bus ini lagi. Dengan harga tiket yang saya keluarkan ..akan jauh lebih nyaman naik kereta.
Tapi saya pribadi, tidak akan pernah naik bus ini lagi. Dengan harga tiket yang saya keluarkan ..akan jauh lebih nyaman naik kereta.
Hingga kini, hanya dengan membayangkan perjalanan saat itu....saya lelah.
No comments:
Post a Comment