Dalam perkara maraknya beras plastik, yang paling lega tentunya golongan orang kurus cantik, sang anti menyantap nasi. Karena bagi mereka, bulir-bulir putih elok itu adalah biang kerok penyebab badan tumbuh ke samping.
Tapi, bagi saya, si penggila nasi, tentu saja kebalikannya, sedih dan marah. Ini adalah kejahatan lambung nomor satu!
Alasan kesehatan pasti nomor wahid, dan alasan isi dompet ada diurutan kedua.
Jadi pertanyaannya..dalam masalah beras tiruan ini..siapa yang salah?
Menurut teman saya..yang salah diantaranya adalah saya! Lho..kok?
"Ndak usah nyalahin produsen dan pemerintah,.karena udah jelas produsen salah dan pemerintah lalai. Tapi perut lo juga salah..kenapa perut lo itu hanya kenyang kalau makan nasi? Coba lambung lo itu keren dikit..cukup hanya makan dua sendok salad sudah kenyang. Ubah otak lo! Syukur-syukur lo bisa diet tanpa nasi, jadi bisa sehat langsing asoy geboy. Jadikan momentum nasi plastik sebagai triger dirimu berpindah ke pola makan sehat. Biar lo masuk ke dalam golongan orang-orang dengan healty life style. Meskipun lo ndak cantik..tapi setidaknya lo bisa meng-copy gaya hidup orang cantik, biar mirip-mirip dikit!" Bla..bla...bla.
Teman saya terus nerocos dengan Bahasa Inggris ke Indo-Indonesiaan.
Owalah..untuk orang kaya, tentu tak masalah menghindari nasi karena mereka mampu membeli roti, mie, daging, hot dog, pizza, burger dan aneka karbohidrat keren lainnya. Lah bagi saya..mana bisa? Selama ini prinsip makan saya..lauk sedikit tak apa, yang penting nasinya buanyakk sehingga kenyang segera datang .
Pokoknya segunung nasi sejumput teri, tak masalah.
Dan ngomong..soal pengganti nasi, membuat saya teringat masa kecil tak bahagia saya. Saat itu (awal tahun 1980an) nasi seharga Rp.200/kg. Tapi terasa sangat mahal dan sulit terbeli. Maka, nenek saya mengolah jagung dan kerekel menjadi nasi yang menumbuhkan saya melewati masa TK dan SD.Kedua nasi ini akan sangat enak disantap panas dengan ikan asin dan sayur daun talas/lumbu panas mengepul .
Nah..masalahnya di jaman sekarang, apalagi di Jakarta, hampir mustahil menemukan nasi jagung dan kerekel. Jagung lebih memilih meledak meletup menjadi pop corn (teman nonton film) dan muahalnya edan gila. Lalu singkong sudah jadi krupuk pedas dengan level jin hingga setan.
Mana bisa saya kembali ke makanan pengganti nasi itu? Yang ada adalah segala makanan muahal. Bahkan umbi-umbian seperti singkong, ubi rambat, dan talas, harganya muahal ndak ketulungan.
Jadi gemana ini mamake ?
Apa iyong mulih kampung bae ?
No comments:
Post a Comment