Monday, 11 May 2015

Lapar-Lapar Serigala

Saya pemakan segala dan jika lapar segarang serigala.

Semua jenis makanan enak di lidah. Asalkan perut setengah kosong (apalagi kosong) maka apapun jadi. 

Dulu ketika masih sangat kurus, orang akan heran dengan daya tampung perut saya yang tak berbanding lurus dengan ketebalan daging di badan.
Tapi kini setelah setengah gemuk..maka orang akan memaklumi. Wajar  gemuk..wong makan sebakul!

Saya akan memalukan jika diajak kondangan. Karena dipastikan saya akan melipir dari satu meja ke meja lain. Lidah dan kaki saya akan seirama dalam mencari sumber makanan, dengan kecepatan yang pas.
Untunglah saya jarang kondangan. Terakhir datang ke pesta pernikahan adalah 9 tahun lalu. Jadi aman lah.

Menurut teman, mungkin di badan saya ada jin-nya, sehingga apa yang saya makan selalu kurang. Karena itu ia mengingatkan pentingnya doa sebelum makan, agar santapan tidak turut diembat setan. 
Saya turuti saran itu, tapi ternyata tak juga mampu mengerem kecepatan daya kunyah dan daya tampung lambung. Sehingga  saya sampai pada keputusan...setan tak doyan nasi.

Nah...di sekitar saya, terutama saat jam makan siang, bertebaran badan langsing semampai yang makan hanya sayuran dan buah. Pernah saya tergoda mencoba seperti mereka, tapi kok perut saya perih dan pening kepala peang. Ya sudahlah...daripada pingsan, lebih baik kembali ke nasi.

Hingga kemudian..datanglah teguran lembut nan bijak. Tanpa sengaja saya mencuri dengar perbincangan dua teman. 
Salah satunya sudah lama berhenti makan nasi. Bukan semata untuk alasan kecantikan, tapi juga alasan kesehatan. Berikut kutipan kalimat saktinya
"Anak-anak saya masih kecil, jika saya makan seenaknya, lalu  sakit dan kemudian meninggal, siapa yang akan merawat mereka? Mereka masih membutuhkan saya"

Olala...
Deg....lambung saya serasa ditampar sandal gapyak.
Sudah saatnya saya menghentikan kerakusan saya. 


Bukan demi saya..tapi demi anak-anak.

No comments:

Post a Comment