Tuesday, 27 October 2015

Setajam Silet

Di depan saya, dekat pintu kereta berdiri dua wanita. Sebut saja Mba Anu. Ia berpakaian aduhai, bertanktop hitam dilapisi baju tipis menerawang mempertontonkan tumpukan lemak membungkus tubuh yang bahenol. Celana ketat menghimpit pula lemak di perut, paha dan betis. Rambut panjangnya tergerai sampai sepinggang dengan bekas proses pelurusan rambut yang hampir usai masa berlaku masa lurusnya
Tak lupa kalung berwarna emas menyolok bergelayut berat di dada yang penuh sesak.
Sedangkan jam tangan warna serupa menghiasi pergelangan tangan.
Penampilan bling bling membungkus kepercayaan diri tinggi dan tebal, seperti hak sepatu sepatu yang ia kenakan.

Sementara satu wanita lagi, sebut saja Mba Ono, berdiri sekitar 10 cm di belakang Mba Anu. Ia berbusana relatif tertutup dengan ketebalan lemak yang tak jauh berbeda dengan Mba Anu.
Mba Ono  terlihat sedang memandangi si baju transparan dengan sebal dan sorot melecehkan.
Bola matanya seakan tak lepas memandang dengan bibir sedikit ditarik ke samping. Sinis setajam silet dan rautan!
Saya tak tertarik untuk mengomentari si baju transparat.  Saya justru tergelitik dengan sikap Mba Ono. Ia bersikap seolah ia telah berbusana tersopan di dunia. Ia bersikap seolah dialah wanita yang paling baik di jagat raya. Padahal jika dia mau bercermin dengan seksama, gaya bajunya juga membentuk pinggul dan dada tak jauh beda dengan si mba berbaju menerawang. Yang membedakan hanya pada sisi transparannya saja.

Jujur.. saya pernah melakukan hal yang sama dengan Mba Ono, yaitu  menghakimi penampilan seseorang. Saya pernah memandang sebal pada orang yang berbusana berbeda dengan selera saya.
Pokoknya saya pernah bersikap seolah sayalah yang berpakaian paling benar.
Padahal apa hak saya untuk bersikap sinis dan menilai buruk? Saya bukan dewan juri peragaan busana, saya bukan pengarah gaya, saya bukan desainer, saya bukan emaknya. Jadi kenapa saya musti pusing menjejali otak saya dengan cemooh?
Haduhhhh..
Saya pikir menegur orang ( yang secara umum dinilai tidak sopan ) bukanlah dengan sikap sinis. Lebih baik koreksi diri sendiri. Jadikan diri kita masing-masing lebih baik.
Syukur-syukur kita bisa jadi inspirasi buat orang lain..tanpa menggurui, tanpa merasa paling benar, tanpa melukai.

Karena hal baik harusnya disampaikan dengan baik, bukan dengan mencela.



No comments:

Post a Comment