Beberapa waktu lalu, teman kerja mengeluh payung yang ia beli di Perancis hilang. Payung itu ia bawa ke mall, lalu lupa menaruh entah dimana.
Payung yang mahal, baik dari segi harga maupun nilai historisnya ya?
Ah ..sayang sekali.
Bicara soal payung...meski kini payung buatan Cina bisa dibeli dengan harga sama seperti semangkuk bakso, tapi dimasa kecil hingga remaja saya, payung pernah menjadi barang yang langka dan mahal sehingga keluarga kami tak mampu membeli.
Bukan karena ada oknum yang menimbun payung, bukan karena kekurangan stok bahan baku, bukan karena salah distribusi..tapi salah kami yang tak mampu beli.
Wkwkkwkw
Wkwkkwkw
Bila musim hujan tiba, kami ke sekolah berpayung daun pisang atau daun sente (sejenis talas berdaun lebar dan tebal).
Payung alami ini memang hanya 50 persen bisa melindungi tubuh dari kebasahan, tapi setidaknya kepala dan buku kami bisa setengah kering. Sisanya..ya basah. Hehehe.
Bahkan jika hujan sangat lebat, tetesnya bisa menyobek permukaan daun dan basah tetaplah kuyup.
Jadi jangan heran, di bulan September sampai April pohon pisang dan sente di sekitar rumah gundul merana, berkorban demi kami anak bangsa yang akan menuntut ilmu, dibawah naungan Bapak Pembangunan yang bertekad memberantas buta huruf.
Ah... masa itu sudah jauh berlalu. Sekarang, payung sudah mampu saya beli, (kadang dapat gratis). Namun daun pisang tak berhenti melindungi saya hingga kini.
Daun si buah kuning ini membungkus lemper, lontong atau pepes jamur, yang artinya ....menjauhkan saya dari rasa lapar .
Hehehehe.
Dan ketika entah darimana tiba-tiba muncul (begitu banyak dan begitu subur ) tanaman sente di belakang rumah tinggal kami, saya merasa diingatkan Tuhan.....bahwa Ia tak pernah sedetikpun berhenti melindungi hambaNya.
Oh iya..musim hujan memang tahun ini terlambat muncul.
Tapi..ia akan datang...tunggu saja.
Jadi...sediakanlah payung sebelum hujan.
Dan untuk teman saya yang kehilangan payung Prancis-nya, semoga segera menemukan pengganti.
Amin
No comments:
Post a Comment