Wednesday, 7 January 2015

Gagal Ke Jepang


Saat itu kuliah  semester satu, teman mengajak saya mendaftar pertukaran pelajar yang digawangi Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta.
Maklum, anak kampung, saya sempat minder. Paling hanya akan jadi penggembira. Tak mungkin saya mampu bersaing dengan anak kota, dengan segala fasilitas pendidikan mewahnya. Lah wong sekolah dasar saja saya nyeker alias tak bersepatu..kok ya berani mimpi belajar di negeri orang.
Tapi teman terus meyakinkan  untuk tak ada salahnya mencoba.

Setengah hati dan minus percaya diri, saya memilih Jepang sebagai tujuan. 

Hari pertama test diikuti 300 peserta, berlokasi di Gedung Pramuka, Menteng Jakarta Pusat. Aih...saya nyusruk di pojokan. Ngeri melihat penampilan anak-anak kota yang terlihat cerdas tangkas dan trengginas.

Sebelum soal diedarkan, ada sesi tanya jawab. Hati saya makin menciut manakala seluruh peserta yang bertanya menggunakan Bahasa Inggris yang amboiii....indahnya di telinga. Bagaimana saya menandingi mereka?
Tapi berhubung apa yang mereka tanyakan tak mewakili penasaran saya, maka saya beranikan diri bertanya. "Tes manakah yang paling menentukan lolos? Apakah tes tertulis, sesi wawancara atau sesi pentas seni?"
Hmmmm....semua mata memandang saya heran, seakan berkata...."Eh..ada tampang kampung, ngomong pakai bahasa Indonesia pula "
Setelah mendapat jawaban, saya mengkerut lagi di pojokan.

Eng ing eng
Soal ujian pun di bagikan..silang, silang, silang...hanya pengetahuan umum dan Bahasa Inggris.
Dengan tanpa beban saya menjawab, karena 100 % sudah yakin gagal.


Setelah ujian, saya dan dua sahabat saya, menunggu pengumuman  tahap pertama dengan perut kelaparan. Maklum..uang di kantong tak cukup untuk jajan di kawasan Menteng hahahha.

Jam 17.00 WIB, pengumuman di tempel. Hanya ada 15 nomor peserta. Amboiiii..rasanya badan seperti melayang terbang ke atas pohon Angsana..ada nomor saya disana !

Dibawahnya ada  tulisan, yang berisi keterangan bahwan tes berikutnya esok yaitu wawancara dan lusa untuk tes seni. Wawancara  wajib  menggunakan baju putih.

Weladalah....baju putih yang saya pakai hari ini sudah berwarna coklat terpapar debu dari metromini yang melintas. Bagaimana besok?

Di jalan pulang, bukannya senang..(sambil berdesakan diangkot) saya malah bingung. Baju putih siapa yang bisa saya pinjam?  Seni macam apa yang saya tampilkan nanti?

Saya mulai melihat diri dengan seksama. 
Kemampuan seni apa yang bisa saya pamerkan? Tak satupun alat musik yang bisa saya mainkan. Pengalaman bermusik selama ini hanya sekedar menabuh kentongan di malam takbiran. 

Menyanyi? Suara saya saat menyanyi sungguh mengerikan untuk di dengar, bahkan oleh telinga saya sendiri.

Menari? Ya..harusnya saya bisa menari.Tapi terakhir kali saya menari adalah di malam seni perkemahan pramuka ketika SD kelas 4. Itupun bukan tarian tradisional tapi Tarian Kreasi diiringi lagu Getuk Asale Soko Telo (meski tarian saya kala itu dapat piala juara satu, tapi tarian itu tak layak ditampilkan di dunia internasional).

Melukis? Saya hanya bisa melukis gambar pemandangan dengan dua gunung bersisihan dilengkapi jalan plus  sawah di bawahnya. Ini adalah gambar standar anak SD yang baru belajar melukis.

Saya sungguh gundah gulana. Bagaimana saya bisa melewati besok? Malah akan lebih melegakan kalau tidak lolos 15 besar, bisa tidur nyenyak sambil mimpi jalan-jalan ke Jepang.




Sampai kost, saya segera mencuci baju yang baru dipakai. Berharap angin kencang berbaik hari mengeringkan sehingga subuh bisa disetrika. Hanya itu pilihan saya.

Selesai mencuci, munculah  pemikiran bahwa satu-satu yang saya bisa adalah membuat puisi. 
Saya memutuskan akan tampil membaca puisi. Tak ada pilihan lain, walau saya tahu, puisi saya pun tak akan layak diperdengar di dunia internasional.


Hari kedua test pun tiba...wawancara berlangsung dua kali dalam bahasa Inggris, yaitu dengan senior eks pertukaran pelajar, lalu dengan salah satu pegawai pemda. Pertanyaannya sederhana, apa tujuan saya ikut pertukaran pelajar. Saya jawablah dengan cas cis cus..menggunakan Bahasa Inggris yang saya pelajari dari film-film box office di RCTI. Pewawancara kedua juga mengajukan pertanyaannya simpel.."Apa yang akan saya perkenalkan ke dunia luar tentang Indonesia? Bla..bla bla..cas cis cus..ngecaplah saya. ....berbusa-busa..

Wawancaranya sih tidak mengerikan..yang mengerikan adalah ketika menunggu giliran. Saya bagaikan itik buruk rupa ngedeprok di depan angsa-angsa.


Tes hari ketiga. Pentas Seni
Sungguh menakutkan. Semua datang dengan kostum lengkap. Diantar oleh keluarga mereka dengan gegap gempita. Ada yang malah dari rumah sudah mengenakan kostum Srikandi lengkap dengan anak panah dan busurnya. Astaga....aduh biyung.....tolong anakmu.

Dengan hanya diantar sahabat saya, kami mojok, memperhatikan peserta lain, tengak tengok seperti kucing kehilangan induk. Saya ingin pulang saja, saya pasti kalah.
Tapi teman saya dengan santai berkata "Jangan terintimidasi. Coba perhatikan....dihari pertama kita test, yang berpenampilan meyakinkan, ngomong  Inggris bak Margaret Tacher, mereka tertendang di babak pertama. Kamu lebih baik dari mereka, karena kamu lolos ke babak ini. Tenang saja"

Jujur kalimat sahabat saya sama sekali tidak menghibur dan tidak menenangkan

Di belakang panggung, saya melihat sebagian peserta sedang berlatih. Salah satunya berkata.."Ini tahun ke tiga saya lolos kebabak final. Dan selalu  gagal di babak seni. Saya sampai kursus menari. Saya tidak mau gagal lagi " 
Oh...saya kagum..betapa hebatnya dia. Diam-diam saya berdoa semoga dia berhasil. 
Saya pandangi naskah puisi gubahan saya, dalam bahasa Inggris yang entah betul atau tidak grammar-nya. Rasanya saya ingin menangis dan lari saja.




Ketika giliran saya tampil. Juri terlihat sebal. Mungkin karena saya tampil 2 nomor jelang akhir, mereka sudah lelah, yang mereka harapkan adalah penampilan memukau..tapi..yaelahhhhh..yang muncul malah saya dengan  wujud berantakan. Baca puisi pula. Tatapan mereka ke saya ..sungguh tatapan melecehkan.

Dengan hati terluka sayapun turun panggung.
Sepanjang jalan pulang saya mengutuki diri sendiri...
Beginilah nasib orang yang tidak punya jiwa seni....

Hasilnya bisa ditebak...saya gagal lolos ke Jepang.



Foto :











No comments:

Post a Comment