Friday, 13 February 2015

Buang, Pungut



Saya tersenyum geli melihat spanduk berisi ajakan pungut sampah.
Logikanya..kalau ada sampah yang dipungut, berarti ada sampah yang dibuang. Ini artinya, orang boleh saja membuang sampah sembarangan, toh nanti ada yang memungut.
Begitu?

Menurut saya, lebih baik spanduk diisi ajakan tidak membuang sampah sembarangan. Bahkan lebih baik lagi, diisi larangan keras membuang sampah sembarangan disertai ancaman hukuman. Jadi orang tidak perlu repot memungut sampah.

Ketika sampah dibuang sembarangan oleh orang mereka yang tinggal dibantaran kali.. saya bisa memahami, karena  itu berbanding lurus dengan level pendidikan dan sosial ekonomi mereka. Tapi saya amati, sampah di Jakarta dibuang sembarangan bukan saja oleh si papa dan si menengah, tapi dibuang juga oleh si pemilik kendaraan mewah yang seenak saja membuang sampah dari jendela mobil.  
Jadi...tingkat pendidikan dan level kemakmuran seseorang tidak selalu berbanding lurus dengan perilaku. Tidak jaminan orang pintar dan kaya memiliki kesadaran tidak membuang sampah sembarangan. 





Saya pribadi jika melihat orang membuang sampah sembarangan, maka seganteng/secantik apapun itu orang, akan turun nilainya 99%. 



Saya kira perilaku membuang sampah itu terkait kualitas mental, bukan terkait level intelektual. Lah wong ternyata di gunungpun banyak sampah. Tentu saja yang membuang sampah itu orang yang mengaku pecinta alam kan? Bukan abang somay yang jualan di sana.

Sayapun teringat pertanyaan teman kuliah  ketika berkomunikasi dengan saya setelah belasan tahun hilang kontak. " Apakah kamu masih suka memungut sampah di jalanan"
Saya hanya tersenyum masam. Inginnya saya sudah berhenti melakukan itu (berarti sudah tidak ada lagi sampah yang dibuang sembarangan)

Sejauh ini..itu masih sebuah mimpi.


No comments:

Post a Comment