Belakangan ini, memakai masker anti debu sudah jadi trend di Jakarta. Bentuk, warna, bahan kualitas dan fungsinya beragam. Demikian juga dengan alasan, niat atau maksud pemakainya. Ada yang murni untuk urusan kesehatan menangkal polusi ibukota (menghindari debu, asap knalpot, mencegah tertular dan menularkan flu batuk), adapula yang bertujuan mencegah menghirup bau tak sedap, untuk penyamaran, lalu adapula yang bertujuan untuk menutup mulut menganga ketika mengantuk di bangku kereta.
Saya pribadi tidak ikut trend. Tak ada selembarpun masker saya punya. Entahlah rasanya tak nyaman memakai penutup mulut dan hidung.
Tapi meski tak memakai, saya suka mengamati mereka yang bermasker. Sesekali saya menebak-nebak apa alasan orang menggunakannya.
Jika penumpang kereta dan mengantuk, itu paling mudah ditebak, pasti tujuannya menutup mulut menganga. Jika ibu dengan anak, bisa dipastikan alasan kesehatan. Jika wanita sexy bohai semlohai saya duga itu artis yang tak ingin dikenali atau digoda lelaki.
Jika pria perlente, mungkin ia pejabat negara yang bersahaja. Jika maskernya bergambar/berbentuk jenaka, bisa dipastikan ia penuh selera humor dan berniat menghibur siapa saja.
Saya pribadi sering merasa kesulitan saat berkomunikasi dengan orang bermasker. Suara mereka sering salah saya tangkap. Jika saya tersenyum pada mereka, sayapun jadi tak bisa melihat apakah senyum saya berbalas?
Tapi saya akan berterimakasih pada orang flu dan batuk yang mau bermasker. Saya nilai mereka adalah orang yang bertanggunjawab untuk tidak menularkan virusnya pada orang lain.
Ah..apapun alasanya, bukan urusan saya.
No comments:
Post a Comment