Saya lahir dan tumbuh sebagai manusia pemalu. Punya hobi diam, benci keramaian, senang duduk di pojokan, jauh dari perhatian dan segala riuh kehidupan.
Sendiri dan sepi itu menyenangkan.
Mengalah daripada berkonflik adalah prinsip saya. Sehingga teman-teman sering mengatakan saya penakut, pengecut dan payah sepayah-payahnya. Menanggapi cap buruk yang teman-teman sematkan, tentu saya hanya perlu diam.
Setiap di kelas , dirapat, atau diacara apapun (yang terdapat sesi tanya jawab), saya paling bingung soal apa yang harus ditanyakan. Bagi saya jika semua jelas kenapa harus juga bertanya? Kenapa mesti memaksakan diri agar terjadi diskusi panjang lebar agar terlihat pintar?
Kala itu sayapun segan mengungkapkan pendapat, karena menurut saya menjadi pendengar yang baik sudahlah cukup. Tak semua orang mampu menyediakan telinga dan otak untuk mencerna kalimat yang seseorang sampaikan, karena bagaimanapun pembicara yang baik butuh pula pendengar yang baik.
Hingga kemudian, selepas SMA, saya tiba-tiba ingin keluar dari "cangkang" saya yang hening. Saya bosan menjadi itik buruk rupa,..saya bosan menjadi kodok di dalam empang. Sehingga saya putuskan mengambil kuliah jurusan jurnalistik.
Kenapa? Jawabannya tidak idealis..tidak bombastis. Saya ingin berubah. Itu saja.
Maka...berputarlah hidup saya. Menjadi orang yang banyak bertanya. Bahkan jika tak ada lagi orang yang bisa saya tanya, sayapun rajin bertanya pada diri sendiri.
Pekerjaan saya kini adalah kumpulan dari jutaan pertanyaan yang jawabannya membuka hidup saya dan orang lain menjadi sangat luas dan bingar.
Saya kini harus bertanya, tak malu bertanya dan tak tersesat di jalan kehidupan.
Saya seorang jurnalis dan hidup adalah bertanya sekaligus bertanya untuk hidup.
Jika suatu hari kamu bertemu orang yang banyak tanya...mungkin itulah saya.
Hehehe...
Mau Bertanya Nggak Sesat di Jalan #AskBNI
No comments:
Post a Comment