Sebagai
pengguna jasa KRL Commuterline, setiap hari saya berhadapan dengan
orang-orang yang maunya enak sendiri. Lebih butuh perjuangan keras untuk
turun dibanding naik si ular besi ini.
Pokoknya dalam otak dangkal sebagian besar calon penumpang, begitu pintu terbuka yang penting adalah naik secepat mungkin, persetan dengan penumpang yang mau turun.
Jadi begitu akan turun, yang saya hadapi adalah orang yang menerjang masuk laksana Banteng dan saya harus punya kekuatan seperti Bison untuk melawan.
Himbauan dahulukan penumpang tak mampu otak mereka cerna.
Pokoknya dalam otak dangkal sebagian besar calon penumpang, begitu pintu terbuka yang penting adalah naik secepat mungkin, persetan dengan penumpang yang mau turun.
Jadi begitu akan turun, yang saya hadapi adalah orang yang menerjang masuk laksana Banteng dan saya harus punya kekuatan seperti Bison untuk melawan.
Himbauan dahulukan penumpang tak mampu otak mereka cerna.
Seringkali
saya melihat penumpang yang akan turun sampai menangis karena tak
mampu keluar dan tak kuasa melawan penumpang naik tak tahu aturan (yang
berprinsip kepentingan diri sendiri adalah segalanya).
Selama ini saya akan menegur keras siapapun yang menerjang masuk tanpa
aturan. Memarahi mereka dengan sengit dan mendorong balik dengan tanpa
ampun.
Karena
itu resolusi saya tahun 2016 adalah bisa lebih mendisiplinkan diri
sendiri dan orang lain agar bisa naik dan turun kereta dengan tertib.
DAHULUKAN PENUMPANG TURUN.
Hal sederhana yang akan sangat membuat transportasi umum di Jakarta menjadi lebih manusiawi.
Tulisan ini dimuat di Jawa Pos, kolom Happy Wednesday edisi ulang tahun alias edisi ke-52, Rabu 6 Januari 2016.
(Dari 3000 resolusi yang masuk ke redaksi Jawa Pos, dipilih 30 resolusi terbaik yang berhak mendapat hadiah uang tunai )
No comments:
Post a Comment