Rumah kami dikelilingi hutan bambu.
Siang hari, saat angin bertiup, suara daunnya, membuat saya ngantuk. Tapi saat malam, gemerisiknya justru terdengar seram dan kadang membuat saya susah tidur.
Apalagi jika disertai derak suara batang bambu yang pecah. Konon..pertanda akan ada yang meninggal.
Apalagi jika disertai derak suara batang bambu yang pecah. Konon..pertanda akan ada yang meninggal.
Bambu Wulung paling saya suka. Batangnya kokoh besar dengan warna hitam keunguan. Saat dibuat menjadi kursi, amboiii...buat duduk nyaman sekali. Rasanya dingin menyejukan.
Kakek saya hebat. Bambu ditangannya "disulap" jadi tempat tidur, kursi, aneka perabot hingga dinding rumah.
Kadang menggunakan Bambu Wulung, kadang Bambu Hijau.
Meski pohon bambu itu langsing tapi untuk memotong sebatang bambu, diperlukan tenaga yang kuat. Apalagi jika rumpunnya lebat. Jadi setelah batang di potong, harus ditarik sekuat mungkin, karena diujungnya, daun dan ranting saling kait.
Beuh..inilah bagian tersulitnya. Rasanya seperti tarik tambang.
Sering saya membantu kakek dan Bapak memotong bambu. Imbalannya, saya mendapat sebutir kelapa muda segar.
Dan bagian paling enak dari bambu tentunya rebung.
Untuk memanen rebung harus menggali lumayan dalam. Tapi sepadan dengan rasanya yang renyah segar. Apalagi dimasak dengan santan kental. ....hmmmm.
Namun..tak sepanjang tahun hidup di bawah hutan bambu menyenangkan.
Ketika musim angin kencang tiba, gelugut (bulu halus pada bambu) akan terbang kesegala penjuru menempel dimanapun. Duh...rasanya gatal dikulit. Susah dihilangkan. Apalagi jika sampai masuk ke bawah permukaan kulit ari..terasa panas dan gatal menyakitkan.
Kini..belasan tahun hutan bambu saya tinggalkan.
Diantara hutan beton yang saya pandangi, kadang saya berhalusinasi, terasa ada gemerisik daun bambu disela-selanya. Apesnya...setelah saya perhatikan..ternyata suara itu .....berasal dari kantung plastik yang tertiup angin, dan sampah-sampah yang berterbangan.
Weladalahhhhhh....
Apekkkkk
No comments:
Post a Comment