Friday, 6 March 2015

Kolam


Kampung saya pernah menyandang predikat mengenaskan....desa tertinggal.
Wajar lah, wong sejak saya kecil sampai saya usia 17 tahun tak ada listrik. Jalan utama desa berlumpur, dan sebagian besar anak hanya sekolah sampai SD.
Rumah di kampungpun  banyak yang mewah alias mepet sawah, juga berada di river side alias di pinggir sungai. Hahahahah

Tapi, walau  tertinggal, produksi ikan air tawar di kampung kami  sangat moncer. Dimana-mana ada kolam ikan. Setiap lahan kosong disulap menjadi kolam beragam ukuran. Bahkan sawah dimasa awal tanam juga di jadikan "kolam" raksasa. Sungguh mengasyikan melihat ikan berenang disela-sela pohon padi muda.



Yang pasti hati-hatilah  berjalan dikampung kami. Sekali meleng, bisa-bisa  kejebur kolam. 


Dan bagi saya, kolam adalah tempat bermain. Sangat menyenangkan ketika masa pembersihan tiba..lumpur yang menumpuk..aih sungguh enak untuk berkubang. Hampir susah membedakan mana saya mana kerbau.

Kolam adalah sumber penghidupan. Lewat kolam dan ikan di dalamnya, Bapak dan ibu bisa membiayai sekolah kami berempat.
Bagi warga di kampung, kolam adalah "mesin" pencetak uang.


Dan bagi masa anak-anak saya, kolam adalah hiburan.
Di sana saya bisa mencari kepiting, udang, ikan, siput, keong, kecebong juga katak.

Sering kali Bapak membasmi kecebong karena dianggap menggangu pertumbuhan ikan. Tapi sering pula diam-diam saya kembalikan kecebong-kecebong mungil itu ke air.
Tak tega saya melihat tubuh mungil mereka menggeliat ketakutan di pinggir kolam menjemput ajal.
Maaf ya Pak.


Selain itu kolam yang belum berisi ikan juga menjadi arena renang yang menyenangkan.
Bermodal gedebok pisang  kami buat rakit yang menyenangkan untuk papan lompat atapun papan seluncur.

Bagi kami....kolam adalah segalanya


No comments:

Post a Comment