Setiap malam sebelum tidur, saya pandangi kedua kaki saya yang bengkak (karena terlalu banyak berdiri, atau telalu lama duduk, atau terlalu lama berjalan).
Pada jari-jari yang terlihat menggendut saya ucapkan terimakasih. ... karena telah membawa tubuh saya kemana saja, mengikuti ikhtiar dan takdir yang harus saya jalani setiap hari.
Sungguh si kaki tidak pernah mengeluh, protes atau menuntut dihias gelang. Keduanya cukup disiram dengan air, lelahpun hilang.
Ya...kedua kaki mengembung ini memang jauh dari cantik, tak sekalipun tersentuh perawatan salon, tak pernah bersolek kutek, tak mengenal pijatan, juga tak pernah berbalut sepatu mahal, hanya cukup memakai alas dari musim sale.
Ia seperti pejuang tanpa pamrih, tanpa tanda jasa.
Kaki-kaki ini pernah menyusuri bukit naik turun 6 tahun lamanya, mengantar saya sekolah SMP dan SMA.
Kaki inipun telah menyusuri setiap jengkal Jakarta, mengukur nilai tiap peristiwa.
Kaki ini pergi kemanapun, terguyur hujan, terpanggang matahari, terpapar debu, sehingga "belang " laksana zebra dan betisnya membesar laksana tales.
Terbayang, betapa sekian lama kaki-kaki saya bekerja keras, mengukur jalanan, mencari penghidupan.
Tak kenal waktu ia terus menopang, membuat saya mampu tegak berdiri, meski kadang terseok lalu jatuh untuk kemudian bangun dan berjalan kembali.
Ah..semoga saja saya tak pernah lupa berterimakasih.
Semoga saja kedua kaki ini selalu baik-baik saja. Karena saya begitu membutuhkannya, untuk menyusuri waktu, hingga tiba kelak saatnya saya "beristirahat".
No comments:
Post a Comment