Thursday, 18 December 2014

Bobot Oh Bobot

Ketika masih sebagai  pekerja lapangan, bobot badan saya tak pernah melewati angka 42 kg.
Dengan tinggi 160cm, saya terlihat seperti tulang berjalan.

Tapi setelah full bekerja di kantor, bobot saya naik 10 kg ke batas wajar, berhenti diangka 52 kilogram.
Meski belum dalam kategori kegemukan,  tetap saja, saya terpaksa mempensiunkan celana panjang lama. Si Ken pun sudah berpesan.."Jangan gemuk Bu..nanti Ibu seperti karung beras". Wow...perumpamaan yang mengerikan bukan?

Hamil anak kedua, bobot saya menembus level 66 kg. Tapi begitu melahirkan, dalam waktu dua minggu, si bobot bisa turun ke 54 kg.

Nah..diangka 54 inilah, bobot saya seakan mati. Sepuluh bulan saya berusaha kembali (setidaknya ke level ideal 52), tetapi jarum timbangan tak pernah bergeser dari angka itu.
Usahanya sih tidak keras. Misalnya, hari ini membatasi jumlah makan, besoknya..kalap. hahhaha.

Sayapun termasuk golongan manusia tak pernah berolahraga. Kemana-mana malas jalan kaki, naik angkutan umum. Bersepedapun saya tak bisa (astaga).

Di kantor, kegiatan lebih banyak duduk di depan komputer. Berjalan hanya saya lakukan belasan langkah, ke ruang rapat, meja produser, meja bos sesekali, ke ruang makan ( ini paling sering) dan ke toilet.
Selain itu, karena bekerja shift sore,sampai rumah lewat tengah malam. Tidur hanya 2-4 jam.
Hidup saya jauhhhh dari gaya hidup sehat bukan?

Jadi...tidak pernah berolahraga, kurang tidur, banyak makan...adalah bom waktu menunggu penyakit berdatangan.

Eits....saya tidak boleh sakit. Jika saya ambruk anak-anak saya makan apa?
Saya harus segera merubah pola hidup. Sakit itu mahal.

Pertama..saya harus tidur cukup. Ini sulit dilaksanakan, tapi bisa saya akali dengan tidur sebisa mungkin, dimanapun kapanpun.
Dan bagi saya, tidur dalam posisi berdiri di kereta adalah biasa. Jadi jika nanti anda melihat ada emak-emak tertidur sembarangan, disegala tempat, mungkin itu saya.

Yang kedua, olahraga.
Menurut Si Anlene, asupan kalsium yang cukup, akan maksimal jika diimbangi dengan gerak (minimal jalan kaki 1000 langkah). Maka sayapun bertekad sebanyak mungkin berjalan kaki.

Dari rumah ke stasiun kereta, semula naik angkot, sekarang saya berjalan kaki. Lima menit sampai, hemat empat ribu perak. Dalam sebulan, setidaknya saya hemat 20x4000. Lumayankan?
Sedangkan, dari depan kawasan industri, yang biasanya saya tempuh dengan ojek 7ribu rupiah, saya lakoni jalan kaki...ternyata tak sampai 10 menit.
Hmmm...dihitung dari uang yang terkumpul jika saya ayun langkah, adalah 7000x2x20 hari dalam sebulan...240.000. Setahun? Angkanya menggiurkan.

Jadi keputusan saya untuk merubah gaya hidup, tidak hanya baik untuk estetika..tapi juga hemat dikantong.

Tu wa ga pat..jalan...jalan
Tu wa ga pat..jalan...jalan

No comments:

Post a Comment