Karena belum ada listrik, kami gunakan setrika arang. Sumber panasnya bisa arang kayu atau batok kelapa. Suhunya tentu saja suka-suka si arang. Kadang panassss sekali, kadang hanya suam-suam kuku. Karena itu tak heran kala itu beberapa baju harus direlakan bolong-bolong gosong. Sering pula karena ceroboh, potongan kecil bara keluar sehingga terciptalah lubang mungil di kain. Weladalahh
Perjuangan menyalakan sumber panas tidak mudah. Dengan menggunakan sedikit minyak tanah, batok kelapa kering pun saya kipas-kipas agar menjadi arang.
Setelah menyala sempurna, satu persatu bara diletakan di dalam setrika jago. Sayapun siap beraksi.
Bagaimana saya mengakali agar suhu setrika aman? Jika panas berlebih, saya letakan setrika di atas lembaran daun pisang yang dilipat tebal. Bunyi desisnya..nyesss..saya suka. Suhupun akan menurun beberapa derajat seketika.
Tapi begitu baju selesai disetrika..beuhhhh baju saya akan beraroma daun pisang gosong. Berasa saya itu seperti bungkusan nasi bakar atau lemper bakar. Hahaha
Setrika melelahkan ini saya lakukan SD hingga SMA kelas 2.
Begitu listrik masuk desa, kami tak langsung mampu membeli setrika listrik. Kadang meminjam tetangga seminggu sekali.
Dan.....setrika arang ayam jago pun menikmati masa pensiun dengan tenang.
Dan.....setrika arang ayam jago pun menikmati masa pensiun dengan tenang.
No comments:
Post a Comment