Thursday 31 December 2015

Resep Akhir Tahun 2015

Di akhir tahun baru 2015 ini saya mau berbagi resep yang mungkin bisa jadi alternatif bekal si kecil ke sekolah.
Saya temukan resep ini di bungkus Bumbu Praktis Sajiku Nasi Goreng Rasa Ayam.
Sangat cocok untuk anak saya yang sulung (Ken) yang selama ini sangat tidak suka nasi.
Bahan dan cara masaknya sangat mudah. Hanya butuh waktu 10 menit.
Yuk simak :




BOLA NASI GORENG KEJU

Bahan :
Nasi putih 200 gr
Telur 2 butir
Tepung terigu 1 sendok
Daging ayam giling
Minyak 1 liter
Sajiku Nasu Goreng Ayam 1 bungkus
Keju Cheddar 100 gr (potong dadu)
Bayam (rebus dan iris)
Margarin 3 sdm

Caranya :
Panaskan margarin
Tamis daging ayam
Tambahkan nasi putih, bayam dan Sajiku Nasi Goreng Ayam. Aduk rata. Angkat lalu tambahkan tepung terigu. Aduk rata.
Bentuk bulat-bulat 2 sdm nasi bayam, isi dengan sepotong keju.
Celup bulatan nasi ke dalam telur yang telah di kocok
Goreng hingga kuning keemasan. Angkat dan tiriskan.

Porsi : 12 buah

Catatan : Bayam bisa diganti dengan sayuran lain. Keju cheddar bisa diganti dengan ikan tuna/salmon yang di potong dadu.



Selamat mencoba...
Selamat  Datang Tahun Baru 2016.....

Tuesday 22 December 2015

Kemewahan Dalam Daging Sapi Sebesar Dadu Ular Tangga

Teman-teman selalu heran dengan selera makan dan daya tampung lambung saya yang batasnya entah dimana.
Jika ditanya, apa makanan yang paling saya benci..jawabannya, tak ada. Semua saya suka. Asal lapar, semua makanan enak.

Menurut Ibu, sikap tak mengeluh soal makanan, turunan dari Kakek. Tapi saya punya pendapat lain.
Kenapa saya selalu menyantap apapun makanan di meja tanpa protes? Semata-mata ...karena rasa syukur. Syukurlah...ada makanan.

Sejak kecil keluarga kami hidup susah. Makanan tak jauh dari bayam, kangkung, daun singkong,  daun ubi jalar dan sambal, yang sebagian tinggal memetik di kebun. Sesekali Ibu berhutang tempe dan tahu pada tetangga.

Sepulang sekolah, (setelah berjalan kaki belasan kilo meter), saya tak mengeluh meski di meja hanya ada nasi (nasi jagung/nasi beras/nasi tiwul/singkong) dan sambal cabai rawit. Terkadang menu minyak jelantah yang dicampur garam kasar lalu diaduk dengan sepiring nasi menjadi tawaran menarik, (jika perut sudah mulai jenuh terbakar cabai).

Sebenarnya kami memelihara ayam kampung, tentu jika dipotong untuk lauk, habislah sumber uang sekolah kami. Jika telurnya diambil, dari mana generasi penerus sumber rupiah?  Ikan juga melimpah di kolam, tapi lebih bermanfaat jika dijual hidup.
Daging ayam hanya kami makan saat lebaran.

Daging sapi seingat saya pertama kali saya makan saat kakak pertama saya menikah, diusia saya sekolah dasar. Ibu memotong daging sapi kecil sekali, hampir sekecil dadu ular tangga. Alasannya biar semua kebagian. Sayapun  mendapat 4 dadu...rasanya enakkkk sekali. Ibu bahkan  menyimpan sebaskom dadu daging di lemari buku. Sebuah kemewahan yang layak diistimewakan tentunya.

Mungkin sedikit cerita saya di atas bisa menjadi gambaran akan selera makan saya sekarang. Intinya : karena saya pernah merasakan kekurangan makan, maka saya tahu bagaimana harus bersyukur.


Selamat makan teman-teman....jangan lupa berdoa.






Friday 18 December 2015

Ke Korea Hanya 7 Juta Rupiah Saja



Siapa bilang jalan-jalan ke Korea mahal?
Bisa loh dengan low budget.
Teman-teman saya sudah membuktikannya November 2015 lalu.
BACKPACKER 4 hari 3 malam cukup Rp 6,5 juta.  Peserta minimal 5 orang.
Biaya  sudah termasuk:
1. Tiket PP
2. Penginapan guesthouse tipe dormitory.
3. Makan 9 kali
4. Transportasi lokal disana.
5. Tiap peserta bisa membawa pulang kartu t-money yg bisa dipakai lagi saat ke Korea.
5. Ticket masuk lokasi wisata.

Lokasi Wisata Tujuan:
1. Gyeoungbokgung Palace.
2. National Folk Museum of Korea.
3. N Seoul Tower
4. Myeongdong (pusat perbelanjaan kosmetik).
5. Nami Island.
6. Namdaemun Market (pusat souvenir)
7. Han Gang Park (Han River)
8. Dongdaemun Market (pusat belanja baju).

Catatan:
1. Tidak termasuk Visa
2. Cabin Only.
3. Dibutuhkan pembayaran di muka.
4. Pembatalan dikenakan uang tiket PP + 500rb. Kelebihan akan dikembalikan.
5. Jadwal keberangkatan tanggal akan disesuaikan.
6. Biasanya berangkat Kamis malam dari CGK, kembali Senin pagi di CGK.

Pemberangkatan:
Group 1: 4-8 Feb 2016
Group 2: 3-7 Mar 2016

CP: Atin SP ( 08170997757)

Just info untuk biaya Visa biayanya Rp. 560.000

Hayuk..menabung mulai dari sekarang..
Awali tahun 2016 dengan jalan-jalan Ke Negeri Gingseng. Masa iya hanya nonton film-filmnya saja. Lebih sempurna kalau bisa ke sana langsung kan?


Di tunggu ya.....








Thursday 17 December 2015

Dunia Tanpa Huruf S

Hingga usia 22 bulan, Kinan belum bisa mengucapkan huruf S. "R" yang biasanya jadi kesulitan untuk anak seusianya, justru tak masalah. Kata S ia sebut dengan  T.

Kereta baik hati Thomas..dipangilnya  Thomat. Ketika toss (high five)...ia akan berteriak.."Tott....Tott"...membuat siapa saja yang mendengar tergelak.

Kemampuan Kinan bicara memang jauh lebih cepat dari Keni kakaknya. Tapi meski terlambat, begitu bisa mengucapkan kata-kata, Keni tak memiliki masalah dengan penyebutan. Keni bisa mengucapkan semua kata dengan sempurna.
Tanpa bermaksud membandingkan, belum mampunya Kinan mengucapkan S, tentu  menjadi tantangan untuk bisa mengajarkan padanya bagaimana menyebut S dengan sempurna sekaligus menjadi hiburan tersendiri bagi saya. 

Selain itu..setengah mati saya mengajarinya untuk memanggil saya Ibu..tapi selalu saya ia memangil saya, "Mama".  Padahal kata "Bapak" yang lebih sulit, bisa ia sebutkan dengan baik. Bahkan "Bapak" adalah kalimat pertama yang bisa ia ucapkan.


Kinan...apapun kata yang terucap darimu..di telinga ibu terdengar indah

I Love U





Tuesday 8 December 2015

Kebodohan Di Udara

Perdana saya reportase rasanya sungguh panas dingin. Padahal hanya suara saja yang diperdengarkan bukan tampang yang dipertontonkan.

Bermodalkan selembar kertas, bulpoint, dan tape recorder, maka saya memulai karir. Lokasinya di Bandara Soekarno Hatta- Tangerang, Banten.  Laporan soal arus mudik. Hal yang sederhana dan seharusnya tidak rumit.

Setelah mengumpulkan data tertulis dan wawancara selesai, maka jadilah sebuah naskah singkat, padat, berisi. Suara narasumber yang akan menjadi insert berita juga sudah saya siapkan.

Detik-detik jelang nama saya di panggil penyiar, jantung saya berdebar lebih kencang dari mobil balap F1, membayangkan  laporan saya ini di dengar bos-bos, dan kalau jelek, maka akan buruklah awal saya sebagai reporter.

Jreng..jreng..musik intro bagaikan suara genderang perang . Bla..bla...bla.....
lead berita lancar. Badan berita lancar. Tapi dibagian insert, terjadi kecauan koordinasi otak dan jari ......ketika saya harusnya memencet tape recorder di tombol play, ternyata yang saya pencet adalah tombol record!
Maka, setelah  saya berkata :
"Berikut keterangan petugas bandara:.... wzzzzzzz...wzzzz.." Nyaris hening..yang terdengar hanyalah suara pita kaset berputar.

Astagaaaaaa....saya panik. Bagaimana ini para pendengar?  Teriak saya dalam hati.
Untunglah Mba Penyiar baik hati mencoba menyelamatkan suasana.
Setelah adegan hening lebih dari lima detik itu penyiar memanggil saya "Mugi..silahkan lanjutkan laporan Anda"
Weit.....dengan suara menahan grogi, malu dan rasa bersalah, saya melanjutkan laporan, lalu menutup reportase dengan menelan ludah yang terasa pahit.

Saya sungguh bodoh dan ceroboh.




Tuesday 24 November 2015

Terimakasih..

Sebulan menjadi reporter radio, saya ditugaskan menjadi wartawan istana wakil presiden (tahun 2004-2006) saat itu wakil presidennya Yusuf Kalla. Saya sempat kecil hati. Ibarat kertas saya baru terisi satu paragraf. Belum banyak pengalaman dan ilmu yang saya peroleh. Semua masih sebatas teori dan sedikit praktek di kampus.
Tapi, tugas adalah tugas. Jika kantor saya saja percaya akan kemampuan saya, maka sayapun harus percaya pada diri sendiri.
Maka..bergabunglah saya dengan sejumlah reporter media lain yang hampir seluruhnya sudah berpengalaman belasan bahkan puluhan tahun. Karena itu sering mereka meledek " Eh...anak kecil..ngapain kesini. Sana pulang, kerjakan PR. Masih kecil sudah kerja"

Ternyata, rekan kerja saya adalah wartawan senior yang saya baca beritanya di koran sewaktu saya masih tinggal di kampung. Atau wartawan televisi yang semula hanya saya bisa lihat di layar kaca, atau reporter radio yang dulu sering saya dengar laporannya. Bahkan salah satu dari mereka adalah mentor saya ketika saya masih kuliah  dan mendapat tugas magang. Ah..menyenangkan rasanya, ketika kemudian saya belajar dan  bekerja dengan mereka.
Bagi saya mereka adalah guru-guru yang hebat. Guru yang ditempa pengalaman dan guru yang juga tak pernah berhenti belajar.

Selain itu saya juga sesekali di tugaskan ke Istana Presiden dan setiap hari ke Balaikota DKI Jakarta (Gubernur saat itu Sutiyoso ) juga DPRD DKI Jakarta yang memang gedungnya berdempetan dengan Istana Wakil Presiden. Tempat-tempat yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan saya akan ada disana. Bahkan saat kecil, dan mendapat tugas mengarang dengan tema cita-cita, maka saya akan menulis panjang lebar tentang  keinginan menjadi guru, seperti ibu saya. Bukan sebagai jurnalis.

Saya perempuan udik yang masa kecil hingga remaja tumbuh tanpa televisi, membaca koran sesekali dan mendengarkan radio lokal setiap hari, harus mengejar ketertinggalan dan mengatasi gagap ilmu.
Disini saya harus belajar politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan sekaligus, karena narasumber yang saya temui ya dari ragam profesi dan semua harus saya laporkan tanpa kecuali. Selain itu saya harus memahami pula isu lokal Jakarta dan sekitarnya karena saya bertugas di Balaikota dan DPRD DKI Jakarta.

Kini belasan tahun berlalu. Masa tugas lapanganpun sudah lama saya tinggalkan. Sibuk berkutat dikantor (redaksi), membuat saya putus kontak dengan teman-teman liputan. Hampir seluruhnya dari mereka juga sudah masuk fase ngandang..alias berkandang (bertugas) di redaksi, memberi kesempatan kepada mereka-mereka yang muda untuk matang di lapangan.
Kadang muncul rasa kangen suasana liputan dan bertanya-tanya dimanakah kini "guru-guru" saya?
Mungkin dulu saya belum sempat menyampaikan terimakasih.
Karena itu melalui tulisan ini saya ingin berterimakasih pada senior-senior saya yang sudah membantu saya belajar dengan instant akan segala hal.


Salam hangat.

Dulu Pembantu Kini Majikan

Ia sosok populer di kantor kami. Sebut dia Brindil. Entah itu nama aslinya, entah itu nama panggilan (sesuai rambutnya yang kriting), saya tak tau persis. Yang pasti dialah penguasa dunia per-kantinan di Jalan Rawa Teratai 2 no 2, Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur.

Pernah, saat sepi, dan sayalah hanya satu-satunya pembeli, kami berdua berbincang. Sambil mengunyah masakan (yang entah rasanya apa, tapi tetap saya telan karena lapar), saya malah lebih menikmati ceritanya.
Tenyata sebelum Brindil beralih ke usaha makanan, beberapa puluh tahun lalu ia pernah menjadi pembantu rumah tangga. Hebatnya, ia selalu mendapat majikan orang-orang ternama, mulai dari pejabat hingga artis/pengusaha.
Dan ternyata tabiat mereka unik-unik.
Ada artis yang menggajinya tinggi, tapi ia harus rela memakaikan dan melepas sepatunya setiap akan pergi atau sehabis keluar rumah. Ketika saya tanya apakah majikannya lumpuh, atau strooke sehingga kaki dan tangannya tak bisa di gerakan, ternyata tidak. Majikannya (yang juga istri pengusaha) hanya malas memakai dan mencopot sepatu. Selain itu selama 24 jam ia harus siap melayani, karena  jam 2 malam pun, seringkali majikannya ini menggedor pintu kamar membangunkannya, demi segelas jus. Tak tahan dengan beban pekerjaan,  hanya dalam hitungan minggu, Brindil berhenti mencari uang di sana.

Lalu iapun mengaku pernah bekerja di rumah pejabat. Meski berduit banyak, tapi sang istri sangat takut makanan di kulkas hilang. Jadi setiap akan pergi, majikan wanitanya ini akan menghitung jumlah makanan yang ada. Dan saat pulang, hal pertama yang ia lakukan adalah membuka kulkas dan memastikan bahwa semua makanan di dalamnya baik-baik saja dan tak berkurang semilipun. Hahaha...saya ngakak mendengar cerita ini, karena mirip seseorang yang saya kenal. Sayapun memiliki teman yang bahkan buah mangga di halamannya  diberi nomor sehingga jika hilang akan diketahui dengan mudah. Unik bukan?

Tapi tak hanya cerita sedih kok yang Brindil bagi ke saya. Ada pula cerita bahagia tentang salah satu majikan yang saking baiknya sampai kini masih suka menghubunginya dan mengundang ke rumah jika ada acara keluarga. Padahal ia mantan pejabat berpangkat loh.

Hmmm..kisah hidup yang menarik. Semua itu adalah cerita pahit masa lalu yang menjadi kisah manis diakhinya. Meski masakan Brindil jauh dari rasa enak, dan mahal pula harganya, ia sekarang mendulang sukses. Ia adalah mantan pembantu yang kini memiliki banyak warung, juga memiliki banyak rumah sewa. Ia adalah sosok yang mampu memutar hidup dari pembantu menjadi majikan.

Tak banyak orang yang mampu melakukannya kan?

Tuesday 17 November 2015

"Oshin" Kami

Dia sepupu kami. Pekerjaannya bertani. Meski setiap hari  dibawah sinar matahari  tapi kulitnya tetap seputih salju. Jika tersenyum ada lesung di kedua pipi..cantik sekali. Kami menjulukinya "Oshin" (karena ia begitu mirip Yuko Tanaka, wanita Jepang dalam serial lawas, Oshin) sehingga  nama aslinya (Daroyah) bahkan nyaris kami lupakan.

Terkadang saya iri melihat warna dan kehalusan kulit "Oshin".
Apa yang ia makan sehingga bisa memiliki kulit seindah itu?
Ternyata tak jauh beda dari makanan kami di kampung pada umumnya, yaitu daun singkong, bayam, kecipir, daun kecipir, kacang panjang dan sederet sayuran  lain.
Lotion, bedak atau kosmetik lain tak ia kenal.
Bibirnyapun merah merona tanpa polesan lipstik.


Terkadang saya bertemu dengannya ketika sedang sama-sama memotong padi. Oh..kulitnya seperti menyala terang ditengah terik. Kecantikannya begitu menyolok meski ia bercaping dan berpeluh, sangat kontras dengan wanita-wanita lain yang coklat gelap terpapar matahari. Sangat berbeda dengan kulit saya yang hitam sejak lahir.

Lain waktu, saya melihatnya sedang menanam padi. Meski seluruh badan dan kadang sebagian wajahnya terciprat lumpur, tak mampu pula membuatnya terlihat buruk.
Senyum khas dan kulit terangnya tetap mempesona. Bahkan setelah lumpur dicuci, bagaikan tubuh yang selesai di lulur dan bagaikan wajah yang selesai di masker, kulit semakin terlihat indah.

Paling menyenangkan ketika melihatnya memanen melati. Kulit saljunya akan basah terkena embun sisa subuh.
Dan ditengah hamparan putih bunga Melati..ia bak ratu dengan keharuman sempurna.

Ah..kalau dia tinggal di Jakarta, pasti akan banyak pria jatuh cinta dan rela melakukan apa saja untuknya. Artis-artis ibu kota (dengan kecantikan palsunya), akan mati iri dibuatnya.
Saya bayangkan ia mengenakan gaun mewah, bersanding dengan pengusaha tampan dan kaya, atau melenggang anggun di karpet merah, bukan di pematang sawah atau berkubang lumpur di kolam ikan.

Ahaaaa..benar kata Ibu saya, tak peduli di tempat sekotor apapun, berlian tetaplah berlian, tetap indah bersinar.
Jadi tak peduli dimanapun "Oshin" tinggal, kecantikannya tak akan pudar.

Dan bagi saya "Oshin" kami ini adalah pelajaran hidup yang sangat berharga....simbol kecantikan alami yang sesungguhnya.
Tak perlu maju mundur cantik...cantik... karena dia memang sudah cantik.

Ulalaaaa...



Sumber foto :  www.pinterest.com

Friday 13 November 2015

Guru Kecil

Kinan adalah guru saya.
Meski usianya belum genap 22 bulan, tapi dia tak pernah berhenti membuat saya terkesan.
Setiap menerima bantuan apapun (terutama saat saya memberikan botol susu) maka ia akan berkata "terimakasih" dengan sangat sopan. Lalu saat meminta bantuan, ia akan berkata "tolong" dengan santun.
Yang lebih mengagumkan lagi, ketika saya bicara sedikit keras, Kinan akan memanggil saya dengan lembut "Mama...Mama", lalu menutup mulut saya dengan tangannya yang mungil.
Atau disaat lain dia memanggil saya dengan halus, lalu menatap saya dengan sorot memohon, seakan berkata "Jangan marah Ma".

Semua sikap bijaknya itu membuat amarah saya hilang seketika.

Sekali waktu pernah saya marah pada Keni (kakaknya) dan dengan nada tegas meminta agar remot mobil-mobilan disimpan (karena sudah waktunya istirahat). Tapi dengan keras Keni menolak. Sayapun meninggikan suara, kembali meminta agar remot disimpan.
Melihat kami bersitegang, Kinan menjadi penengah yang lembut. Dengan langkah kecilnya
Ia mendekati kakaknya "Injam(pinjam) kak..injam kak". Kenipun memberikan remot pada Kinan dan Kinan memberikan ke saya, dengan tatapan mata seakan berkata "Selesai masalahnya kan?"

Hal mengharukan lain ia lakukan ketika Bapak memarahi Keni kemarin (lebih tepatnya berkata tegas). Kinan menjadi guru damai dengan cara memandang lembut, memeluk, mencium dan menepuk-nepuk kaki Bapak, sambil memanggil pelan.."Bapak...Bapak"..seakan ingin berkata.."Jangan marahi kakakku".

Ternyata meski kerap dibuat menangis dan harus mengalah, tak menghalangi Kinan menyayangi Keni. Ia menjaga kakaknya dengan cara yang luar biasa untuk seumurannya.

Kejadian kemarin pagi juga membuat saya terharu. Kinan  minta di gendong. Ia memegang keripik kentang. Tanpa sengaja keripik itu mengenai pipi saya sehingga menyisakan remah-remah menempel.
Sesaat Kinan menatap saya, kemudian membersihkan pipi saya dengan lembut berkali-kali seakan ingin memastikan tak ada benda apapun di pipi saya.

Duh...Kinan...kamu membuat hidup Ibu,terasa  lebih mudah.


Terimakasih...terimakasih

Thursday 12 November 2015

Dear Nurani..Dear PT KAI Commuter Jabodetabek


Sudah tertulis dengan jelas bahwa bangku tunggu di peron Stasiun Manggarai, Jakarta hanya diperuntukan bagi ibu hamil, lansia, ibu dengan balita, dan penyandang cacat.
Tapi setiap hari, yang saya saksikan, pengguna bangku tersebut sebagian besar adalah pria muda gagah perkasa (juga melambai) atau wanita muda,  yang sama sekali tak pantas juga tak punya hak duduk disitu.

Dan apa yang saya saksikan kemarin sungguh membuat saya geram. Pria muda dengan seenaknya saja tidur di bangku khusus, ada pula yang asyik main gadget...dan lebih parah lagi saya melihat tas gunung segede "gaban" duduk manis dibangku!!!!!!
Astaga...seberapa penting tas itu nangkring disana? Sementara saya lihat di depan bangku khusus itu, berdiri lansia, kakek dengan penyangga kaki, lalu ibu dengan bayi?
Segera saya hampiri si kakek, saya tawarkan bantuan untuk meminta kursi yang memang menjadi haknya. Namun jawaban si kakek sungguh mencengangkan " Tak apa, saya masih kuat berdiri, mungkin yang duduk sakit semua"
Dalam hati saya berkata "Ya kek, mereka sakit mental, cacat nurani atau buta huruf"
Saya sungguh marah.

Duapuluh menit kemudian seorang kakek lainnya (dengan tas selempang yang berat) telihat tak kuat lagi. Ia akhirnya berusaha duduk di bahu kursi.
Dengan gemetar menahan emosi, saya meminta agar Bapak itu duduk saja dan menghimbau agar yang muda berdiri. Apalagi melihat tas gunung di bangku,  saya sungguh jijik.
 Tapi sungguh mencengangkan...tak ada satupun yang muda berdiri memberi bangku.
"Tas itu tak bayar, tak pantas di dibangku,  Lihatlah tulisan di atas kepala kalian, disitu terlihat jelas bangku ini untuk siapa? Yang muda-muda harusnya malu. Bangku ini bukan hak kalian"
Melihat saya marah-marah, bukannya bangun memberi duduk, mereka malah pura-pura tak mendengar.
Ya Tuhan..saya sungguh berdoa semoga manusia macam ini mendapat balasan yang lebih kejam kelak.
Apakah mereka merasa tak akan tua nanti? Orang tua macam apakah yang membesarkan manusia dengan hasil akhir seperti itu? Menjijikan!
Tas gunung yang mereka mampu gendong ketika mendaki gunung...ternyata tak mampu ia gendong ketika ada di stasiun. Betul kata teman saya...dia bukan pendaki gunung...tapi DAKI gunung!

Kepada siapapun yang membaca tulisan ini, jika memang anda berhak atas bangku itu. Mintalah dengan tegas, karena untuk mengharapkan kesadaran orang, tak akan  banyak orang yang "normal" disana.
Dan kepada pihak PT Kereta Api Commuterline, tegaslah dengan penumpang bermental sakit semacam ini. Wajibkanlah petugas keamanan stasiun untuk "mengusir" siapa saja orang yang tak punya hak duduk disana. Bila memang tidak ada penumpang berkategori khusus, maka biarkanlah bangku itu kosong.

Jika di dalam gerbong (aturan bangku prioritas) bisa ditegakkan, kenapa di bangku tunggu peron tidak?






Kejadian di atas terjadi 12 November 2015 sekitar jam 10.00-11.00 WIB, jalur 4 jurusan Bekasi, peron gerbong pertama. (Hp saya lowbatt sehingga tak bisa mengambil foto). Tapi bisa dipantau via CCTV.

Tuesday 10 November 2015

Hanya Sekedar Beruntung?

Saya ikut kuis/undian/kompetisi berhadiah sejak 5 tahun lalu. Tahun pertama hingga ketiga, yang saya dapat tak jauh dari sabun, shampoo dan tissue. Saat  orang lain dapat mobil, motor, gadget atau jalan-jalan keluar negeri, saya hanya bengong saja.

Ratusan undian sudah saya ikuti, tapi tak ada nama saya di tiap pengumumannya. Bahkan yang pemenangnya ribuan..seribu hingga tiga ribu pun....tak ada nama saya di sana.
Kecewa..marah, kesal tentu saja. Saya hanya  manusia biasa. Tapi saya tak putus asa. Setelah marah dan sedih reda..ya saya ikut undian lagi. Hehehe.
Pokoknya tak ada kamus menyerah dalam hidup saya.
Hingga kemudian menginjak tahun ke 3 saya mulai memenangkan hadiah yang selama ini saya impikan, mulai dari rupa-rupa gadget, umroh, menonton piala dunia Brazil, perabot/furniture, uang tunai, mesin cuci  hingga kendaraan. Mungkin Tuhan memberi "hadiah" pada saya karena tidak berhenti mencoba dan berusaha.

Saya pikir semula keberuntungan adalah mutlak milik beberapa orang saja, tapi pengalaman saya membuktikan bahwa keberuntungan bisa kita dapat selama kita berusaha tak kenal putus asa. Gagal ya coba lagi....gagal lagi ya coba lagi ..sampai kita dapat.

Dan jangan pernah anggap remeh pemenang undian...dan jangan pikir bahwa semua diperoleh tanpa usaha keras..karena kalian tidak pernah tahu bagaimana usaha seseorang hingga jadi pemenang.  Kadang penuh keringat dan air mata. Sayangnya terkadang orang terpaku pada hasil akhinya saja.

Haduh..maaf ..ngelantur.
Ini hanya sekedar sharing saja, semoga bermanfaat.
Kuncinya..jangan menyerah. Karena gagal disatu undian hanya pintu untuk menang diundian berikutnya. Yang penting...ikut.
Hasil akhir adalah urusan Tuhan.

Untuk teman-teman kuter (kuis hunter) saya banyak belajar dari kalian. Kalian orang-orang hebat,.kreatif dan cerdas.
Dibanding kalian..saya bukan apa-apa.


Selamat mencoba.

Friday 6 November 2015

Sempurnakah Tanganmu?

Di depan saya berdiri seorang ayah, dengan kedua lengan tersisa seperlima, mengendong bayinya. Gendongan modern membantu sang anak melekat aman di dada yang bidang.
Sesekali ia terlihat mencium dahi dan rambut si anak dengan hangat.

Meski tak punya telapak tangan untuk membelai tapi itu tak menghalanginya menyampaikan cinta. Meski tak punya tangan sempurna ia tetap menggendong anaknya, memberi kehangatan khas seorang ayah, dan tentunya membantu beban istri meringankan tugas mengasuh anak.

Saya lalu melihat diri sendiri..melihat kedua tangan saya yang sempurna tak kurang seincipun. Apakah tangan saya sudah cukup menyampaikan cinta. Sudahkah saya menyentuh anak-anak saya, membelai, memeluk dan menggandeng, sebanyak yang anak-anak saya butuhkan?



Saya malu...sungguh malu. Karena saya memiliki tangan sempurna tapi saya belum menggunakannya dengan baik. Tangan saya lebih banyak memegang gadget dan mouse dibanding memegang tangan anak-anak saya. Tangan saya lebih banyak untuk bergelantung di kereta, dan memegang bulpoin juga kertas, dibanding membelai anak-anak saya. Tangan saya lebih banyak untuk mengiris sayur mayur dan bumbu dibanding memeluk anak-anak saya.  Tangan saya lebih banyak untuk mengurus cucian dibanding mengurus anak-anak saya.

Saat saya berangkat bekerja, mereka masih tidur dan saat pulang, mereka sudah tidur.
Mereka hanya sesekali melihat ibunya ketika terbangun di malam buta,  dimana  kedua mata kami sama-sama terlalu berat untuk diajak bercengkerama.

Dan untuk para suami..(yang mempunyai tangan lengkap), bercerminlah pada pria bertangan seperlima ini.
Sudahkan kalian memeluk anak-anak dan istri kalian hari ini? Sudahkah kalian menggendong si kecil, untuk sekedar memberi waktu istrimu agar bisa mandi dan makan dengan tenang tanpa khawatir si kecil jatuh diluar pengawasan? Sudahkah kalian menggunakan tangan untuk membelai anak istri? Atau  mengelus bahu dan punggung mereka walau hanya sekian detik saja?

Sekarang... lihatlah kedua tanganmu yang sempurna itu.....sudahkan kalian gunakan dengan baik?

Jawabannya ada di hati kalian yang paling dalam.




Mata Panda Bikin Bangga

Melalui pantulan cermin, saya pandangi dua mata kuyu di sana. Ada kantong mata lengkap dengan lingkaran hitam. Apakah itu saya, atau emaknya Panda ya?

Oh ya...meski namanya kantong, tak ada uang atau kacang kulit disana. Yang ada rasa lelah dan kantuk.

Mungkin sebagian orang memutuskan untuk membuang si kantong ini di meja operasi. Tapi sejauh ini, saya hanya mampu operasi cesar saja...itupun ditanggung asurasi kantor....plus nombok yang harus dilunasi dengan memotong gaji 8bulan lamanya. Hahhaa

Meski begitu, saya harus bersyukur, karena kantong itu pertanda saya memiliki pekerjaan kantor, pekerjaan rumah, lalu punya anak dan suami yang harus diurus.
Mungkin jika saya  tak punya itu semua, maka mata saya akan segar ceria, tapi hidup hampa.

Tak apa saya tidur sehari 2-4 jam, toh itu hanya akan berlangsung mungkin 12 tahun saja, karena anak-anak saya akan segera dewasa. Mereka akan segera mandiri dan tak lagi membutuhkan saya.
Segala kerepotan dan rasa kantuk yang menumpuk, semoga kelak akan terbayar dengan anak-anak yang bisa menghormati dan bisa dibanggakan orang tua.

Jadi..banggalah dengan kantong mata Anda


Thursday 5 November 2015

Turun Berat Badan 26 kg Dalam 3 Bulan (Bukan Iklan)


Beberapa waktu lalu kantor kami mengadakan kompetisi menurunkan berat badan selama tiga bulan. Hadiah utamanya Rp. 10.000.000. Menggiurkan bukan?

Saya tentu tak bisa ikut karena sedang hamil. Jika sedang tak hamilpun tetap tak bisa ikut, karena jika terus diturunkan lagi bisa-bisa saya jadi Panji Tengkorak!

Dan kompetisi ini melahirkan sosok yang luar biasa hebat dalam merubah gaya hidup yaitu Yoki.
Saya kenal baik dengannya. Sebelum diet, saya tahu persis selera makannya, dan paham betul kapasitas lambungnya.
Kami selalu duduk bersebelahan, karena kami satu tim
Bobot awal Yoki, fantastis..104 kg ! Selalu makan enak karena ibunya jago masak. Saya tentu saja kerap ikut mencicipi dengan lahap. Hahaha


Begitu mengikuti kompetisi, ia langsung mengubah 1000 % gaya hidupnya :

1. Tidak makan yang berlemak dan kolesterol tinggi, seperti : tetelan, kulit ayam, santan,dan semua makanana dengan lemak tinggi.
2. Tidak makan nasi putih, karna kandungan gulanya banyak..
3. Tidak makan mie atau sejenisnya, baso, serta goreng2an, junkfood atau makanan siap saji.
4. Tidak minum air es, softdrink, alkohol ( semua  minuman yang dingin dan mengandung banyak gula)
5. Tidak makan apapun setelah pukul 18.00
6. Olahraga teratur dan istirahat teratur

Nah..tiga bulan kemudian, ia lah pemenang kompetisi dengan hasil lemak hilang 26 kg.
Luar biasa bukan?
Baju dan sepatunya langsung berubah ukuran!




Sungguh..tulisan ini bukan iklan alat atau obat pelangsing...tapi murni catatan kehebatan teman saya Yoki dalam menurunkan "beban hidup" yang sesungguhnya yaitu ...lemak.

Dan hingga kini..puluhan bulan setelah kompetisi usai, ia tetap konsistem dengan gaya hidup sehatnya. Ia tetap memiliki badan proporsional. Jadi kalau ada artis yang pamer bangga karena bisa menurunkan berat badan 9 kg dalam waktu 6 bulan saya , saya hanya bisa berkata : "Ah..tak.sehebat teman saya".


Semoga saja bisa menginspirasi.

Monday 2 November 2015

Membaca Hatimu

Saat pulang kantor, saya selalu tak sabar membuka tas Ken.
Yang saya cari bukanlah berapa nilai yang ia dapat hari itu, tapi secarik kertas dengan hasil coretan pensilnya.
Ya...karena bagi saya, bagaimana suasana hatinya,  lebih penting dibanding sekedar nilai mata pelajaran. Dan suasana hatinya bisa saya baca di atas kertas.



Apa isi dari selembar kertas itu?
Beragam.
Misal, ketika tragedi crane jatuh di Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi (September 2015), Ken 2 hari berturut-turut membuat gambar masjid dan crane yang ia beri  judul : Detik-Detik Crane Jatuh dan Crane Jatuh Saat Jumat Sore, lengkap dengan kalimat "Lailahaillaloh.."




Saat Ken sedang rajin-rajinnya sholat berjamaah di Masjid..ia pulang membawa gambar masjid. Baginya masjid selalu menarik dan tempat menyenangkan. Karena ia sangat menyukai suara adzan, maka ia menggambarkan pula masjid yang tengah mengumandangkan panggilan sholat.



Lalu lain hari Ken menggambar lapangan sepakbola dengan nama tim dari negara-negara yang bertanding.
Atau jika ia sedang ingin menikmati kue, ia akan menggambar kue, lengkap dengan daftar kue-kue kesukaannya.



Lalu ketika suami kepala sekolahnya meninggal karena sakit, Ken membawa pulang gambar areal pekuburan. Pekuburan memang selalu menjadi perhatian Ken, karena menurutnya mirip dengan game di tab-nya : Zombie Plant. Dan sebagai anak yang mampu melihat hal yang tak terlihat, pekuburan menarik karena ia bisa melihat "macam-macam".




Tapi hal yang paling sering ia gambar adalah jalur kereta. Tentu saja ini sesuai dengan cita-citanya menjadi masinis kereta. Baginya kereta adalah hal paling menarik di dunia. Saat menonton Youtube atau Googling, yang ia cari ya..video dan gambar kereta lengkap dengan ciri-ciri masing-masing stasiun satu persatu.



Dan ada satu gambar yang paling membuat saya tersenyum. Ia menggambar Mobil Satelite yang dipakai untuk Live Report di televisi (SNG) bertuliskan News, Berita . Sedangkan di sisi mobil live, ada mobil pemadam kebakaran. Gambar ini bercerita tentang siaran langsung dari lokasi kebakaran.
Rupanya pekerjaan ibunya ia amati dan pahami betul, sehingga ia mampu menggambarkan seperti itu.




Ken
Ibu memang jauh dari sempurna, tapi Ibu selalu memberimu hal terbaik yang Ibu mampu.

Terimakasih sudah memberi pelajaran yang sangat berharga, karena sesungguhnya tak ada sekolah menjadi Ibu kan?

Saturday 31 October 2015

Memori Daun Pisang

Beberapa waktu lalu, teman kerja mengeluh payung yang ia beli di Perancis hilang. Payung itu ia bawa ke mall, lalu lupa menaruh entah dimana.
Payung yang mahal, baik dari segi harga maupun nilai historisnya ya?
Ah ..sayang sekali.

Bicara soal payung...meski kini payung buatan Cina bisa dibeli dengan harga sama seperti semangkuk bakso, tapi dimasa kecil hingga remaja saya,  payung pernah  menjadi barang yang langka dan mahal sehingga keluarga kami tak mampu membeli.
Bukan karena ada oknum yang menimbun payung, bukan karena kekurangan stok bahan baku, bukan karena salah distribusi..tapi salah kami yang tak mampu beli.
Wkwkkwkw

Bila musim hujan tiba, kami ke sekolah berpayung daun pisang atau daun sente (sejenis talas berdaun lebar dan tebal).

Payung alami ini memang hanya 50 persen bisa melindungi tubuh dari kebasahan, tapi setidaknya kepala dan buku kami bisa setengah kering. Sisanya..ya basah. Hehehe.
Bahkan jika hujan sangat lebat, tetesnya bisa menyobek permukaan daun dan basah tetaplah kuyup.
Jadi jangan heran,  di bulan September sampai April pohon pisang dan sente di sekitar rumah gundul merana, berkorban demi kami anak bangsa yang akan menuntut ilmu, dibawah naungan Bapak Pembangunan yang bertekad memberantas buta huruf.

Ah... masa itu sudah jauh berlalu. Sekarang, payung sudah mampu saya beli, (kadang dapat gratis). Namun daun pisang tak berhenti melindungi saya hingga kini.
Daun si buah kuning ini membungkus lemper, lontong atau pepes jamur, yang artinya ....menjauhkan saya dari rasa lapar .
Hehehehe.

Dan ketika entah darimana tiba-tiba muncul (begitu banyak dan begitu subur ) tanaman sente di belakang rumah tinggal kami, saya merasa diingatkan Tuhan.....bahwa Ia tak pernah sedetikpun berhenti melindungi hambaNya.

Oh iya..musim hujan memang tahun ini terlambat muncul.
Tapi..ia akan datang...tunggu saja.

Jadi...sediakanlah payung sebelum hujan.

Dan untuk teman saya yang kehilangan payung Prancis-nya, semoga segera menemukan pengganti.

Amin

Thursday 29 October 2015

Alergi Antibiotik

Si Ken alergi antibiotik. Amoxilin.
Sungguh pengalaman yang sangat berharga. Dan membuat saya bertekad akan menghalangi obat kimia apapun masuk ke badan Ken.

Pertama gejala yang muncul sakit kepala hebat, lalu mual dan muntah tak ada henti...dan gongnya....ruam! Muncul kemerahan di seluruh permukaan kulit.

Pertolongan pertama saya dapat dari Mbah Google.
Ternyata yang dialami Ken adalah gejala ringan. Gejala beratnya sesak nafas hingga bisa menyebabkan kematian. Mengerikan!

Waduhhh biyung...gejala ringan aja sebegitu berat.

Seharian penuh Ken muntah, puluhan kali dengan jeda lima menitan. Untungnya setiap kali selesai muntah Ken minta minum dan makan. Maka seperti berlombalah  makanan keluar dan masuk perut.
Saran untuk diberi asupan air kepala hijau segera saya laksanakan (sebagai bagian dari detox alami)
Jelang siang...astagaaaa...muncul ruam hebat. Bercak merah muncul di sekujur tubuh dan terasa gatal.

Untunglah jelang tengah malam, prosesi makan -muntah-minum-muntah, selesai. Satu masalah hilang. Tinggal urusan sakit kepala dan ruam.

Sakit kepala teratasi dengan Panadol putih sehari kemudian. Dan ruam hilang butuh waktu lebih dari 4 hari.

Sekedar share..jika suatu saat anak anda mengalami gejala serupa (setelah mengkonsumsi antibiotik) hentikan pemberian antibiotik segera! Tetaplah bersikap tenang .
Pastikan asupan cairan terpenuhi, juga usahakan makan dengan porsi sedikit tapi sering.
Atasi gatal ruam dengan minum CTM, mintalah si kecil jangan menggaruk.
Minumkan air kelapa hijau, dan obat sakit kepala/nyeri yang aman untuk anak.
Jika sikecil mengalami sesak nafas, segeralah ke dokter, jangan tunda.
Namun jika gejala hanya sebatas serupa dengan Ken, cukup dirawat di rumah.

Semoga saja kisah kami bermanfaat.
Ingat..obat terbaik adalah makanan terbaik.
Jadi makanlah dengan benar dan hiduplah bersih sehat...dijamin anda tak perlu obat !

Wednesday 28 October 2015

Sekedar Pencitraan?

Selama cuti sembilan hari saya asyik dengan timbangan kue. Dan di akhir cuti, saya terhenyak melihat jarum di timbangan badan melompat 3 strip...yang artinya saya lebih berat 3 kg! Gubrak

Maka dengan semangat menghilangkan predikat "karung beras" dan "ibu gajah" sayapun bertekad bulat tidak makan nasi! Saya hanya akan makan sayur dan buah, juga susu low fat.

Mengais-ngais apa yang tersisa di kulkas, ketemulah saya dengan aneka kacang-kacangan. Edamame, kacang merah dan buncis. Wortel gemuk juga nampak menggoda di sudut kotak sayur.
Dan aksi kukuspun dimulai.
Cukup 3-5 menit, sarapan dan bekal makan siang ke kantor sudah tersedia. Tinggal tambahkan sedikit mayoness buat pengusir rasa hambar.


Jelang tengah hari, melipirlah saya ke pantri. Dengan mengepiskan perut yang mulai tak serata jalan raya, terbukalah kotak makan.
Sudah bisa saya tebak, reaksi teman-teman yang melihat pasti seragam..mereka tercengang sekian detik lalu berkata "Diet Lo?"
Lalu dengan semakin mengencangkan otot perut, saya berkata malu-malu dan mengingkari kata hati :
"Ah..tidak. Ini hanya pencitraan dan latah ikut tren. Habis ini saya juga akan makan nasi padang 3 piring".
Keheranan mereka adalah wajar karena bertahun-tahun mereka melihat saya makan gundukan nasi bak anaconda makan kambing...hap..hap..langsung telan.

Sambil membayangkan badan selangsing Julia Roberts, dibawah tatapan heran teman-teman,  sayapun menghabiskan aneka sayuran dan biji-bijian dengan riang gembira sembari merapal mantra...langsing..langsing....langsing.

Namun sejam kemudian... donat datang menggoda. Maka sayapun meminta maaf pada Niat Diet Ketat.
Masuklah satu donat ke lambung, menimpa  edamame dan kacang merah yang belum tercerna sempurna.

Pulang kantor jam 19.00 WIB...saya baru merasakan lapar level satu. Ah, masih bisa dilalui di tingkat ini.
Sampai rumah, nasi memanggil-manggil dari Magic Com. Namun saya mencoba fokus pada setumpuk rebusan kedelai.
Sambil menonton televisi tanpa tahu akan menonton apa...saya pindah-pindahlah channel seraya mengunyah kedelai.
Hasilnya..perut saya kenyang dan nasi terlupakan.

Semoga saja....saya bisa bertahan dari segala godaan duniawi ini...karena sesungguhnya saya adalah pemakan segala, dengan rasa kenyang sebagai penghambat satu-satunya.
Amin.....

Tuesday 27 October 2015

Setajam Silet

Di depan saya, dekat pintu kereta berdiri dua wanita. Sebut saja Mba Anu. Ia berpakaian aduhai, bertanktop hitam dilapisi baju tipis menerawang mempertontonkan tumpukan lemak membungkus tubuh yang bahenol. Celana ketat menghimpit pula lemak di perut, paha dan betis. Rambut panjangnya tergerai sampai sepinggang dengan bekas proses pelurusan rambut yang hampir usai masa berlaku masa lurusnya
Tak lupa kalung berwarna emas menyolok bergelayut berat di dada yang penuh sesak.
Sedangkan jam tangan warna serupa menghiasi pergelangan tangan.
Penampilan bling bling membungkus kepercayaan diri tinggi dan tebal, seperti hak sepatu sepatu yang ia kenakan.

Sementara satu wanita lagi, sebut saja Mba Ono, berdiri sekitar 10 cm di belakang Mba Anu. Ia berbusana relatif tertutup dengan ketebalan lemak yang tak jauh berbeda dengan Mba Anu.
Mba Ono  terlihat sedang memandangi si baju transparan dengan sebal dan sorot melecehkan.
Bola matanya seakan tak lepas memandang dengan bibir sedikit ditarik ke samping. Sinis setajam silet dan rautan!
Saya tak tertarik untuk mengomentari si baju transparat.  Saya justru tergelitik dengan sikap Mba Ono. Ia bersikap seolah ia telah berbusana tersopan di dunia. Ia bersikap seolah dialah wanita yang paling baik di jagat raya. Padahal jika dia mau bercermin dengan seksama, gaya bajunya juga membentuk pinggul dan dada tak jauh beda dengan si mba berbaju menerawang. Yang membedakan hanya pada sisi transparannya saja.

Jujur.. saya pernah melakukan hal yang sama dengan Mba Ono, yaitu  menghakimi penampilan seseorang. Saya pernah memandang sebal pada orang yang berbusana berbeda dengan selera saya.
Pokoknya saya pernah bersikap seolah sayalah yang berpakaian paling benar.
Padahal apa hak saya untuk bersikap sinis dan menilai buruk? Saya bukan dewan juri peragaan busana, saya bukan pengarah gaya, saya bukan desainer, saya bukan emaknya. Jadi kenapa saya musti pusing menjejali otak saya dengan cemooh?
Haduhhhh..
Saya pikir menegur orang ( yang secara umum dinilai tidak sopan ) bukanlah dengan sikap sinis. Lebih baik koreksi diri sendiri. Jadikan diri kita masing-masing lebih baik.
Syukur-syukur kita bisa jadi inspirasi buat orang lain..tanpa menggurui, tanpa merasa paling benar, tanpa melukai.

Karena hal baik harusnya disampaikan dengan baik, bukan dengan mencela.



Gaya Sendiri, Sendiri Gaya

Saat saya sedang susah payah menggigit Magnum, teman saya terpingkal-pingkal.
Sayapun bengong..apa yang lucu ya?
Dengan lugas, tegas dan jelas..tanpa basa-basi teman saya berkata
" Nggak pantes banget lo makan ice cream itu. Nggak elegan kaya Raisa"

Waduhh...saya juga ikut tertawa. Membayangkan diri sendiri makan Magnum dengan rakus bak buaya. Lalu saya bayangkan juga Mba Raisa yang ayu, anggun dan mempesona.

Sayapun manggut-manggut, sambil mengaku Magnum sudah sukses membentuk image sebagai ice cream berkelas.
Dan saya dengan tampang level low class memang rasanya agak wagu mengkonsumsinya.

Padahal kalau dari soal harga satu Magnum samalah dengan harga 1 kg beras Ramos, masih terjangkau untuk kelas saya. Jadi tidak haruslah cantik, kaya dan gaya untuk menikmatinya kan?

Memang, tampang saya yang ndeso tak bisa dipaksakan untuk tampil keren masa kini. Barang berkelas saat melekat kesaya entah kenapa tak mampu mengangkat derajat saya ke level yang lebih oke.

Semula nafsu hedon saya memang terkadang mencoba memaksa tampil kekinian. Tapi jujur bukan keren yang didapat.  Tapi rasa tak nyaman yang justru hinggap.

Bagi saya...jiwa dan tampang kampung tetaplah kampung. Tak usahlah saya memaksakan diri menjadi orang lain.

Karena menjadi diri sendiri..lebih menyenangkan ..lebih menenangkan.


Cabut Gigi Rp.5000. Mau?

Gusi Ken bengkak dan terganggu dengan gigi taring susu yang hampir tanggal. Mau ke dokter gigi langganan, kok repot rasanya karena harus janjian dan menunggu hingga malam. Terbersit ide ke Puskesmas tak jauh dari rumah. Pernah dengar cerita teman, bahwa layanan puskesmas sekarang keren, maka sayapun ingin mencoba. Sasaran saya Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu di Jalan Raya Kebagusan Jakarta Selatan

Sempat bingung bagaimana memulai, saya akhirnya menemukan alurnya. Pertama, ambil antrian ( pilih umum atau BPJS), lalu naik ke lantai dua menunggu nomor kita dipanggil. Di tahap ini kita harus bersabar karena jika sedang ramai antrian bisa berjam - jam. Saya kebagian rejeki menunggu dua jam.

Setelah nomor kita dipanggil sebutkan tujuan kita hendak ke Poli apa. Lalu saya di beri kartu kunjungan, dan nomor antrian untuk di Poli juga form pendaftaran yang harus diserahkan ke kasir. Bayarnya cukup Rp, 2000-Rp.5000.

Kemudian merapatlah kami ke Poli Gigi (Poli 5). Menunggu sekitar 30 menit, dipanggilah nama Ken. Hanya butuh 3 menit untuk mencabut gigi Ken (tanpa injeksi). Hanya di beri cairan super dingin yang membuat gigi tak terasa sakit saat di cabut (entah lah apa namanya) Dokter pun menuliskan resep dan biaya di kwitansi pembayaran.

Dannnnn.....melototlah mata saya melihat angka yang harus saya bayar.. Rp. 5000!!!!! Apa? Semangkuk bakso saja harganya paling murah Rp. 12.000! Merapatlah saya ke kasir, dan membayar dengan penuh rasa heran.

Antrian belum usai saudara, harus antri obat. Apotik ada di bagian kiri depan puskesmas dengan bangku tunggu terletak di udara terbuka dilindungi atap asbes yang panas. Untuk yang membawa anak- anak...bersabarlah, karena mereka akan mudah rewel kegerahan juga bosan. Nomor antrian kembali harus diambil (racikan dan non racikan). Di sini antrian non racikan lumayan cepat, sedangkan antrian racikan, lamaaa. Saya menunggu 45 menit.

Setelah obat ditangan, kami bingung karena tak menemukan tempat pembayaran obat. Maka dengan polos saya bertanya kepada Apoteker yang di jawab dengan gelengan kepala yang artinya tak perlu lagi bayar.

Lhaaaa...jadi obat gratis! Terbayang uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah yang selama ini kami keluarkan untuk merawat gigi Ken di Klinik Gigi. Maka sambil melangkah pulang, saya masih terbengong- bengong bin heran.

Dengan biaya semurah itu seharusnya semua gigi rakyat Indonesia bisa dirawat dengan baik. Seharusnya tak ada anak-anak sakit gigi.

Yuk,,,rawat gigi ke puskesmas terdekat

Wednesday 14 October 2015

Gizi Super Cream...Super... You !

Diawal tahun 1980an, saya mengenal Gizi Super Cream. 
Gizi selalu ada di meja rias ibu dan tiga kaka perempuan saya. Rupanya, Gizi Super Cream-lah alasan kenapa kulit mereka selalu tampak sehat bersina hingga kini.

Setelah beranjak dewasa, saya tentu mengikuti jejak mereka. Ini lah saat yang saya tunggu-tunggu Karena saya  tak sabar ingin memuliki kulit cantik seperti ke-4 wanita super di sekitar saya.

Tentu saya penasaran, apa sih yang membuat  Gizi Super Cream menjadi begitu hebat? Dan kenapa bisa bertahan dengan begitu lama

Nah..dua minggu lalu saya berkesempatan mencoba Gizi Super Cream dengan tampilan kemasan yang makin keren.
Maka saya intiplah ingridient dari Gizi. 
Pantesannnnn.... bahannya alami, tapi memiliki fungsi hitech, yaitu Nano untuk melembutkan sehingga gampang meresak di kulit.



Dan Gizi sudah teruji  sejak 1972 loh, artinya selama lebih dari  40 tahun loh. 
Mau bukti nyata? Ya lihat saya kulit Ibu dan Kakak saya. Hingga kini 30an tahun kemudian, wajah mereka tak banyak berubah, tetap segar, lembut, lembab dan bersinar.
Dan yang paling penting dari semuanya adalah... Gizi Super Cream itu halal.

Penasaran pingin coba? 

Berdasarkan pengalaman saya, setelah 14 hari mencoba rangkaian perawatan Gizi Super Cream, saya jadi paham kenapa Ibu dan ketiga kaka saya begitu setia pada Gizi. 
Apa saja ya rangkaian cantiknya?
Simak yuk :
1. Daily Natural Lightening Foam (Mild) 50 ml
Busa pembersih muka ini mengandung Vit. B3 dan B5 dan estrak bahan alam, yang mencerahkan kulit dan mengurangi kusam juga flek hitam. Wajah menjadi cerah merona, lembab ternutrisi.
2. Super Cream (Daily Nutrition Cream)
Krim yang berfungsi menutrisi, mencerahkan dan menghaluskan agar kulit sehat, ayu alami.
Mengandung 7 bahan aktif herbal yang berfungsi sebagai Brightening dan UV Protection yaitu :
Rumput Laut
Lidah Buaya
Jeruk Nipis
Pepaya
Beras
Blingo
Kedelai
3. Super Cream (Dayli Nutrition Cream) SPF 18
Juga mengandung 7 bahan aktif herbal plus UV Protection SPF 18.
Cocok untuk kamu yang banyak beraktivitas di luar ruangan.


Wuih...pokoknya setelah saya tahu kandungan Gizi yang terdiri dari 7 bahan super yang alami, maka saya makin mengagumi kemampuan Gizi Super Cream memutihkan wajah, sehingga saya tak ragu sedikitpun memepercayakan perawatan kulit usian 30-an saya pada  Gizi Super Cream

Gizi Super Cream...Super You !






Tuesday 29 September 2015

Suara Tetangga

Saya bukan penggemar dangdut. Tapi jika itu dinyanyikan oleh Ibu Ike Nurjanah, atau Bapak Roma Irama, saya tidaklah keberatan. Saya suka, karena keduanya punya suara merdu aduhai badai.

Namun, malang nian nasib ini.. setiap hari, saya dipaksa mendengarkan lagu dangdut dengan lirik aneh-aneh,  berasal dari suara sember cepreng tetangga sebelah. Paling tidak 16 jam sehari keluarga kami disuguhi "hiburan" gratis, nyanyian dangdut yang asalnya  seperti dari keping CD yang sudah baret.

Tetangga ajaib ini..(sebut saja Bunga), berdendang hampir sepanjang hari.
Kala berbenah, menyapu, mencuci baju dan piring, suara ceprengnya beradu dengan kecipak air dan denting piring sendok.
Anehnya..lagu dangdut yang ia nyanyikan liriknya sangat asing bagi saya. Berbeda dengan yang  saya dengar dinyanyikan pengamen, atau diputar dipasar malam atau tukang CD bajakan. Jangan-jangan memang dia menggubah sendiri?  Luar bisa.

Jika ia bosan bernyanyi dikamar mandi atau ditempat mencuci, maka ia akan bergeser ke ruang tamu, dimana ada seperangkat alat karaoke yang dengan bangga sering dipamerkan. Ia merasa sangat unggul karena disekitar lingkungan kami hanyalah dia yang memilikinya.
Dan suara cemprengnya pun akan hingar bingar menimpali musik brisik. Kadang saya merasa tinggal bersebelahan dengan Pasar Glodok atau orang yang sedang kawinan.
Hmmm..mudah-mudahan kelak ia akan jadi pengusaha karaoke mengungguli Inul Vista.

Sebenarnya saya ingin merekam suaranya, lalu meminta ia sendiri mendengarkan, agar ia sadar seberapa buruk kualitasnya.

Saya pribadi juga bersuara sangat jelek, dan saya sudah sejak lama menyadarinya. Terakhir kali saya bernyanyi di kamar mandi adalah di usia SMP.  Saya berhenti berdendang sejak pelajaran seni menyanyi menunjukan nilai saya buruk. Saya sadar betapa buruk suara saya. Karena itulah hingga kini saya hanya bernyanyi di dalam hati, atau setidaknya..pelan-pelan saja.
Saya berusaha sedikit mungkin menekan efek buruk dari rendahnya kualitas suara saya.

Dan jujur, hingga hari ini saya bingung. Bagaimana menghentikan polusi suara yang setiap hari saya terima? Menegur agar ia  berhenti bernyayi, saya takut dilaporkan polisi (atas pasal perbuatan tidak menyenangkan dan pelanggaran hak asasi).

Ah..sudahlah..saya hanya berharap, semoga sesekali tetangga saya pergi keluar kota, atau sakit tenggorokan..atau pindahlah mereka sekeluarga ..segera.

Saturday 29 August 2015

Tinggi 80 cm

Demi Kinan  (19 bulan) saya merangkak, lalu duduk dan melihat sekeliling.
Semua benda menjadi terasa sangat besar dan sulit di jangkau. Untuk melihat lawan bicara saya harus mendongak. Semua benda terlihat tinggi. Butuh usaha sangat keras untuk meraih sesuatu. Rasanya sungguh tidak enak, semua serba sulit.

Itulah rasanya menjadi si kecil, itulah rasanya memiliki tubuh baru setinggi 80 cm.

Saya pikir semua orang dewasa apa lagi seorang ibu perlu melakukan hal  yang saya lakukan di atas.
Kenapa?
Agar kita bisa memahami, dan menghargai si kecil.

Sesering mungkin, saat kita berbicara sambil berdiri berhadapan dengan sang buah hati, sejajarkan lah pandangan kita, duduklah dengan lutut kita Bu/Pak, atau membungkuklah sebisa mungkin, agar si kecil dan ibu/bapak memiliki kontak mata horisontal. Lalu sampaikan apa keinginan/maksud ibu dengan jelas.
Percayalah...efeknya akan lebih nyata. Si Kecil akan lebih menyimak apa yang ibu sampaikan karena si kecil merasa sangat ibu hargai.

Yuk Bu..Pak...hanya hal sederhana loh...tapi efeknya luar biasa.



Tuesday 25 August 2015

Hati-Hati Menggunakan Handphone Di Pinggir Jalan

Anda termasuk orang yang suka menenteng atau menggunakan hp di pinggir jalan? Waspadalah.
Kejahatan mengincar Anda.

Bagaimana ceritanya?
Begini :
Penjahat menggunakan motor berboncengan.
Pengendara akan konsentrasi kabur ngibrit mirip orang cepirit. Sementara Si Pembonceng akan dengan liar dan kasar mencari mangsa.

Mereka beroperasi ketika jalanan lancar. Tentunya kalau macet... bagaimana akan kabur?

Soal waktu, mereka bisa beraksi di siang, sore, malam atau pagi. Tapi lebih sering memilih malam. Mungkin dengan alasan akan lebih sulit dikenali. Atau barangkali penjahat ini mukanya tak cakep, sehingga malu terlihat jelas jeleknya.


Terus...sasaran terlemah tentu saja wanita, tapi tak tertutup kemungkinan pria atau waria. Bahkan pernah ada pria yang dirampas hpnya, namun berusaha mengejar hingga terseret beberapa meter. Sungguh berbahaya bukan? 

Oh ya, selain hp, mereka mengincar laptop yang ditenteng. Jadi saran saya, jika membawa laptop, taruhlah di dalam  tas gendong. Atau jika tas tak muat (misal terlalu kecil atau penuh) gunakan tas laptop yang  berselempang sehingga laptot terikat aman di badan (hindari menaruh di bagian depan/samping badan kita, tapi pilihlah bagian belakang).

Kembali ke soal handphone....sekedar masukan, jika saat di pinggir jalan kita di telepon yayang atau bos sehingga terpaksa harus menggunakan telepon, pastikan jalanan macet. Jika jalanan lancar, maka menyingkirlah sejauh-jauhnya..kalau perlu radius 100 meter. Anda tidak ingin diputus pacar atau dipecat bos kan?


Berdasarkan pengalaman pribadi, sebelum saya tahu tentang modus kejahatan ini, saya seringkali menggunakan handphone di pinggir jalan, namun syukurlah...sejauh ini tak ada penjambret yang berminat.
Mungkin dari melirik tampang saya sekilas saja..mereka paham, bahwasannya saya tak mampu beli handphone mahal.
Bahkan ketika saya berdiri tak jauh dari seorang mbak yang menenteng laptop, si penjambret lebih memilih menarik paksa si komputer jinjing.
Dan sambil memegang hp buluk..saking kagetnya, saya bengong  menyaksikan adegan tarik menarik bak tarik tambang Agustusan.
Syukurlah acara tarik laptop ini hanya berlangsung dalam hitungan detik dan dimenangkan oleh Si Empunya Laptop.

"Pertunjukan"pun selesai, si mbak lega, si jambret kecewa.

Demikianlah...cerita di atas adalah kisah nyata. Lokasi Lenteng Agung Jakarta Selatan. Waktu kejadian jam 20.00 WIB, persisnya  hari apa dan tanggal berapa, saya lupa.
Yah..walau hanya sekepret dua kepret, semoga tulisan saya bermanfaat.

Jika ada kesamaan nasib, mohon maaf, mungkin itu takdir.
Salam

Saturday 22 August 2015

Ceres Limited Edition



Meises Ceres mengeluarkan kemasan edisi terbatas loh. 
Ada bonus Bread Cutter.
Harganya di Alfamidi sekitar Rp.18.ribuan, dengan berat 180g  berisi 2 kemasan @90 gr.

Saya beli kemasan Limited Edition ini  karena Keni dapat tugas  membawa  meises untuk pelajaran membuat roti isi . 
Bread Cutternya lucu, bisa membentuk kapal.
Anak anak pasti suka berkreasi dengan rotinya. 

Caranya mudah :
Letakan roti tawar di atas bidang yang rata
Letakan bread cutter di tengah roti dan tekan dari atas

Taraaaaa...maka terbentuklah boat yang siap di hias sesuai selera Si Kecil
Untuk warna kapal bisa di oles dengan aneka selai dan meises




Selamat berkreasi dengan Si Kecil ya Bu.....

Sarapan pun  jadi mudah dan menyenangkan.


Jangan sampai kehabisan edisi kemasan terbatas ini ya ( pemotong rotinya ada beragam  bentuk ya Bu..ada bentuk lebah dll)


Friday 21 August 2015

MYROTI ... Kapan Saja

Kenal roti ini di Alfamart samping rumah.
Berawal dari kebosanan dengan roti merek lain yang sudah lama kami konsumsi, maka kami cicipilah MYROTI yang ...hmmm..ternyat rasanya beda. Lebih lembut, lebih manis dan lebih gurih.
Maka kamipun memutuskan memilih MYROTI sebagai pilihan bekal Ken sekolah, atau juga sebagai sarapan pagi dan sebagai pengganjal perut di siang hari, juga kadang peredam perut bernyanyi di malam hari


MYROTI Mini Isi Krim Coklat ( harga Rp. 5500, isi dua )  menjadi pilihan enak dengan harga terjangkau. Memanjakan perut dan kantong. Ada juga MYROTI Roll Susu (krim rasa susu) yang rasanya selalu ngangenin dengan harga Rp. 4500/bungkus. Dan untuk di makan beramai-ramai ada MYROTI Sobek, harganya Rp. 13.500. Favorite saya roti sobek  isi krim coklat.


Hmmmm... sebenarnya sih, bagi perut kampung seperti saya, sarapan atau camilan ya cocoknya nasi atau singkong rebus. Tapi berhubung tiap pagi saya harus buru-buru lari  mengejar kereta, maka saya memilih yang praktis saja.
Dan jika praktis dapat yang enak.. Kenapa tidak?