Tuesday 21 April 2015

Delapan

Hari ini 8 tahun lalu, saya resmi menyandang "gelar' ibu.  Sejak hari itu saya selalu cemas, dan takut akan "status" ke-ibuan saya. Apakah saya golongan ibu sempurna? Apakah saya bisa menjadi Ibu yang baik? Mampukah saya menjaga titipan Tuhan?  
Membayangkan seandainya saya masuk golongan Ibu yang gagal, sungguh mengerikan.

Orang bijak bilang...ajari anakmu untuk menjadi orang yang bahagia..bukan untuk menjadi orang kaya dan berfoya-foya. 
Dan untuk menciptakan anak bahagia, orang tua harus bahagia. 

Apakah saya sudah membahagiakan diri saya sendiri? Apakah anak-anak saya bahagia? Apakah yang sudah saya lakukan untuk membuat mereka bahagia?


Selama delapan tahun ini saya belajar..terus belajar tiap detiknya. 
Terkadang ...saya gagal menahan amarah, gagal mencipta sabar. Dan saat amarah itu pergi, sesal datang menghampiri. 
Anak-anak tetaplah anak-anak. Tak pantas saya meminta ia dewasa sebelum waktunya. Tak pantas saya meminta ia memahami saya...karena adalah kewajiban saya memahaminya.

Selamat ulang tahun  Keni..maafkan atas segala kesalahan Ibu. Maafkan atas ketidakmampuan Ibu memahamimu. Maafkan atas ribuan jam ketidakhadiran Ibu disampingmu.

Dan terimakasih sudah memberi Ibu pelajaran terbaik..setiap detik.



Meski tak ada kue dan tiup lilin..lihatlah..seluruh negeri merayakan hari lahirmu dengan gempita...karena hari ini..Hari Kartini

Selamat ulang tahun ke-8 ..Ken.


Saturday 18 April 2015

Kuda Lumping

Kuda Lumping (di desa kami disebut Ebeg) pernah menjadi tontonan menarik nomor satu di hati saya.
Maklum saat itu tidak ada hiburan lain, televisi tidak punya, tetris juga tidak punya.
Maka setiap ada atraksi Kuda Lumping, saya berada di barisan terdepan.

Kala itu, awal 1980-an hampir tiap minggu ada pertunjukan. Meski harus berjalan jauh, saya rela demi melihat orang kesurupan. Apalagi di antara pemain kuda bohongan itu, ada dua yang jadi bahan obrolan remaja sekampung (karena kegantengannya). 
Hmmm...kala itu diam-diam sayapun mengagumi. 

Mereka yang jadi idola adalah seorang pria hitam manis bertampang kalem, dan satu lagi pria berkulit putih tinggi tegap berambut keriting.
Si keriting ini paling mudah kesurupan. Ia adalah pemeran si raksasa, mengenakan topeng bertaring menyeramkan. Sedangkan si pria imut justru paling susah hilang kesadaran. Sampai-sampai penonton gemas, dan menyuruh dia melupakan doa-doa, agar setan mudah masuk. Hahahah.

Saya paling takut saat barong keluar, karena kadang suka iseng mendekati penonton. Selain itu saya juga ngeri ketika pemain makan beling/kaca.  Lalu ada pula kesurupan setan harimau. Kesurupan model ini mahal biayanya, karena harus makan ayam segar.

Tapi ada yang menggelikan,  ketika pemain kesurupan setan monyet. Karena tampang mereka akan konyol, lari mencari-cari pohon kelapa, memetik buahnya lalu mengupas kulit kelapa dengan gigi. Pohon pisang juga jadi sasaran. 

Tapi dari sekian setan yang masuk ke badan mereka, yang paling apes tentunya kesurupan setan babi. Bagaimana tidak, ia akan tersuruk-suruk mencari comberan (bukannya terhibur saya malah kasihan). 

Berdasarkan gosip, setelah sadar para pemain kuda bohong ini akan merasakan sakit seluruh badan. Lha...bagaimana tidak, saat susah disadarkan kadang mereka dicambuk, kalaupun tidak, saat kesurupan mereka kan berguling-guling atau jatuh mak bruk..mak brek..dan mak gedubrak. Wajar saja kalau badan remek. 
Selain itu si pemakan beling akan merasa ngilu di gigi. 

Yang jadi pertanyaan saya  kemana beling itu, kenapa pemain tidak terluka ? Sampai saat ini saya belum pernah mendapatkan penjelasan secara ilmiah soal ini. Hanya jawaban singkat dari tetangga di RT sebelah, konon beling itu masuk ke perut setan!

Dan ada cerita seram di balik dunia kesurupan ini, beredar kabar pernah ada pemain Kuda Lumping yang saking susahnya disadarkan sampai meninggal dunia. Karena itulah saya selalu bernafas lega ketika diakhir pertunjukan seluruh pemain sadarkan diri dengan sukses.

Oh ya...satu lagi..masih berdasarkan bisik-bisik warga, ketika pemain kesurupan, pemain Ebeg melihat penonton sangat kecil..sekecil semut.
Walah....


Friday 10 April 2015

The Way You Walk.....

Teman-teman menggambarkan cara saya berjalanan mirip badut, atau mirip orang hamil. Waduh..sangat buruk. Jauh dari keanggunan khas wanita seharusnya.
Sayapun membayangkan burung Flaminggo di Kebun Binatang Ragunan yang berjalan begitu agung, dengan kaki panjang langsing elegan. Saya merasa kalah jauh feminim dibanding burung berbulu merah muda ini.
Sayapun minder. 

Mencoba memperbaiki diri,  browsing lah saya di internet, mencari panduan berjalan yang baik.
Beginilah caranya :
Pandangan lurus ke depan (lah..gemana kalau saya mau  belok ya..hahaha), bahu dan kepala tegak (bayangkan ada buku di kepala dan jaga jangan sampai buku jatuh), busungkan dada, lalu tahan/tarik dinding perut ke belakang, dan sedikit tunggingkan panggul bak pantat lebah. Saat melangkah kaki kiri dan kanan harus dalam posisi segaris.
Ehemmm....Maka saya praktekanlah teori ini.
Tu, wa, ga, pat...Wadaw.....baru 10 langkah sudah capekkkk. Dan dilangkah ke 11 gaya jalan saya sudah kembali  ke alamnya 
Hahhahah

Sayapun mengeluhkan hal ini pada kaca-kaca di dinding. Oh..betapa susahnya berjalan cantik. Yah setidaknya meski rupa saya amburadul tapi jika cara jalan saya seperti manuk Flamenggo,  bisa menjadi sedikit kelebihan.

Mungkin kah saya salah bedong? Hahahha. Tidak mungkin..setahu saya bedong bukanlah untuk membuat kaki lurus, tapi membuat bayi hangat. 

Ketika saya keluhkan hal ini ke Emak saya...dengan santai Emak berkata: 
"Lha..emangnya kamu mau jadi peragawati? Jangan membuat berat hal-hal remeh. Jalan itu yang penting tujuannya, bukan gayanya. Berjalan ke arah yang benar...itulah yang paling mulia di mata sesama dan Tuhan"

Nyesss....kata-kata emak rasanya adem di hati

Makasih Mak

Monday 6 April 2015

Bobo Cantik

Jika suatu saat saya  bertemu dengan jin yang baru keluar dari botol, lalu saya diberi kesempatan mengajukan 3 permintaan, saya pastikan salah satunya adalah saya ingin memiliki jam tidur cukup, setidaknya 8 jam sehari. Bobo cantik...sehingga ketika bangun saya sudah ayu bak Syahrini.

Kenapa?
Delapan tahun terakhir, saya tak pernah cukup tidur.  Paling lama 4 jam perhari, lebih sering 2 jam saja..kadang 1 jam saya seperti judul lagu.
Karena itulah saya mudah tertidur di mana saja, misal di stasiun saat menunggu kereta, di kereta, di bus, di angkot bahkan di atas motor ojek. Bagi saya semenit dua menit begitu berharga.

Kebiasaan saya tidur di mana saja ini sering menghasilkan cerita lucu yang bisa untuk bahan tertawaan orang lain atau setidaknya bisa buat saya tertawakan sendiri.
Misalnya, saat sedang menunggu kereta Bekasi (yang lamanya sungguh seperti menunggu datangnya tanggal gajian), saya sering tertidur duduk di tangga dengan memeluk lutut dan membenamkan kepala ke dalam tas. Kadang saking pulesnya saya baru terbangun ketika kereta Jawa lewat dengan peluitnya yang bikin kuping budeg sementara. Nah..saat saya kaget, saya akan bangun lalu  bingung arah. Tak mampu lagi saya mengenali jalur. Saya akan sempoyongan tak jelas sehingga kereta ke Kota saya sangka ke Bekasi. 
Jika peristiwa  ini terekam kamera, mungkin saya terlihat seperti sedang mabuk lem. 
Wkwkwkkw

Lalu, pernah saya tertidur di bus, jurusan Depok - Pulogadung. 
Karena sepi penumpang (Sabtu), sayapun leyeh-leyeh di dua bangku, dengan posisi sedikit miring berbantal tas. 
Berhubung AC super dingin dan cuaca hujan super deras,  maka datanglah kantuk menyerang tiada terkira. 
Wus..wus...Bus melaju dengan cepat di jalan tol, tanpa macet sedikitpun. Alhasil waktu tempuh yang biasanya dua jam, mengkerut menjadi 20 menit. 
Rekor yang keren. 

Tapi kecepatan bus ini berdampak pada berkurangnya waktu saya  tidur. Begitu bus berhenti di Terminal Pulogadung, saya masih pulas. Posisi saya yang miring membuat tak terlihat oleh supir dan kondektur. Merekapun turun dan menyangka  semua penumpang sudah keluar.
Zzzzzz..saya  tertidur pulas seperti bayi umur sehari.
Hingga kemudian saya merasakan tepukan keras di bahu.
"Mba...bangun...! Ya ampun..Mba belum turun dari tadi. Ini bus udah mau balik ke Depok lagi. Mba barusan tidur apa pingsan?"
Astaga... sembari bangun gelagapan, saya hampir tak bisa membuka mata.
Terhuyung saya turun diiringi gelak tawa penumpang satu bus.

Malu...? Pastinya, kan saya tidak ( belum) gila. Wkwkwk
Tapi setidaknya saya bisa menghibur penumpang yang galau karena tarif bus yang terus naik.

Ora papa. Jere biyungku..gawe seneng wong liya gede pahalane. Amal.

Gagal Mengingat

Jika ada orang yang selalu melupakan hari ulang tahun pernikahan, sayalah orangnya.
Entahlah...meski tiap tahun berjanji tahun depan tak akan lupa, tapi saya selalu melanggarnya.

Contohnya tahun ini, Maret, genap 9 tahun usia pernikahan kami. Januari sempat terpikirkan itu, dan berniat tak akan alpa. Tapi di April,  barulah saya kaget, Maret ternyata  sudah lewat!!
Pada akhirnya, tanggal sakral pernikahan tertutup oleh tanggal jatuh tempo rupa-rupa  tagihan. Wkwkwkkw

Entahlah..mungkin karena sejak kecil saya tak kenal perayaan selain Idul Fitri, Idul Adha, Maulid Nabi,  dan 17 Agustusan sehingga selain empat perayaan  itu, saya tak memikirkan. Ulang tahunpun tak pernah dirayakan, hanya kadang diingat, namun lebih sering terlupakan.

Oh iya...Orang tua saya..menikah sampai maut memisahkan. Pasang surut hubungan keduanya, saya sang saksi mata. Bertengkar, akur, bertengkar sampai hampir berpisah, lalu akur lagi..saya berada di tengahnya. 
Dan untuk tahun-tahun penuh perjuangan (mengalahkan ego masing-masing) tak pernah ada perayaan ulang tahun pernikahan. Bahkan saya yakin orang tua saya tak tahu kalau tanggal di mana mereka menjadi suami istri adalah tanggal yang patut dirayakan tiap tahun. 
Tapi toh ..tanpa perayaan..mereka berhasil melewati sejuta badai perkawinan sampai maut mencukupkan.

Ah..siapa bilang hidup dalam pernikahan itu susah? Jika iya, tak akan laku itu penghulu!

Sunday 5 April 2015

Penuh Keajaiban

Dia teman kuliah saya, sebut saja D. 
Begitu mudahnya ia kagum dengan hal-hal remeh. Misal...melihat orang menyeberang jalan ia  takjub. Ada orang berani tidur sendiri ia takjub. Ada orang naik angkutan umum ia takjub. Sungguh baginya hidup ini penuh dengan keajaiban.

Awalnya saya menganggap ia lebay, tapi semakin mengenalnya, saya sedikit bisa mengerti. 
Ia lahir dari keluarga mampu.  Hidupnya mulus laksana kulit Diana Punky.
Kemanapun ada mobil lengkap dengan supir yang siap melindunginya dari segala cuaca dan segala suasana. Bahkan ia pun tak bisa tidur tanpa menghirup aroma harum ketiak ibunya.

Dan ketika berteman dengan saya, tak henti-hentinya ia memekik takjub. Ya ampun..kamu bisa naik kereta sendiri..ya ampun..kamu mencuci baju sendiri, ya ampun..kamu naik angkot malam-malam...ya ampun kamu berani naik ojek, ya ampun kamu berani jauh dari orang tua? Apa kamu tak takut  dijahatin orang atau tertabrak kendaraan?
What? 
Giliran saya yang takjub..walah....kok ada ya orang yang tak berani sedikitpun mengambil resiko dalam hidup?

Pernah dia tiba-tiba berlinang air mata...
Saya tanya kenapa.
Sembari sesenggukan ia bercerita  panjang kali lebar .." Aku ingin seperti kamu..bisa menyeberang jalan sendiri, tidur sendiri, ke kampus sendiri. Tapi Ibu tak pernah mengijinkan...Ibu takut aku terluka.. aku ingin naik kereta..naik bus kota..bla bla bla....
Waduhhhhh...saya sebenarnya ingin tertawa geli, tapi saya malah ikut menangis. Bukan menangis untuk teman saya...tapi menangis untuk diri saya sendiri. 
Sebenarnya saya ingin menceritakan panjang lebar kalau mencuci baju itu menyebalkan, naik angkutan umum itu mengerikan, menyeberang jalan itu menakutkan...tidak punya uang itu neraka, punya banyak utang itu bencana...
Tapi..melihat kesungguhan ditangisnya, saya merasa.......beruntung.

Sesungguhnya..derita diciptakan agar kita bisa bahagia.

Tudingan Kejam

Saya sering kesal dengan sinetron, film, novel, atau cerpen yang mengambarkan padu padan begini : Cantik tapi tidak kaya, kaya tapi tidak cantik. Cantik tapi sombong, jelek tapi baik hati. 
Sungguh hal itu merupakan penggambaran yang amat membohongi..membodohi. Kenyataannya saya banyak menemui orang yang cantik, kaya, pintar, juga baik hati dalam satu paket.
Dan banyak juga orang yang jelek, sombong, dan tidak kaya juga tidak pintar.

Menurut saya, gambaran cantik tapi bodoh adalah kezaliman. Apa iya karena cantik tak boleh pintar? Betapa tidak adilnya.

Menurut saya tak ada orang cantik bodoh. Orang cantik pasti pintar. Paling tidak ia pintar menarik perhatian.
Orang cantik mau ngomong apa saja pasti didengar, ngomong tak penting pun akan terdengar penting. Orang cantik itu manusia unggul, dan dijamin mendapat kemudahan di mana-mana. Karena itu..please...jangan menghina orang cantik itu bodoh. Itu kejaammmmm.
Sebagai orang jelek..saya akui ikut marah melihat kekejaman ini, apalagi orang yang bener- bener cantik? Mereka pasti superrr marah!

Teman saya pernah mengeluhkan betapa tidak enaknya jadi orang jelek. Dia harus bekerja ribuan kali lebih keras dari pada rekan kerjanya yang cantik. Susah sekali "menyadarkan" orang -orang disekitarnya kalau dia "ada".
Walah....saya pikir bukan teman saya saja yang alami ini...tapi buanyak.
Dan untuk sang teman, saya hanya bisa menghibur dengan kalimat begini :
"Ada satu kalimat bijak,  bunyinya :   Setiap wanita itu cantik. Jadi kamu tak perlu risau".

Ealah...ternyata  bukannya ia  terhibur tapi malah merepet ngomel seperti knalpot, dan menganggap saya ....ngibul. 

Hahahhah.





Friday 3 April 2015

Tentara Jepang

Jelang akhir tahun ajaran, sekolah Ken mengadakan foto kelas. Kostum yang dipilih, tentara Jepang. 
Semula sempat bingung harus mencari seragam tentara Jepang dimana? Untunglah kemudian kostum disediakan sekolah. Anak-anak hanya diwajibkan membawa kemeja lengan pendek warna putih polos, lalu sepatu boots coklat dan kaos kaki panjang.
Si Ken tentu heboh tak sabar ingin segera foto. Meski sedikit batuk ( lagi mewabah dimana-mana), tapi tetap berangkat dengan semangat 45, sampai tak bernafsu sarapan. Semua tawaran makanan ini itu dia tolak.
Waktu pemotratan pun molor dari harusnya 11.30 WIB menjadi jam 13.30 WIB.
Sebenarnya saya ingin datang ke sekolah seperti orang tua murid yang lain. Tapi karena harus ngantor, saya cukup puas menerima kiriman foto dari guru melalui WA.



Saya perhatikan di sesi foto kelas, Si Ken paling serius. Tak ada senyum-senyumnya. Saya duga ia begitu menjiwai perannya sebagai tentara Jepang.
Maka bertanyalah saya : "Kak..kok paling serius..yang lain pada senyum. Biar mirip tentara betulan ya?"
Dengan ekspresi lempeng, sambil asyik main game..Si Ken menjawab " "Enggak kok Bu,.itu mah karena Keni lapar"

Gubrak!!
Saya ngakak dalam hati.

Wednesday 1 April 2015

Ahli Gizi

Melihat camilan diperkotaan  jaman sekarang, begitu banyak pilihan.  Sungguh ....terkadang membuat mata, lidah, otak dan dompet saya bingung.
Bentuk, bahan, warna, harga, kemasan dan rasanya begitu beragam, tinggal sesuaikan dengan selera dan dana.

Saat melihat jelly atau agar-agar, saya teringat jelly versi kampung buatan Si Mbah dan Ibu.
Bahannya sederhana: pati singkong, di jerang di atas tungku dicampur dengan parutan santan dan potongan pisang. Taraaaa...tak sampai lima menit, camilan kenyal sudah siap di makan.

Proses mengambil pati singkong juga mengasyikan. Singkong diparut, lalu diperas dengan kain. Memerasnya bukan dengan tangan, tapi dengan papan kayu yang ditekan. Setelah air singkong tertampung , patinya akan mengendap di dasar baskom. Sari pati inilah yang akan dijemur hingga kering menjadi tepung lembut. Nah...jika tepung super lembut ini dipanaskan dengan sedikit air..maka akan manjadi agar-agar versi kampung.

Lalu, saat melihat aneka keripik, ingatan saya kembali ke masa ketika jari-jari saya menghitam mengupas pisang mentah dan singkong, yang  kemudian diiris tipis dan di goreng dengan sedikit air garam.

Dan inilah daftar tambahan "camilan" masa kecil saya : rengginang, jagung, kelapa muda, salak, sirsak, mlinjo, pisang, duku, rambutan, asam, daging pala, duku, buah daun salam,  jambu air jambu biji, aneka dan umbi-umbian ( tales, singkong, uwi, angkrik, lendra yang semuanya lebih nikmat di bakar atau direbus).



Tapi diantara semua proses membuat makanan ringan, saya paling menikmati saat membuat rengginang. Menyenangkan... karena di atas daun waru saya bisa membentuk nasi ketan menjadi bulat pipih. Aroma daun waru akan bercampur dengan aroma alas daun kelapa yang dianyam sebagai alas jemurnya, menjadikan aroma rengginang menjadi begitu menggoda.

Namun ada camilan yang paling saya benci proses pembuatannya, yaitu kerupuk gadung.  Beuh..panennya susah. Sulurnya berduri, umbinya begitu susah dipanen karena kulit yang kasar. Ketika mengupas tangan bisa lecet-lecet. Lalu harus repot pula melumuri dengan abu dapur agar racun-racunnya hilang, untuk kemudian direndam di air sehari semalam. 
Tapi bagitu sudah jadi kerupuk, rasanya sepadan namun tetap menyusahkan..maksudnya susah berhenti ngemil. Maunya lagi dan lagi.
Hahahha

Nah..Itulah camilan kampung. Murah, sehat,  enak dan menenangkan, karena bebas bahan kimia, zat pewarna dan penambah rasa.

Jadi...jangan remehkan orang-orang kampung ya! Tanpa sekolah tinggi, secara alami, mereka itu ahli gizi yang hebat.

Lebih Pintar


Setiap Ken ujian atau ulangan, saya stress berat.
Kenapa?
Karena saya selalu membandingkan pelajaran Ken, dengan pelajaran saya di masa lalu.
Dulu di kelas 1 SD saya masih belajar membaca, kini  Ken sudah belajar soal matematika dengan  contoh soal begini :
Ayah membeli mangga 45, dimakan ibu 12, Berapa mangga tersisa? (Pelajaran ini dulu saya terima kelas 6 )

Lalu, ada pula materi presentasi ( seumur -umur saya sekolah  tidak pernah ada pelajaran presentasi). Dan ada juga materi menceritakan kembali (padahal dongeng yang harus di ceritakan ulang sepanjang 5 halaman bolak -balik). 
Lhaaaaa.

Saya ngeri betul membayangkan Keni mengerjakan soal. Saya ragu apakah dia bisa. 
Maka ketika Ken kebagian jadwal presentasi dan gurunya memberi kabar Ken bisa melakukan dengan baik, saya seakan tak percaya. Seperti apakah penampakan Ken ketika harus presentasi tentang cara membuang sampah yang baik?

Selain itu, setiap hasil ulangan dibagikan, saya gemetar  melihat angka-angkanya, selalu terkejut dengan soal-soalnya dan heran karena ternyata  Keni bisa menjawab.

Saya tersadar...
Anak-anak dibalik fisik kecilnya, jangan pernah diremehkan.  Mereka menyesuaikan diri dengan cepat, termasuk dengan pelajaran yang sekolah jejalkan setiap hari. Jika mereka sejak awal sudah mendapat pelajaran seperti contoh diatas, secara alami mereka akan menganggap itu biasa.

Kalaupun ada nilai Ken  yang kurang memuaskan, saya tidak akan kecewa.
Bagi saya sejelek-jeleknya nilai Ken, dia lebih pintar dibanding saya diusianya.

Dia lebih pintar ratusan kali dari saya.