Thursday 23 July 2015

Cacar Air

Saya diberi rejeki Tuhan untuk merawat dua anak kami yang  terkena cacar air. Karena itu saya ingin berbagi pengalaman.

Pertama Si Kakak. 
Kapan Keni tertular cacar, hanyalah persoalan waktu. Sebelumnya belasan teman sekolahnya sudah terlebih dahulu terkena.
Saya mencoba sebisa mungkin menguatkan Keni dengan suplemen vitamin.
Tapi..Keni yang tidak suka nasi, sayur dan buah, tentu menjadi sasaran empuk Si Virus Cacar. Tak mampu vitamin menangkal.
Awalnya saya kira hanya demam flu, dan hanya sehari. Tapi rupanya itulah masa virus berinkubasi (10-20 hari).
Pertama muncul luka kecil di dahi  dan langsung mengering. Saya pikir itu adalah luka karena duri sisa perkemahan satu hari (persari). Tapi ternyata itulah si bintik cacar yang telah pecah. 
Dua hari kemudian bintik lain mulai tumbuh di punggung, dan kaki. Jumlahnya tak banyak, tidak sampai 20 titik. Tak ada keluhan berarti dari Keni. Suhu normal. Tapi sekolah meminta Keni di karantina (alias tinggal di rumah) selama setidaknya 2 minggu). 
Tentu saja ini kabar gembira buat Keni yang tidak suka sekolah.

Bintik cacarpun  mengering dengan cepat, bahkan sebelum  pergi ke dokter. 
Saya beri keni vitamin : 
Stimuno  3 kali sehari @5ml
Madu 3 kali sehari (1 sdm)
Curcuma Plus 2 kali sehari (@5ml)
Vermint 3 kali sehari 1 capsul
Dua minggu kemudian  Keni sembuh total. Lega rasanya.  

Kedua, Kinan
Diawali dengan seminggu demam dan flu. Lalu tiga minggu sejak Keni cacar,  ada bintik berair di punggung Kinan. Awalnya saya kira hanya karena iritasi. Tapi kemudian muncul bintik serupa di sudut bibir kiri.

Oke..saya siap tempur. 

Tapi saya kaget, karena cacar yang menimpa Kinan lebih dasyat 10 kali lipat dibanding Keni. Suhu badan Kinan naik turun selama seminggu, flu berat dan muncul bintik cacar di seluruh tubuh. Jumlahnya ratusan.
Walah...saya panik.
Meski Kinan doyan makan nasi, sayur dan buah, di usia Kinan yang baru 16 bulan tentu berbeda daya tahannya dibanding Keni yang berusia 8 tahun.
Penanganannya Kinan saya samakan dengan Keni. Plus krim untuk di oles ke bintik cacar yaitu Clinovir (harganya hanya Rp. 4.125 untuk kemasan 5 gram, produksi Pharos)
Dua minggu kemudian Kinan sembuh dengan 4 luka bopeng di wajah..dan puluhan lainnya di badan. 

Maka selesailah urusan saya dengan dunia per-cacar-an.




Kesempatan Kedua

Sepersekian detik motor roboh, kami bertiga jatuh menumpuk. Pekik kaget Kinan membuat saya berusaha  bangun secepat mungkin.

Ardi tersungkur dengan darah mengucur dari hidung. 

Panik saya guncang tubuh Ardi yang sempat mengerang lalu terdiam. 
"Ardi..dengar Lik, Ardi....Ardi!!". 

Entah darimana, sekian orang datang menyingkirkan motor dari atas tubuh Ardi, mengangkat Ardi dari atas tanah kering keras tepi jalan dan mendudukan dalam posisi masih terdiam tanpa respon. 

Keponakan  yang saya gendong sedari bayi, keponakan yang selalu saya kangeni, keponakan yang rajin menyapa saya di BBM, keponakan yang sekian jam lalu baru saja menanyakan bagaimana menghilangkan bekas jerawat, keponakan yang beberapa jam lalu saya lihat mematut wajah di cermin, kini saya lihat terduduk dalam topangan entah siapa dengan wajah penuh darah dan debu.

Saya terus guncangkan tubuh Ardi, dan memanggil dengan suara  sekeras saya bisa. Dan dua puluh detik kemudian Ardi membuka mata. Saya tak kuasa menahan tangis lega.

Semua lalu seperti berputar dengan cepat..Tuhan mengirim orang-orang baik yang dengan hati emas rela menghentikan kendaraan mereka dan menolong kami ke petugas medis terdekat.

Sesampainya di klinik, saya bersyukur tak terkira. Kami bertiga selamat dari kecelakaan tunggal. Luka Ardi paling parah, dengan belasan jahitan di telapak kaki dan wajah, juga luka terbuka di lutut. Sedangkan saya mendapat luka tak seberapa di punggung telapak tangan kiri (tangan ini saya gunakan untuk melindungi Kinan dari benturan aspal) juga luka terbuka di lutut yang baru saya sadari sejam kemudian.
Kinan...dengan ajaib tak sedikitpun terluka. Hanya sedikit pelupuk matanya membentur tulang belikat saya yang menyebabkan sedikit   bengkak keesokan harinya.


Kami bertiga mendapat kesempatan kedua untuk lebih menghargai hidup.
Kami bertiga telah mendapat hadiah dari Tuhan..yang begitu besar, yaitu .....lolos dari maut.


Bekasi, 16 Mei 2015

*lik = tante

Ada Ibu Belajar Pada Anaknya

Bagi emak-emak seperti saya, kebahagiaan tertinggi ya soal anak-anak. Terutama saat anak-anak sehat. Itu rejeki yang luar biasa. Apalagi bila ditambah memiliki anak soleh dan pintar. Wuihhh..itu bikin dunia teras uindahh tenan.

Memiliki dua anak,  tentu ada dua karakter. Kali ini saya akan cerita soal Si Bungsu Kinan yang usianya 17 bulan.

Di balik tubuh mungilnya, Kinan memiliki jiwa besar yang terkadang saya justru belajar darinya.

Pertama, meski kerap dibuat menangis oleh kakaknya, Keni,  (dan selalu harus mengalah), tapi ia sayang sekali dengan Keni. 
Ketika saya marah dengan Ken, maka Kin yang menyabarkan. Bukan dengan kata"sabar" ( karena ia belum mampu mengucap itu), tapi dengan menaruh jari di bibir saya, menatap dengan memohon, lalu menepuk-nepuk dada saya.
Atau saat Ken menangis karena di marahi Bapaknya (akibat terlalu banyak main game), maka dengan sukarela Kinan menjadi "pemadam kebakaran". Ia akan mendekati kakaknya, mengusap-usap punggung, lalu mencium Keni, seakan berkata "Sabar..ya Kak"

Sewaktu saya, Kinan dan keponakan, jatuh dari motor dan terluka lumayan parah, Kinan yag 99,99% baik-baik saja, di depan pintu ruang perawatan memegangi tangan dokter kuat-kuat, lalu memandang lekat, seakan berkata "Dokter....mohon rawat kakak saya baik-baik". Sampai-sampai sang dokter berkata. "Baiklah..sekarang lepaskan tangan saya ya....biar saya bisa tolong kakak segera".

Selain itu, Kinan juga paling tahu bagaimana membuat saya tersenyum di kala susah. Bila melihat saya menangis , Kinan akan memandangi wajah saya dengan mata mengerjap jenaka, lalu "Ciluk...Ba.."
Tentu saja sedih saya langsung sirna seketika.

Sikap Kinan menyadarkan saya, betapa indahnya berpikir positif, betapa indahnya memaafkan, betapa indahnya kecerdasan emosi.
Tak ada gunanya cerdas intelektual jika tak mampu mengendalikan dan mengelola emosi.

Jadi ...emak..emak...jangan dulu bangga jika anak kita cerdas intelektual. Karena pintar otak tanpa pintar emosi...bagaikan pakai jaket tapi tak pakai celana.

Percayalah.

Monday 20 July 2015

Yuk Ke Jember Fashion Carnaval 2015


RajaDolan mempersembahkan :


Jember : Semarak Budaya & Keindahan Pantai 29-30 Agustus

Jember Fashion Carnaval : Event Internasional Tahunan yang sangat sayang untuk dilewatkan!!

Pantai Papuma & Payangan : Pantai paling terkenal di Jember.

Kini semuanya dalam satu paket perjalanan yang terjangkau.


Harga Paket : Rp 475.000/pax

Meeting Point : Stasiun Gubeng Sby/Term.Bungurasih Sby (29 Agt Pkl. 06.00)

Kuota Peserta : 12-14 orang


Include :

Transportasi selama tour, Tiket masuk Pantai & Acara JFC,

Penginapan, Dokumentasi, dan Guide


Exclude :

Transportasi dari dan ke kota asal, Makan, dan pengeluaran pribadi selama tour.



SMS/WA : Andri 081346548754

FB : RajaDolan

Email : SangRajaDolan@gmail.com




Wednesday 15 July 2015

Mini..Mini

Kemarin, tiba di Stasiun Manggarai, sudah pukul 9 malam. Di depan saya tiga wanita dengan pakaian minim berjalan tertatih-tatih berusaha melewati kerikil antar peron. Sungguh saking minimnya saya sampai hampir bisa melihat (maaf) pangkal paha mereka.
Satu diantaranya menggunakan hak sepatu tinggi runcing,  seruncing pensil sehabis diraut. Satu lagi memakai sepatu dengan hak setebal dua  tumpukan batu bata, lalu satu lagi menggunakan sepatu booth menutup separuh betis (jadi wajarlah mereka susah berjalan di atas kerikil).
Gaya yang mencengangkan, spektakuler, cethar membahenol.

Saya mengagumi ketiganya. Kemampuan mereka bersepatu dan berbaju seperti itu tentu membutuhkan kekuatan fisik dan kepercayaan diri tinggi. Saya kira mereka pun telah menguasai ilmu bela diri tingkat Jet Lee (sehingga berani mengenakan pakaian seperti itu ditransportasi umum). Mereka pastinya tak khawatir akan adanya pelecehan atau kekerasan seksual.

Dan siapa bilang berpakaian minim itu mudah? Sulit saudara-saudara.
Resikonya begitu banyak. Selain resiko mental yaitu digunjingkan, dicela, juga dibully, mereka harus kuat fisik yaitu tahan udara dingin, punya ilmu anti masuk angin, anti korengan, anti panu, kadas dan kurap. Semua harus terlihat mulus dan cling.
Butuh biaya yang tak sedikit kan?

Saya pribadi tidak terusik dan tidak mengusik mereka yang berbaju mini.
Karena hidup itu pilihan bukan?

Saya memilih untuk melihat semua dari sisi positif.


Wednesday 8 July 2015

Kemang

Setiap melewati daerah Kemang Jakarta Selatan, saya selalu senang memandang rumah-rumah mewah yang berjajar megah dan asri. Ukurannya rata-rata seluas 4 lapangan tenis, juga setengah atau satu lapangan bola. Tak ada yang seluas lapangan gobak sodor seperti rumah tinggal saya. 
Wkwkkwkw.

Melihat pagar rumahnya saja, saya mengira biayanya bisa setara dengan  3 rumah KPR tenor 15 tahun masa cicilan. Dan harga satu meter tanah di sana mungkin bisa seharga uang muka mobil.
Membayangkan tumpukan uang yang mereka punya..kepala saya puyeng.
Hahahahahha

Tentu saja saya penasaran siapa pemiliknya dan bagaimana kehidupan orang-orang di dalamnya.
Apakah mereka bahagia? Apakah mereka memiliki permasalahan hidup yang pelik?
Menurut suami saya, paling cobaan terberat dalam hidup mereka adalah terkena flu.
Waduh..enak nian ya?

Klo diterawang..pastilah mereka tidak pusing soal kebutuhan dasar sandang, pangan, papan dan bersenang-senang. Tapi masa iya..ndak punya masalah? 
Saya sih mengira-ngira masalah mereka selain flu adalah pasangan selingkuh, ketinggalan koper saat liburan, pesawat delay, hingga mobil mogok karena ban bocor. Tapi semua masalah itu sepertinya bisa diperingan dengan banyaknya cafe, club, restoran, dan butik yang bertebaran di sekitar rumah.

Ah..bisa saja saya benar, dan mungkin pula saya salah.

Tapi jika saya pikir-pikir, sebenarnya, saya tak usahlah terlalu terpesona.  Karena jika dibandingkan dengan rumah-rumah di kampung saya, dilihat dari segi luas tanah dan bangunan, tidaklah jauh berbeda.
Di desa tercinta, hunian penduduknya besar, karena dulunya tanah di sana tinggal patok saja..tinggal pilih.
Bahan bangunan rumah mudah di dapat, tinggal tebang pohon kelapa, kalbi, mahoni dan bambu. Semua murah meriah.
Ruang tamu bisa seluas lapangan tenis, kamar seluas lapangan gobak sodor,  ruang keluarga plus ruang makan seluas rumah tipe 36 lalu dapur bisa seluas lapangan bulu tangkis.
Dan karena dinding berasal dari kayu atau anyaman bambu, maka hawa di dalam rumah selalu adem seger..silir..silir, tak perlu AC tak perlu mahal bayar listrik.

Teringat saya kata-kata almarhum Bapak saya : Dadi wong aja gumunan....aja getun..biasa bae

Oke lah Bapake....

Wednesday 1 July 2015

Terimakasih Padang...Terimakasih Minions


Sabtu lalu Ken ribut ingin menonton Minions. 
Karena libur sekolah dia tak kemana-mana, maka kami meluluskan keinginan sederhananya.

Agar ada  kejutan,  saat akan menonton Minions, saya sengaja tidak membaca sinopsis, hanya mencuri dengar obrolan teman kalau ada dua kata Bahasa Indonesia di film segala usia ini,  yaitu "kemari" dan "terimakasih".

Jujur,  saya tertarik menonton film ini karena sang sutradara sekaligus  pengisi suaranya saya "kenal" kehidupan masa kecil hingga remajanya, yaitu Pierre-Louis Padang Coffin.
Saya adalah pengagum   karya -karya NH Dini (Ibu dari Piere). Semua buku NH Dini sudah saya baca, termasuk buku dengan  kisah Pierre di dalamnya.

Maka begitu film dimulai, sayapun pasang telinga lebar-lebar dengan berdebar-debar.

Eng..ing eng...Lebih dari sejam yang saya dengar hanyalah bahasa campur-campur dari Spanyol, Italia, Inggris,  dan Yunani
Karena tidak ada subtitle, maka untuk memahami bahasa campuran si mahluk kuning terang itu saya gunakan ilmu kira-kira saja. Sungguh saya tidak menangkap ada kata "kemari". Mungkin kata itu muncul ketika saya sibuk meredam tawa Ken yang hampir tak berhenti tergelak sepanjang film di putar.

Sayapun makin penasaran. Jangan-jangan saya melewatkan pula kata "terimakasih". 
Gawat!

Dan ketika film mendekati akhir, dimana  3 Minions (Kevin, Stuart, Bob) mendapat penghargaan karena berhasil mengembalikan mahkota (yang dicuri penjahat nomor satu di dunia)  ke tangan Ratu Inggris  Elizabeth,  Bob yang polos memeluk ratu dan mengucapkan kata..."terimakasih"

Horeeeee....mak jleb....jleb.. 
Tanpa sadar, diantara gelak tawa, saya menangis haru. Rasanya banggaaaa sekali mendengar satu kalimat ini. 
Hanya satu kata..tapi akan di dengar di seluruh penjuru dunia. 

Terimakasih Padang.
Panjenengan gawe awaku bangga dadi wong Indonesia. 
Matursuwun...



Catatan :
Pierre-Louis Padang Coffin adalah anak dari pasangan Diplomat Perancis (Yves Coffin) dengan penulis Indonesia Nh. Dini. Pasangan ini bercerai. Pierre-Louis Padang Coffin memilih menetap di Perancis. Sedangkan Nh Dini kembali ke Indonesia.