Monday 30 June 2014

Bertanggungjawablah


Saat anda sakit, terutama sakit menular, mulai dari flu hingga panu apalagi HIV, bertanggungjawablah pada diri sendiri dan juga pada orang lain.

Maksudnya?
Bertanggungjawablah dengan diri sendiri untuk segera sembuh, mulai dengan istirahat cukup dan makan bergizi, juga menjaga kebersihan diri dan tentu saja obati.


Selain itu bertanggungjawablah dengan tidak melakukan hal-hal yang mempermudah orang lain tertular.

Misalnya, jika ada flu, buanglah tissue yang anda gunakan untuk membersihkan hidung di tempat sampah tertutup, jika perlu, bawalah kantong platik dan ikat dengan rapat tissue bekas anda, barulah kemudian di buang. Gunakanlah masker untuk diri anda sendiri, dan lebih baik sarankan juga orang disekitar anda melakukan hal serupa. Jangan lupa juga tutuplah mulut ketika bersin. Bersihkan tangan sesering mungkin dengan menggunakan sabun/cairan antiseptik, terutama setelah anda memegang hidung, karena setelah memegang hidup anda pasti akan memegang benda apa saja yang mungkin saja akan di pegang oleh orang lain yang kemudian akan anda tulari.
Pikirkanlah bahwa orang yang bisa anda tulari memiliki anak istri dan suami yang bisa tertular pula. Bayangkan betapa menderitanya ketika bayi anak sahabat anda kemudian tertular. Dan penyebabnya  adalah  anda.


Mungkin flu dianggap hal sepele, tapi jika seorang bayi terkena flu, tak terbayangkan betapa menderitanya si bayi, dan tentu saja betapa susahnya sang ibu dan bapak yang harus berjaga siang dan malam demi membuat si kecil nyaman.


Pikirkanlah...pikirkanlah.


Jika anda bertanggungjawab tidak menularkan penyakit anda, maka anda akan begitu banyak memberi kebahagiaan bagi sekeliling.
Karena sehat adalah segalanya.

Sumber foto : health.syr.edu


Demi....

Seperti biasa, seperti ribuan hari sebelumnya, setiap saya akan berangkat ke kantor, Ken menangis dramatis. Menggunakan segala sikap dan kata-kata untuk menahan ibunya pergi, mulai dari melemparkan sejumlah benda  hingga tangisan sendu mendayu-dayu  sebagai pelampiasan amarah karena merasa di tinggalkan.

Segala penjelasan masuk akal yang saya sampaikan tidak mau ia pahami. Baginya, hanya ada dua pilihan mutlak, ibu tidak bekerja/ dirumah saja, atau ibu bekerja tapi dia ikut.

Jika sabtu minggu, kantor dan saya masih memberi tolerasi untuk membawanya ke kantor, karena memang pekerjaan tidak sepadat hari kerja dan jam kerja saya adalah pagi hingga sore. Tapi, hari senin-rabu, jam kerja saya pukul 15.00-23.30. Adalah sangat tidak mungkin membawa Ken di jam kerja yang larut. Tapi bagi Ken, jam kerja tak masalah selama dia dekat ibunya. Mungkin waktu libur kami yang tak pernah samalah yang menjadi penyebab kami tak punya banyak waktu bersama sehingga wajar Ken menuntut lebih.

Tapi hidup adalah pilihan bukan? Ketika saya memilih bekerja, saya dan Ken harus menangung segala konsekuensinya, termasuk tentu berkurangnya waktu kami bersama. Karena saya bekerja pun untuk keterjaminan masa depan kami bukan untuk kepuasan intelektual pribadi saya semata.

Dan, hari ini, ketika lewat tengah hari saya harus pamit  ke kantor, Ken menangis histeris, meminta di temani dengan tangis menyayat hati
" Temani Keni, Bu, kalau Ibu bekerja Keni dengan siapa? Keni selalu sendiri. Ibu selalu bekerja".
Lalu dengan marah dia melepas masker yang saya kenakan.
"Ibu sedang flu Ken, tidak boleh melepas masker, nanti Keni tertular flu Ibu"
Masih dengan berurai air mata Ken pun berkata,
"Ya sudah, Ibu kan sakit, kenapa harus tetap bekerja, kenapa tidak di istirahat di rumah saja? Keni saja kalau flu boleh tidak sekolah, dan disuruh istirahat seharian, kenapa Ibu tidak boleh?"

Saya terharu dengan perhatiannya,  campur geli dengan perbandingan yang dibuatnya.

Dalam hati..hati yang paling dalam, saya berkata :

Kadang, dalam kondisi apapun orang dewasa harus tetap bekerja, sakit sekalipun..demi sesuap nasi.

Kelak..setelah dewasa kamu akan mengerti.

Takir


Di masa SD saya, membawa bekal ke sekolah belumlah populer. Hanya disaat-saat istimewa saja kami diwajibkan membawa takir. Apa itu? Takir adalah nasi yang di bungkus dengan daun pisang atau daun jati, ditambah lauk-pauk. Ibu saya biasanya memberi saya nasi berteman ikan goreng mujair dan serundeng.

Takir ini akan saya tenteng ke sekolah  jika ada perayaan Maulid Nabi, Isra Mi'raj dan juga 17 Agustusan. Sehari sebelumnya saya sudah heboh mengingatkan agar Ibu tidak lupa menyiapkan lauk dan nasi, sementara sayalah yang bertanggungjawab menyiapkan daun pembungkusnya .

Dan "bobot" takir ini akan semakin oke, ketika malam takbiran, karena menunya biasanya istimewa, ada potongan daging sapi sebesar dadu monopoli, atau juga daging ayam, dan gurameh lengkap dengan potongan mentimun. Inilah takir paripurna yang sangat saya tunggu.

Kini, sudah puluhan tahun, jauh dari kampung halaman, takir tak lagi bisa saya nikmati. Di Jakarta, sebagai gantinya saya sering menikmati nasi kotak atau nasi bungkus kertas minyak. Tapi seenak-enaknya nasi kotak, tak pernah bisa mengalahkan sedapnya nasi takir khas kampung saya.

Dan....diawal ramadhan ini, terbayang di mata, nasi takir dengan lauk potongan daging sapi plus serundeng kelapa, dinikmati bersama di  mushola desa kami yang sederhana.

Amboiiii..nikmatnya.


Sumber foto :  dekap.com

Saturday 28 June 2014

Cinta Pertama


Ketika kelas 2 SMP saya diam-diam jatuh cinta dengan Ketua OSIS ( hahah..setipe banget yah dengan sinetron-sinetron ABG di televisi ). Dan dimana-mana, yang namanya Ketua OSIS, pasti banyak yang menyukai. Saingannya  banyak, mereka lebih pintar, lebih kaya juga lebih cantik dari saya. Karena itulah saya lebih memilih memujanya dalam hati saja.

Nah..disekolah saya ada kebiasaan unik ketika pembagian rapot. Juara satu sampai 3 tiap kelas akan diumumkan di saat upacara bendera hari Senin. Yang namanya disebut harus maju ke depan tiang bendera, di jejerkan dengan rapi jali. Dan saya bertekad ada dibarisan bergengsi itu. Kenapa? Karena saat berbaris disitulah satu-satunya kesempatan saya bisa bersebelahan dengan Si Ketua Osis ini. Hahahah..modus..modus..

.
Untuk mengalahkan dia di posisi satu tidaklah mungkin, karena saya lemah di matematika. Sementara Si Ketua yang saya  kagumi ini jago disemua mata pelajaran.

Wah..ketika nama saya dan dia dipanggil berurutan, serasa melayanglah jiwa dan raga. Jantung saya berdetak keras. Bukan karena grogi dilihat oleh ratusan pasang mata, bukan karena predikat rangkingnya, tapi..karena saya begitu dekat dengan Sang Ketua.


Dan..ada satu moment yang akan saya ingat seumur hidup sebagai kenangan lucu cinta monyet. Saat itu Guru Bimbingan Penyuluhan (BP) memberi kami semua secarik kertas, dan kami di beri pertanyaan yang sama : Seandainya ada kelompok belajar, siapakah yang akan kalian pilih sebagai teman satu kelompok. Sebutkan maksimal 4.


Seminggu kemudian diumumkan bahwa nama sayalah yang paling banyak disebut oleh teman-teman. Dan...tebak siapa yang menyampaikan hasil survey itu kepada saya? Sang Ketua OSIS!

Tiba-tiba, dia yang berada cukup jauh dari tempat duduk saya, mendekat, dan berkata pada saya :

"Ada pesan dari Pak Bambang (Guru BP kami), kamulah yang paling disukai teman-teman di kelas ini. Jadi jika nanti ada teman yang berselisih, kamu diharapkan membantu menyelesaikan"


Olala..Itu adalah kalimat pertama, dan satu-satunya yang ia katakan pada saya sampai akhirnya kami lulus SMP.


Dan sayapun bertanya-tanya, diantara 4 nama yang dia tulis di secarik kertas, apakah dia menuliskan nama saya?


Entahlah...saya rasa  tidak.

Friday 27 June 2014

Pujangga Picisan

Ketika anak-anak hingga  remaja cita-cita saya menjadi pujangga. Banyak puisi yang saya tulis, bahkan ratusan. Diusia SD, puisi saya banyak soal alam, masuk SMP barulah ada puisi percintaan.

Saya beberapa kali diam-diam jatuh cinta pada seseorang, yang hanya bisa saya ungkapkan lewat puisi. Semakin saya merana, semakin mendayu dan semakin banyaklah puisi tercipta. Kadang saya membuat di atas  pohon jambu, di pinggir kolam, atau di pingggir kali sambil memancing ikan. Hahahaha

Beberapa lomba puisi sempat saya ikuti ketika SMP, tingkatnya kabupaten. Tapi semakin sering saya ikut, semakin saya sadari, lebih baik saya menulis puisi saja, karena saya amat buruk terlihat ketika berpuisi di atas panggung. Baju sederhana, tampang bersahaja, tangan gemetar karena grogi, suara kemresek, dan wajah tanpa ekspresi selain memelas. Aneh kan, ketika membaca puisi heroik, tapi tampang saya tetap memelas? Hahahha. Jadilah saya memutuskan pensiun begitu dini dari ajang lomba baca puisi.

Pernahkah saya ikut lomba cipta puisi? Pernah, tapi selalu kalah. Sayapun putar otak, bagaimana cara agar bisa  eksis tanpa malu? Hingga kemudian, ketika  SMP saya kirimlah puisi ke majalah anak-anak lokal terbitan Semarang.
Dan..amboiiii...akhirnya ada nama saya dengan puisi tentang desa saya tercinta yang tercetak disana. Nama majalahnya CERIA (terbitan Semarang, dan sekarang sudah tidak terbit lagi). Rasanya....wuaaahh....luar biasa. Tak henti-hentinya saya pandangi nama saya, sambil bertanya-tanya..ini bukan mimpi kan?

Seminggu kemudian datanglah wesel, honor dari puisi saya, besarnya Rp 2500. Hahah.untuk saat itu bukan jumlah yang besar, tapi bukan pula jumlah yang terlalu kecil. Tapi..setidaknya itu hasil dari karya saya sendiri.

Dan setelah satu puisi itu, ada dua puisi lain yang akhirnya berhasil pula mejeng di CERIA. Ini semakin meyakinkan saya kalau karya saya ternyata tidak jelek-jelek amat. Namun hingga kini, memang hanya tiga puisi itulah hasil tertinggi dari "karir" saya sebagai pujangga. Setelah, SMA lalu dewasa dan penuh derita malah saya kehilangan selera menulis puisi. Lagipula setelah hidup di Jakarta, dan saya bisa datang ke toko buku kapan saja....saya ternganga dan merasa tidak ada apa-apanya dibanding begitu banyak nama besar yang tercetak di beberapa buku puisi,  yang tak mampu saya beli.

Maka tamatlah kepujangaan yang ada di jiwa saya.

Sumber foto :koleksikemalaatmojo2.blogspot.com

Thursday 26 June 2014

SD Rose Mini


Ini SD Keni nanti, namanya SD Kreativitas Anak Indonesia. Alamatnya ada di Jalan Kedongdong, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Sekolah ini dibina DR Rose Mini A.P,MPsi, psikolog yang biasa disapa bunda Romy. Halaman sekolahnya cukup luas dengan aneka hewan mulai dari burung, tupai, hingga kura-kura, ada juga rumah pohon yang bisa dipakai bergelantung ala tarzan. 

Ketika trial class si Ken langsung suka dengan guru dan teman-temannya. Bahkan tak mau pulang.


Sekolah Dasar ini masih baru, Keni adalah angkatan ke dua. Bahkan kelas pertama hanya ada 6 murid dengan dua guru..aih..enak banget ya, pasti kelasnya sangat efektif. Nah..kalau kelasnya Keni nanti satu kelas 15 anak dengan 2 guru.




Sebagian sarana belajar masih dalam tahap pengerjaan. Ada pula kolam renang, dan sarana olahraga outdoor. Bagian favorite dari sekolah ini buat Keni sih musholanya yang dibuat seperti gazebo tapi dengan ukuran yang lebih luas.



Yang saya suka dari kurikulum di sini, tidak berbeda dengan ketika Si Ken TK, konsepnya Multiple Intelligence, dimana tidaklah ada anak yang tidak pintar, yang ada adalah setiap anak itu cerdas adanya, dan kecerdasannya bisa berbeda satu sama lain.  Ada 9 kecerdasan  antara lain, cerdas sosial, cerdas angka, cerdas bahasa dll...intinya..setiap anak adalah istimewa.
Semoga saja..Sekolah ini bisa jadi rumah kedua untuk Si Ken selama 6 tahun ke depan.


Tuesday 24 June 2014

Kejarlah Daku Kau Kuracun



Rekor 8 tahun rumah kami bebas  tikus runtuh sudah. Bukan karena di kalahkan oleh tetangga, tapi karena dua minggu lalu ada tikus kebun (yang kami duga) masuk lewat pintu dapur yang terbuka.

Awal pertemuan saya dengan Si Tikus sungguh berkesan. Kami berpapasan tanpa sengaja saat ia baru keluar dari bawah kulkas dan saya baru dari kamar mandi. Mirip film Tom And Jerry kami berdua sama-sama kaget sebelum akhirnya Si Tikus lari tunggang langgang. Sayapun secepat kilat mengejar dengan gebuk lalat. Tapi apa daya..Si Tikus kabur dengan suksesnya.


Detik itu pula saya kibarkan bendera perang dengan satu tujuan..enyahkan Si Tikus dari rumah!

Langkah pertama, saya masih berniat baik. Saya buka pintu lebar-lebar dengan harapan Si Tikus keluar rumah suka rela  segar bugar. Saya obrak abrik semua sudut rumah bermaksud   menggiringnya keluar. Tapi cara ini tak membuahkan hasil.

Saatnya skenario kedua. Saya ke toko untuk membeli jebakan tikus, model kerangkeng(mini). Si Pemilik toko meyakinkan jebakan ini sungguh pintar dan mampu menjebak tikus dengan mengurung tanpa mampu lagi keluar. Cara ini lebih manusiawi, karena Si Tikus akan tertangkap hidup-hidup. Dan juga jebakan ini tidak membahayakan anak-anak. Sebagai umpannya, keju Si Keni saya cuil . 

Tapi...Empat hari berlalu sia-sia. Tiap pagi saya berharap akan melihat tikus mondar-mandir di dalam perangkap. 
Namun..nihil.

Strategi lanjutanpun saya atur. Segera saya balik kanan ke toko, kali ini membeli jepit tikus ala Tom and Jerry. Keju Si Ken diam-diam saya cuil lagi  untuk umpan jebakan. 

Weladalah...hampir 4 hari jepitan itu diam membisu..tak ada bunyi...jebrettt..cit..cit..cit.

Saya ambil langkah ke empat. Kali ini dengan lem tikus. Tapi..lagi-lagi bukan tikus yang nempel, justru lebih dari tiga kali kaki saya nempel di situ gara-gara tidak sengaja, mengantuk dan lupa sehingga lembar lem terinjak oleh saya . Inilah yang  namanya senjata makan tuan. Wkwkwkkw

Akhirnya, ibarat baterai hanphone, kesabaran saya sudah tinggal satu strip dan berwarna merah. Saya googling tips menjebak tikus. Tertulis di situ cara pamungkasnya adalah dengan racun tikus dan disarankan menggunakan racun tikus yang akan membuat tikus mati tanpa bau. 
Nah..ini dia senjata pamungkas saya. Saya tidak mau lagi tidur tak nyenyak gara-gara Si Tikus ini. Semua agenda kejar mengejar harus disudahi!

Lalu sayapun bergegas ke toko, membeli racun tikus. 
Dapat! 

Warnanya merah muda dengan bentuk seperti pelet umpan ikan. Segera saya tebar umpan ini di sudut-sudut rumah (yang saya duga jadi jalur Si Tikus mondar mandir).
Malam pertama.."menu istimewa" ini utuh. Malam kedua masih utuh. Weladalahhhh... Cerdas bin Sakti betul ini tikus!.


Tapi di hari ketiga.....berhasil!! 

Saya lihat tikus tergeletak lemas disamping gundukan umpan.
Hiks..sebenarnya tak tega melihatnya. Tapi demi kesehatan keluarga, binatang ini harus segera enyah dari rumah saya.


Suamipun memindahkan Si Tikus yang sedang koma tersebut ke kebun belakang. Dan Si Tikus tewas dengan tenang.



Akhirnya perang kami menangkan.

Koki Terbaik

Nenek saya semasa hidupnya tidak pernah memiliki dan membaca buku resep masakan, tidak pernah kursus masak dan tidak pernah pula menonton televisi dengan saluran masak memasak. Tapi soal rasa masakan, bolehlah Nenek di adu dengan koki  yang banyak mondar mandir di televisi.

Apa rahasianya? Entahlah.
Dari kecil saya sering menunggui Nenek saya masak di dapurnya yang super sederhana. Tapi saya tidak pernah menemukan bumbu yang aneh-aneh. Hanya bumbu dasar, bawang merah, bawang putih, daun salam, lengkuas, daun bawang, merica dan ketumbar.

Saya biasanya hanya bertugas mencicipi asin tidaknya, sambil sesekali mengambil kayu bakar di samping rumah.
Setelah masakan matang  barulah saya makan dengan lahap. Lauknya jadi teman nasi jagung, nasi beras, atau nasi singkong alias tiwul.
Tapi ada satu yang unik, yang baru saya sadari setelah dewasa. Ketika memasak Nenek tidak pernah mengupas kulit bawang merah dan putih. Cukup di cuci bersih, di memarkan lalu di iris kasar. Inikah rahasia enaknya masakan Nenek?
Bisa jadi...


Dan ketika saya coba praktekan sendiri..ternyata rasanya memang lebih gurih. Lalu di Asian Food Channel saya lihat ada juga satu koki yang melakukan hal serupa. Sekilas saya lihat Si Koki bilang ada kandungan tertentu di kulit bawang yang bisa menambah rasa masakan dan lebih  menyehatkan tubuh kita.


Wow..Nek..ternyata..Nenek lebih hebat ..Nenek sudah terlebih dahulu melakukan itu sejak 60 tahun lalu.

Saturday 21 June 2014

Taman Tanpa Nama

Taman dengan sepuluh angsa ini rapi dan bersih. Tapi orang yang baru pertama kali melihat akan susah mengenalinya, karena dibuat tanpa papan nama. Warga sekitar menyebutnya Taman Dokter Erman Susilo. Kenapa? Karena sebelum di beli pemprov DKI, Dokter Erman Susilo-lah pemilik tanahnya.
Taman ini tak terlalu luas. Tak sampai satu lapangan bola. Begitu melewati pintu masuk dan pos penjagaan, di sisi kiri akan terlihat danau buatan seukuran 2 kali lapangan bulu tangkis. Nampak sebagian angsa bermalas-malasan di tepinya, sebagian lagi berenang sambil bercanda. 
.

Ditengah taman ada ayunan dan juga tempat duduk yang sejuk terlindung tanaman sulur, lalu di belakang bangku ada kali yang membelah taman lengkap dengan dua jembatan kayu yang cukup lebar.Kalinya sangat jernih, tanpa sampah, dan terlihat rumah belut disana-sini.
Taman ini sangat cocok untuk anak belajar banyak hal, tenang dan sejuk

Jadi jika suatu saat nanti anda melintas di Jalan Kahfi, Ciganjur, Jakarta Selatan..tidak ada salahnya mampir beristirahat sejenak di sini. Yuk...





Tipu-Tipu Lucu-Lucu 2


Kring....Kring..
Ada telepon masuk dari nomor yang tidak saya kenal.
"Hallo.." Saya menyapa dengan nada menyelidik
"Hallo..lagi dimana ini?"
Suaranya kok saya kenal. Mirip dengan teman kantor.
"Lagi di rumah, saya ngantor sore. Ini siapa? Mas Angga ya?"
"Iya..iya..ini saya mau minta tolong..saya ditilang polisi...
Mendengar kata ditilang polisi, teringat saya akan kisah teman yang pernah kena tipu dengan modus mengaku teman sedang di tilang. Sayapun segera pasang kuda-kuda waspada. Langsung saya pura-pura tak menangkap jelas suaranya..
"Apa..apa mas....suaranya putus-putus !" Langsung hp saya matikan.

Kring..Kring.. Kring..nomor itu lagi.Saya angkat
"Ini siapa, Mas Angga kah?"
"Iya,iya..ini Mas Angga.."
Hahaha..dalam hati sy ketawa. Mana mungkin Angga menyebut dirinya Mas Angga...wkkwkw...lalu saya pura-pura tak jelas menangkap suaranya
"Putus..putus, Mas.."
Lalu saya matikan lagi handphone.
Kring..kring..nomor itu lagi dua kali..saya abaikan.
Lagian masa iya, Angga akan minta tolong ke saya, wong saya sama dia bukan sahabat akrab. Ngobrol dikantor pun hanya sekedar masalah kerjaan.
Nah..selang beberapa hari saya ketemu Angga, saya tanyakan soal telepon tilangnya. Ternyata memang bukan dia. 
Modus penipuan yang hampir saya alami sebelumnya pernah teman saya alami. Karena kesal, teman saya akhirnya menjawab telepon penipu dengan kalimat begini :
" Hei..saya polisi..masa kamu mau tipu juga". 

Ups..telepon pun langsung dimatikan.

Tipu-Tipu Lucu-Lucu 1


Teman saya menjual mesin cuci untuk usaha laundry di salah satu situs jual beli online. Si Penipu pun menelepon pura-pura membeli. Dan dengan gaya orang kaya, dia bilang akan beli tanpa menawar. 

"Pak pembayarannya, lewat transfer saja ya"
Teman saya menjawab : "Oke"
"Nanti saya pandu ya Pak, yang penting Bapak ke ATM dulu"
"Oke"
Nah teman saya ini kan sudah tau kalau dia mau di tipu, jadi teman saya inipun pura-pura lugu.
Sepuluh menit kemudian Si Penipu menelpon lagi.
"Pak..sudah di ATM?"
Teman saya menjawab sudah. Padahal teman saya sedang leyeh-leyeh di rumah ngopi dan nonton televisi. Lalu Si Penipu itupun dengan semangat membara memberi panduan. 
"Saya pandu ya Pak, begini caranya, Bapak pencet tombol..bla..bla..bla..pilih transfer, lalu ..bla..bla..bla."
Teman saya dengan santai menjawab.. "Ya..ya...sudah..sudah..oke..oke"
Nah..Si Penipu inipun girang bukan kepalang. Setelah selesai memberi petunjuk ini itu iapun segera menutup telepon dengan ucapan terimakasih yang bertubi-tubi.
Teman saya ya senyum-senyum santai aja.
Tak lama kemudian...kring..kring teleponpun kembali berbunyi dari Si Penipu lagi.
Kali ini nadanya tinggi 
"Pak, kok dana yang tadi di transfer nggak masuk, gemana sih!"
Dengan tenang teman saya menjawab
"Loh....kan harusnya yang dapat uang lima juta saya, kan saya yang jual..bukan saya yang transfer lima juta ke Bapak. Kalau mau nipu..hati2 Pak"

Wkakakak..
Indahnya bisa menipu tukang tipu..

Sunday 15 June 2014

Kastono Master of Toa


Diawal tahun 1980-an, di desa saya relatif sedikit hiburan. Lalu bagaimana cara kami menyenangkan diri?
Bagi saya, hiburan yang mengasyikan adalah ketika ada tetangga yang memiliki hajatan, baik itu sunatan ataupun pernikahan. Kenapa? Bukan karena makanannya, tapi karena si empunya hajatan akan memasang pengeras suara (toa) setinggi mungkin menggunakan sebatang bambu. Lalu toa itu akan disambungkan dengan tape bertenaga accu/baterai  yang siap memutar lagu-lagu riang ataupun sedu mendayu-dayu.

Kala itu lagu Gelas-Gelas Kaca sedang membahana luar biasa..Nia Daniati, Betaria Sonata, dan Iis Sugianto sedang berjaya diudara. Jadi lagu mereka bertiga inilah yang sering berkumandang, membelai daun bambu, daun pisang, dan daun telinga saya tentunya.

Disela-sela pohon singkong, beralaskan daun pisang, saya duduk menyimak merdunya suara mereka sambil sesekali ikut bersenandung. Saya sih hafal sekali lagu-lagunya, karena  punya buku khusus yang isinya lirik lagu masing-masing penyanyi, yang saya tulis sendiri.

Lalu, siapakah dibalik kesuksesan toa yang membahana? Kastono namanya. Ia terkenal seantero kampung. Dialah yang mengoperasikan seperangkat alat menakjubkan yang bisa menghibur kami semua. Berkat keahliannya dalam bidang per-toa-an, maka dia menjadi andalan bagi siapa saja yang ingin berpesta. Amboi... Kastono...tiada duanya. Dialah penguasa satu-satunya dunia hiburan hajatan kala itu.

Soal penampilan Kastono tak terlalu menarik bagi saya. Ia lelaki tinggi kurus berkulit coklat. Tapi, kemampuannya mengumandangkan lagu-lagu di toa membuat ia sangat istimewa dimata warga.

Kini, seiring jaman, kebiasaan menyewa toa sudah tergusur oleh hiburan orkes dangdut.

Entah kemana Kastono sekarang..mungkin menyimpan alat toanya..dan sesekali mengenang masa jayanya.

Sumber foto :

Terong-Terongan

Kamis,12 Juni 2014

Pulang gladi bersih wisuda, Si Ken minta ke Taman Dadap Merah, tak jauh dari rumah. Saya girang, karena itu tandanya hiburan murah meriah. Dan sekalian juga saya mau ambil foto buat kompetisi.

Sampai di taman sepi sekali. Amboiii......senangnya. Hanya ada dua wanita yang sedang menyuapi anaknya. Maka jadilah saya jungkir balik foto beragam gaya dengah harapan dapat hadiah gadget. Ya..ini sedikit tidak tahu diri..karena sudah tahu pasti kalau kompetisi  foto, saya  kalah...Hahaha.

Nah..setelah puas pose norak, saya duduk sambil minum mengusir panas. Tiba-tiba seorang ibu  yang sedang menyuapi anaknya berteriak ke saya dari jarak yang lumayan jauh..

"Mba..lagi nungguin terong ya?" Aha..saya bengong..perasaan di taman ini tidak boleh ada tukang sayur mayur. Lagipula saya sudah beli terong kemarin. Belum sempat saya menjawab,(baru nyengir saja) Si Ibu itu sudah berkata lagi..

"Belum banyak yang datang, yang juara -juaranya belum datang"

Haaaaa..juara? Apa ada kompertisi terong. Terong segar apa yang udah dimasak?

Lalu Si Ibu menunjuk ke arah rumah mewah yang ada di gerbang masuk taman.
"Kalau mau minta foto bareng nanti aja mba, tunggu Saiful Jamil dan Rina Nose aja"
Saya makin bingung..apa Saiful Jamil dan Rina  jualan terong?

Daripada bingung, saya pura-pura aja faham. Mengangguk-angguk, dan menjawab"Ya..ya ya..Bu"

Sejam kemudian, Si Ken telah bosan bermain dan  minta pulang. Olala..di depan pintu taman saya melihat ada mobil bertuliskan Dterong. Inikah yang Si Ibu tadi maksudkan, Keren amat ya..sekarang jualan terong sudah menggunakan mobil keliling..apa karena yang jualan artis ibu kota? Mungkin terongnya organik, sehingga pasti bergengsi, sehat dan harganya mahal. Mungkin Saiful Jamil dan Rina Nose sudah mengikuiti jejak Melly Manahutu yang menjadi petani organik. Wuih...dalam hati saya terkagum-kagum.

Nah..malamnya, tak sengaja, saya menonton televisi yang isinya orang bercanda-canda lalu bernyanyi-nyanyi dangdut..dan mereka menggunakan mike yang semua berbentuk terong. Dan ada layar besar dibelakang mereka dengan tulisan Dterong. Owalah.....weladalah..ternyata ini toh yang si ibu itu maksud

Wkakakka..sy jadi tertawa sendiri..
Ternyata bukan terong organik.


Sumber Gambar : www.buahuntukdiet.com

Friday 13 June 2014

Balada Ikan

Bapak saya PNS merangkap petani bibit ikan. 
Dimasa kecil saya, untuk menjual ikan, Bapak harus berjuang laksana perang. 
Betapa tidak ? 
Bapak harus memikul rombong (semacam keranjang anyaman bambu yang dilapisi ter sehingga kedap air) ke pasar sejauh 10 km. Pasarnya ada di dua desa tetangga, Gumiwang dan Lengkong atau di kecamatan sebelah (Purwonegoro).

Nah, untuk mencapai pasar ini Bapak harus naik bukit turun bukit sambil memikul rombong yang bagi saya sama berat dengan gajah lagi duduk.

Kadang saya ikut ke pasar dan sering  berkhayal (jika nanti ikan laku saya mau minta jajan ini itu) .

Dalam kepala, saya membuat daftar yang ingin saya beli, yaitu :

Pecel sayur
Mi Kremes
Jipang
Ondol (terbuat dari singkong  yang dibentuk bulat kecil lalu ditusuk seperti sate)
Berondong Jagung
Dawet Ayu
Es Gosrok

Tapi kadang, ketika ikan yang kami jual tak laku (biasanya ditawar terlalu rendah) sambil terusuk-suruk pulang, saya hapus daftar belanjaan saya.


Sedih.....bukan karena batal jajan, tapi karena melihat Bapak yang harus begitu keras berusaha namun tidak ada hasilnya.


Sambil melawan terik matahari, dibalik punggung Bapak yang basah oleh keringat, diam-diam saya menangis. 

Ketika Bapak menengok dan bertanya kenapa, saya jawab :
"Kelilipan ..."


Hahahha

Saya suka sekali melihat Bapak menghitung ikan. Ada cara khas untuk menghitung bibit. Lima ikan di hitung satu. Jadi kalau dua, artinya sepuluh ekor ikan, tiga artinya 15, begitu seterusnya sesuai kelipatan lima. Saat menghitung akan seperti bernyanyi. Suaranya merdu. Saya membayangkan jika Bapak saya menyanyi mungkin suaranya tak kalah sama Bob Tutup Oli, namun sayang, sampai Bapak meninggal saya belum pernah sekalipun  mendengar Bapak menyanyi.

Tapi menurut saya bagian paling menyenangkan adalah saat membersihkan kolam, karena itu waktunya bermain lumpur. Saya naik ke pendorong lumpur, lalu Bapak akan mendorong kebagian pembuangan..wah..rasanya seperti bermain sky.
Setelah selesai mandi lumpur biasanya kuku kaki dan tangan saya akan coklat kehitaman berhari-hari.

Puluhan tahun berlalu..sekarang ketika Bapak sudah berpulang, bayangan kerja keras beliau selalu memberi saya semangat ketika "jatuh". 

Kerja keras Bapak, demi kami anak-anaknya bagaikan nyala api yang selalu menerangi langkah saya...kemanapun

Terimakasih Bapak...
Doa kami selalu menyertaimu

#MenjagaApi


Terpencil Dan Lucu


Di kampung saya  (Luwung) yang indah, hijau dan penuh ikan, ada banyak hal yang membuat saya kalau mengingatnya pasti tertawa, minimal tersenyum-senyum sendiri.

Pertama, orang menyebut motor itu Honda..apapun merk-nya..ya disebutnya Honda..jadi jangan heran jika ada pertanyaan begini ;

"Hondanya merk apa, Yamaha ya?"

Selain itu dikampung saya orang menyebut mobil dengan motor.

Begitulah



Jaman saya kecil, di Luwung juga tidak ada warung makan, jadi jika ada pejalan kaki tersesat di kampung kami, alamat bakal sengsara, karena untuk menemukan warung harus ke desa tetangga dengan jarak sepuluh kilo. Dijamin pingsan sebelum pintu warung kelihatan.

Satu lagi.....Kampung saya yang terpencil, punya akses ke jalan raya kabupaten via desa tetangga. Untuk ke desa tetangga, harus menyeberang sungai dengan jembatan ala Indiana Jones. Jembatan ini ada diatas sungai Serayu yang lebar, dalam dan banyak mistiknya.
Jembatannya model jembatan gantung, yang saat kita melintas benar-benar serasa mau mati ditiang gantung. Bagaimana tidak, jembatan yang panjangnya kurang lebih 100 meter itu terbuat dari kayu dengan kiri kanan tanpa pengaman, hanya dua utas tali di kiri kanan sebagai tempat bergantung. 
Dulu untuk  ke sekolah menengah atas, selama 3 tahun, setiap hari dua kali sehari saya harus menantang ajal disini. Jatuh atau terpeleset....matilah sudah.....jatuh ke sungai 25 meter di bawahnya, dengan kedalaman sungai konon sampai 100 meter (kami menyebutnya kedung).

 
Untuk urusan jembatan ini saya punya trik....jika jembatan bergoyang keras (karena saking banyaknya yang melintas), maka jangan diam dan panik, saya justru ikut menggoyang jembatan sehingga saya bisa dapat keseimbangan. Karena jika saya diam, sayalah yang akan terpental.

Sebisa mungkin saya juga menghindari berpapasan dijembatan ini. Jika diujung jembatan saya lihat ada yang akan menyeberang maka lebih baik saya mundur menunggu hingga jembatan benar-benar kosong.

Bagi saya, berpapasan di jembatan, itu artinya 5 cm menuju kematian.
 
Jika ingat jembatan ini, saya tersenyum sendiri, mengingat betapa hebatnya penduduk di desa kami bisa melaluinya dengan selamat.



Sumber foto :  gumiwang.penadesa.or.id dan ilhamilaraswidyani.blogsopt.com

Tuesday 10 June 2014

Televisi Dan Roda Gila

Diawal tahun 80an, ketika saya balita, keluarga kami memiliki televisi hitam putih 14 inchi. Waktu itu di desa kami yang memiliki televisi bisa dihitung dengan jari. Saya ingat persis, habis magrib begitu banyak tetangga yang datang untuk menonton. Bapak saya senang sekali karena bisa ada teman ngobrol. Apalagi jika diputar film G/30SPKI, wow..penonton penuhhhh sampai keluar pintu rumah. Sayangnya, seumur-umur sampai film itu sudah tidak ditayangkan lagi, saya belum pernah sekalipun nonton. Menurut Ibu saya filmnya penuh kekejaman berdarah-darah, juga jam tayangnya yang tengah malam sampai hampir pagi, tidak cocok untuk saya kala itu. Alhasil saya kadang hanya terbangun, dan terbengong-bengong sebentar. Sayup-sayup terdengar di telinga saya ada yang berkata di televisi " Darah itu merah, Jenderal" Lalu saya tidur lagi.

Karena belum ada listrik, televisi hitam putih kami dinyalakan dengan accu. Jika strumnya habis, maka gambar di layar akan seperti kue lapis yang miring-miring. Nah...itu artinya saya dan Bapak harus segera bersepeda ke desa tetangga untuk mengisi ulang strumnya. Biasanya untuk proses strum menyetrum ini butuh waktu sehari, yang terasa sangat lama bagi saya. Karena sehari itu bisa berarti saya tidak bisa menonton Klompencapir, atau menonton Kamera Ria, atau Si Unyil.

Bagi masa balita saya, televisi itu sangat berharga dan tiada duanya. Selesai menonton Ketoprak, saya akan sangat begitu terhanyut oleh ceritanya, sampai kadang saya ikut merana.

Tapi kami tak lama memiliki televisi ini. Untuk satu alasan yang saya kala itu belum terlalu paham, televisi itu di jual, lengkap dengan lemari super besar yang selama ini "membingkai" televisi kami. Padahal lemari itu sudah saya tulisi nama saya dengan sangat tebal dan jelas dibagian belakangnya menggunakan spidol warna hitam. (Belasan tahun kemudian ketika saya datang ke saudara yang membeli lemari itu, nama saya masih terpampang disana). Amboi..sedihnya. Hati terasa di sayat-sayat.

Seiring dengan penjualan televisi dan lemari, menyusul juga dijual sepeda BMX kebanggaan kaka saya. Sepeda BMX warna biru muda yang saat itu sedang heboh luar biasa.
Yang tersisa di rumah kami kemudian hanyalah satu radio tua, yang segera jadi satu-satunya kebahagiaan saya.

Dunia memang berputar seperti roda..kadang seperi sepeda roda tiga atau seperti roda-roda gila.

Sejak saat itu pula..tak ada lagi tetangga yang berbondong-bondong ke rumah kami..justru sayalah yang kemudian nebeng menonton televisi di rumah tetangga. Olala...

Monday 9 June 2014

Air Mengalir Sampai Ke Tetangga


Rumah kami di kampung selalu dilimpahi air dari mata air yang super jernih, sejernih air mata.Tak kenal musim, air selalu ada.

Tapi di masa kecil saya 25 tahun lalu. sebagian warga desa masih mengandalkan sungai untuk MCK. Nah..mereka ini yang kelabakan jika musim kemarau tiba. Kenapa? Karena Sungai Betewe yang melintasi kampung kami selalu kering di musim kemarau. Kenapa? Sungai Betewe itu adalah salah satu sungai sumber debit air untuk Waduk PLTA Mrica. Saat kemarau otomatis debit air berkurang. Untuk mencegah krisis air (yang bertugas menggerakan turbin sehingga terciptalah listrik), maka dibendunglah sejumlah sungai. Salah satunya ya Sungai Betewe itu. Nah..desa kami yang berada di hilir sungai tentu terkena dampaknya, air sungai menyusut 99%.

Dan jika kemarau tiba itu artinya kami harus siap menerima tamu-tamu yang datang untuk meminta air mentah, mencuci, mandi dan juga buang air besar dan buang air kecil. Dan keramaian ini sering dimulai sebelum adzan subuh. Lah..siapa sih yang mandi sebelum adzan subuh? Ada....Biasanya adalah mereka yang pengantin baru (ehem..ehem). Pokoknya kamar mandi kami yang sederhana itu selalu gegap gempita.

Tapi dari sekian banyak tamu itu..ada satu yang sering bikin kami merana. Kenapa? Karena mandinya superrrr lama. Paling cepat satu jam. Aih..kebayangkan klo yang antri mau buru-buru. Si Bapak ini konon kabarnya adaah Don Juan kampung tetangga. Punya pacar dan istri banyak. Wheladalah....

Mata air di sekitar rumah kamipun menjadi sumber air bagi tetangga desa. Mereka menggunakan ratusan meter selang plastik. Saking banyaknya saya bisa melihat selang menjalar-jalan seperti ular disepanjang sungai. 
Dan jika tiba-tiba air selang berhenti mengalir maka Bapak saya akan berjalan menyusuri panjang selang mencari penyebabnya. Biasanya karena ada sambungan selang yang copot, ada kepiting kecil yang masuk ke selang dan terjebak di dalamnya, atau selang sudah di penuhi lumut sehingga menyumbat atau mengecilkan aliran air. 


Ah..inget bening dan segarnya air dirumah jadi ingin sekali pulang kampung.

Saturday 7 June 2014

(Bukan) Dunia Lain

 Hotel E**f, Mekah Akhir Maret 2014

Selesai tawaf, sampai di hotel sudah hampir tengah malam. Mungkin saking lelahnya saya malah sulit tidur. Sementara teman sekamar saya sudah terlelap. 
Sambil rebahan saya menonton tv dengan maksud menunggu kantuk. Eh bukannya kantuk yang datang, tapi tamu tak diundang. 

Tiba-tiba saya merasakan seluruh tubuh kaku dan tidak bisa digerakan. Lalu dari lemari kayu di sudut kamar, munculah banyak sekali orang. Mereka berbicara tapi tak tertangkap jelas ditelinga saya apa yang mereka bicarakan. Suaranya riuh rendah seperti orang sedang berpesta. Anehnya semua membelakangi saya, sehingga tak ada satupun wajah yang terlihat jelas.
Weladalah, walau penampakannya tidak seram, tetap saja mereka hantu, tetap saja saya takut.

Saya lalu membaca segala macam ayat Alquran yang saya bisa. Dan setelah berjuang sekuat tenaga untuk bergerak ...akhirnya....
bisa!
Wusss...semua keramaian hilang.

Segera saya bangunkan teman sekamar. Saya panggil-panggil tidak ada jawaban. Saya goyang-goyang badannya tidak ada gerakan. 

Walahhhhh..ini tidur apa pingsan? 
Dengan panik layaknya adegan film hantu, saya lari keluar kamar dan mengetuk pintu sebelah, berniat "mengungsi". Weladalah..lagi-lagi ndak ada yang bangun. 
Dengan gemetar saya kembali ke kamar, lalu menyalakan tv lebih kencang. 

Alkhamdulillah..setelah tak henti-hentinya baca Ayat kursi saya bisa tertidur hingga kemudian teman sebelah membangunkan saya untuk berangkat ke Masjidil Haram pukul 02.00. Lumayan bisa tidur 30 menit.

Siangnya, diluar hotel barulah saya cerita ke teman-teman soal hantu blau semalam.

Teman-teman tentu ketakutan. Untunglah siangnya kita pindah ke hotel lain. Nah di kamar yang baru kembali saya dapat tempat tidur didekat lemari. Weladalah..sepertinya saya berjodoh dengan lemari. Tapi Alkhamdulillah saya tidak melihat penampakan apa-apa.

Ternyata oh ternyata.. cerita teman-teman di kamar lain..malah lebih cethar membahana, karena yang mereka lihat ternyata seribu kali lipat lebih menyeramkan! Mereka di temui Om Pocong dan Tante Kunti.

Weladalah...ternyata di Arab ada dua makhluk "ajaib" itu.

Yang tak kuat baca cerita saya..tolong lambaikan tangan yaaa

Xixixixiixix....

Pisang, Tepung Beras dan Doa



Sebulan setelah dirawat di RS karena gangguan pencernaan, Kinan kembali diare. Duh....terbayang rumah sakit, jarum suntik dan infus. Haruskah terulang ? 
Tidak.. tidak mau.

Sambil menekan rasa panik saya ubek-ubek buku-buku lama untuk mencari "buku sakti" andalan saya ketika Keni lahir dulu (ditulis oleh Vicky Lansky).  Ketemu...!
Ada hanya satu halaman membahas tentang penanganan diare, diantaranya memberi si kecil sereal nasi dan atau pisang.

Sayapun berhitung. Usia Kinan sudah 4 bulan satu minggu. Googling sana sini, ada sebagian pendapat, bayi sudah bisa diberi makanan pendamping di atas usia 17 minggu. Ah..pas sekali dengan usia Kinan saat ini.

Bismillah dengan niatan memberi kesembuhan, saya secepat kilat mencari pisang ( pisang yang sudah matang sempurna, dengan tanda ada bintik-bintik kecoklatan dikulitnya, agar mudah di cerna) dan tepung beras organik Gasol.

Pertama saya memberi Kinan pisang. Dengan cara di kerok saya masih harus bergulat dengan refleks menelan Kinan yang tentunya belum sempurna. Lucu juga melihat reaksi Kinan atas rasa makanan non susu pertamanya, ia sedikit mengerutkan bibir dan dahi lalu menatap saya bingung seolah bertanya " Emakkkkk..kau beri apa aku?". 
Lumayan, habis 1/3 buah.

Lalu selang 4 jam saya berikan bubur nasi beras merah murni tanpa campuran rasa apapun. Nah..yang ini Kinan sangat suka. Malah dia menangis meminta lagi ketika saya berhenti menyuapkan bubur hambar itu.

Hasilnya..? Sempurna.....
Feces Kinan kembali normal. Amboiiii, saya lega selega leganya. Bahagia seperti orang yang baru menang perang. Akhirnya saya bisa mengalahkan diare tanpa obat kimia sedikitpun !

Gelak tawa Kinan kembali membahana. Wajahnya berseri seperti matahari pagi.

Ah..indahnya menjadi seorang ibu..dan betapa sederhananya untuk bahagia.