Seperti biasa, seperti ribuan hari sebelumnya, setiap saya akan
berangkat ke kantor, Ken menangis dramatis. Menggunakan segala sikap dan
kata-kata untuk menahan ibunya pergi, mulai dari melemparkan sejumlah
benda hingga tangisan sendu mendayu-dayu sebagai pelampiasan amarah
karena merasa di tinggalkan.
Segala penjelasan masuk akal yang saya sampaikan tidak mau ia pahami.
Baginya, hanya ada dua pilihan mutlak, ibu tidak bekerja/ dirumah saja,
atau ibu bekerja tapi dia ikut.
Jika sabtu minggu, kantor dan saya masih memberi tolerasi untuk
membawanya ke kantor, karena memang pekerjaan tidak sepadat hari kerja
dan jam kerja saya adalah pagi hingga sore. Tapi, hari senin-rabu, jam
kerja saya pukul 15.00-23.30. Adalah sangat tidak mungkin membawa Ken di
jam kerja yang larut. Tapi bagi Ken, jam kerja tak masalah selama dia
dekat ibunya. Mungkin waktu libur kami yang tak pernah samalah yang
menjadi penyebab kami tak punya banyak waktu bersama sehingga wajar Ken
menuntut lebih.
Tapi hidup adalah pilihan bukan? Ketika saya memilih bekerja, saya dan
Ken harus menangung segala konsekuensinya, termasuk tentu berkurangnya
waktu kami bersama. Karena saya bekerja pun untuk keterjaminan masa depan kami bukan untuk kepuasan intelektual pribadi saya semata.
Dan, hari ini, ketika lewat tengah hari saya harus pamit ke kantor, Ken
menangis histeris, meminta di temani dengan tangis menyayat hati
" Temani Keni, Bu, kalau Ibu bekerja Keni dengan siapa? Keni selalu sendiri. Ibu selalu bekerja".
Lalu dengan marah dia melepas masker yang saya kenakan.
"Ibu sedang flu Ken, tidak boleh melepas masker, nanti Keni tertular flu Ibu"
Masih dengan berurai air mata Ken pun berkata,
"Ya sudah, Ibu kan sakit, kenapa harus tetap bekerja, kenapa tidak di
istirahat di rumah saja? Keni saja kalau flu boleh tidak sekolah, dan
disuruh istirahat seharian, kenapa Ibu tidak boleh?"
Saya terharu dengan perhatiannya, campur geli dengan perbandingan yang dibuatnya.
Dalam hati..hati yang paling dalam, saya berkata :
Kadang, dalam kondisi apapun orang dewasa harus tetap bekerja, sakit sekalipun..demi sesuap nasi.
Kelak..setelah dewasa kamu akan mengerti.
No comments:
Post a Comment