Saturday 31 October 2020

Sandal Jepit

 


Saya mengenal seseorang  yang tidak bisa memakai sandal jepit. Ia terbiasa memakai sadal selop. Saat dipaksa mencoba sandal jepit ia sulit berjalan. 


Tapi, bagi saya sandal jepit itu juara. Sewaktu saya kecil, sandal jepit yang putus menjadi  sangat istimewa karena bagian pelat (jepitannya) bisa di tukar dengan kerupuk berbentuk angka delapan ke Tukang Rongsok keliling.

Bahkan kadang saya rela keliling RT mencari sandal jepit putus yang dibuang pemiliknya (kala itu bagian pelat sendal terbuat dari plastik, kalau sekarang sebagian besar berbahan karet  yang tidak bisa ditukar ke Tukang Rongsok).

Jadi, sandal jepit saat putuspun sangat bisa membuat saya bahagia, bisa memberi saya cemilan kerupuk angka delapan. Wkwkwkw.


Saat kuliah saya juga  memakai  sandal jepit. Pernah saya diusir dari  ruang kuliah karena memakai sandal jepit. Sang Dosen bilang " Kamu mau kuliah apa mau ke WC? ") . 


Menurut saya sandal jepit  itu nyaman dipakai. Selain tentunya harganya murah. Tidak seperti bersepatu, bersandal jepit itu ringan, adem, tak lembab. Tak perlu berkaos kaki. Perawatannya juga sederhana. Tak harus repot menyikat terlalu lama dan cepat kering. Apalagi saat musim penghujan, basah bersandal jepit pasti lebih ringan dibanding basah bersepatu.

Lalu derita bersandal jepit paling sebatas kaki gosong kena matahari dan berdebu. Tapi gampang lah, kalau berdebu, tinggal cuci kaki saja, kalau warna kulit gosong..dari bayi udah gosong kok , apalagi yang harus dikeluhkan.


Lalu teman saya bertanya," Ke mall mewah berani nggak lo pakai sandal jepit, ke hotel berbintang lima berani ngga lo pakai sandal  jepit kebanggaan lo itu ?" Mungkin lo berani, tapi lo mampu nggak ke tempat mewah itu? Sebenarnya menurut gue bukan soal sandal jepitnya, tapi soal siapa yang memakai sandal jepitnya. Kalau yang makai sandal jepit Luna Maya, ya pantes-pantes aja keluar masuk tempat mewah pakai sandal jepit. Luna Maya cakep, bersandal jepit pun  pakai mobil mewah...Lahhhh elooooo...paling banter pakai bajaj!. Jadi bukan soal nilai sandal jepitnya, tapi siapa yang makai! Paham?"



Hahahahah..iyaaaaa. Teman saya sekali lagi benar.


Friday 30 October 2020

Ngabuburit Tahun 1980-an

 


Tahun 1980-an, di desa kami,  anak-anak dan remaja  menunggu waktu berbuka dengan berjalan-jalan menyusuri pinggir Sungai BTW. Sungai ini mengalir di sepanjang jalan penghubung antar desa.

Jam 16.00 WIB, beramai-ramai saya dan teman-teman berangkat menuju pinggir sungai dan menyusuri sepanjang 300 meter.  Jalan tanah berkerikil yang diapit sungai dan sawah menawarkan angin senja sejuk segar . Tak perlu takut ada kendaraan yang melintas. Saat itu di kampung kami paling top orang memiliki sepeda onthel. Jalanan benar-benar milik kami. 

Di sisi kanan dan kiri jalan rerumputan tebal menjadi bantalan duduk yang nyaman. Ditambah ada rerumputan berbunga (entah apa namanya)  yang bunganya bisa kami rangkai menjadi bando cantik.


Sementara sungai menjadi daya tarik tersendiri. Saat haus menahan dahaga puasa, melihat sungai membuat hati menjadi adem. Di sungai yang kadang bening kadang butek, kami bisa melihat warga sekitar mandi, mencuci baju, mencuci sayur dan beras juga buang air besar (ehhhhhh..wkwkwk). Oh ya,sesekali ada warga yang melarung plasenta ke sungai. Sangat menarik menyaksikan plasenta yang diletakan di dalam kendil perlahan menjauh, diiringi doa agar kelak sang anak bisa sukses merantau, mendapat segudang pengalaman dan kekayaan. Aamiin.


Oh iya...saat ngabuburit ini juga digunakan remaja untuk saling tebar pesona dengan gebetan. Tenang, mereka sangat sopan kok, paling hanya sekedar ngobrol ringan atau sekedar saling lirik saja. Dari sekian banyak yang ngabuburit, ada satu remaja putri yang sangat menarik perhatian saya. Ia sangat cantik dan pintar. Saya sangat ingin menjadi seperti dirinya. Ia selalu menjadi pusat perhatian siapa saja. Setiap ia datang, bak putri, saya terlongo mengaguminya. Bahkan kadang saya sengaja berada di dekatnya hanya ingin menyimak apa yang ia bicarakan, atau ingin melihat kulitnya yang putih bening dan rambutnya yang lurus panjang terkepang. Kata-katanya halus lembut tertata. Kadang saya sangat berharap ia menyapa saya, tapi itu tak pernah terjadi.


Eh, bener ngabuburitnya hanya cari angin saja? Iya. Tak ada tukang jualan layaknya ngabuburit di perkotaan. Makanan buka dan sahur ya makanan rumahan. Kolak buatan emak kami masing-masing tiada duanya. Jadi ngabuburit kami  benar-benar hanya duduk-duduk di pinggir jalan melihat sungai dan sawah. Sesekali jika beruntung bisa melihat barisan burung Kuntul di pematang. 

Istimewa. 


Sunday 25 October 2020

Temanku, Pelinduku

"Pandemi Covid-19 begini kamu masih berani naik angkutan umum dan bekerja full 5 hari dalam sepekan? ". Teman saya memasang muka kaget seperti melihat Dinosaurus beranak Gajah.  Saya pun ngakak. 

Memang seperti itulah. Saya menggunakan kereta dan ojek untuk menuju kantor. Tentunya dengan mematuhi aturan ya..pakai masker, jaga jarak (sebisa mungkin) dan cuci tangan.

Perusahaan tempat saya bekerja tidak memungkinkan untuk work from home.

Jalani saja lah ya, jangan mengeluh. Malah kudu bersyukur masih bisa bekerja.


"Emang kamu sakti ya? Kamu kebal Corona? "

Lahhhhhh..mana bisa. Digigit semut aja saya masih teriak seperti digigit buaya, bagaimana mau sakti?

Selain patuhi protokol kesehatan, yang utama menurut saya asupan makanan dan minuman sih. Kita harus pastikan apa yang masuk ke tubuh kita itu mendukung sistem imunitas ya.  Lawan dari dalam, karena yang kita lawan kan tidak kelihatan..virus.


Teman saya pun terlihat cemas. Meski dia mulutnya setajam parang tapi hatinya sebening batu es di kulkas . Ia pun kemudian memberondong saya dengan segala macam nasehat. Nasehat baik agar saya bisa aman dari Covid-19. Dan kata-kata pamungkas dia diakhir nasehat adalah...."Apa yang  bisa aku bantu?" So sweet. Ini yang bikin hatiku meleleh seperti lilin yang mati terbakar. 


Teman saya ini ahli ilmu perherbalan loh. Kalau dia tiba-tiba menghilang coba cari di bawah pohon jahe, atau di bawah pohon kunyit...bisanya dia nongkrong di situ. wkwkwkwkwk. Pokoknya dia sehat sentosa berkat herbal. Tapi karena dia tahu saya itu tak pandai bertanam rempah, tak cakap merebus dan meracik herbal, dia pun menyarankan saya minum Herbadrink. Semua dia suruh saya coba  mulai dari Herbadrink Sari Jahe, Wedang Uwuh, Temulawak, Kunyit Asam, Kunyit Asam Sirih Madu. 

Pokoknya saya tidak perlu repot, hanya tinggal seduh. Tapi teman saya masih bertanya begini " Bisa masak air kan, tinggal seduh air panas bisa kan? Gak usah banyak protes, minum!" Wkwkwkwkkw 

Siappppppp 



Berdasarkan petunjuk teman saya itulah, saya makin percaya diri menghadapi pandemi. Pertama yang saya coba rasa Jahe. Si Jahe ini saya juluki Si  Kuat Antiinflamasi yang kaya nutrisi. Herbadrink Jahe saya minum pagi sore ya, sebelum berangkat dan setelah pulang kerja.  Kalau malam jelang tidur  saya minum Herbadrink Wedang Uwuh. Kalau sedang mens minumnya yang Kunyit Asam atau Kunyit Asam Sirih Madu. Kalau badan terasa penatttt banget karena banyak begadang,  saya cocoknya minum Herbadrink Temulawak.

Hasilnya..sejak awal pandemi delapan bulan lalu hingga kini saya tidak pernah sakit. Saya bisa bekerja tanpa gangguan kesehatan. Dan apa yang saya minum juga  untuk melindungi dua anak dan suami saya loh. Karena dari kami berempat saya lah yang paling banyak beraktivitas di luar sehingga paling berpotensi membawa kuman dan terinveksi virus. Apa jadinya kalau saya terpapar dan kemudian menularkan. Intinya..saya sehat, keluarga saya juga sehat. 


Petunjuk dari teman saya soal Herbadrink  ini benar-benar luar biasa. Dia melindungi saya dan keluarga  dengan caranya.


Sudah dulu ya..saya mau seduh Herbadrink Jahe dulu.... Oh ya,yang mau ketemu teman saya...coba cari di bawah pohon Temulawak ya..siapa tahu dia lagi tiarap di situ. Wkwkwkwkwk












Monday 19 October 2020

Cara Mudah Jadi Chef


Ketika saya bilang tak bisa masak, teman saya mencibir dengan luar biasa. "Emang kamu siapa, keturunan konglomerat? Istri konglomerat? Kalau mau makan ngundang Chef ke rumah untuk masakin? Atau setiap mau makan tinggal delivery order?  Belagu kamu"
Lhaaaaa...saya kan jadi tak enak hati. Padahal saya memang tak bisa masak ala-ala chef. Saya masak hanya bisa tumis menumis dan goreng menggoreng. 
Tapi anehnya ketika saya kemudian bilang : "Oke... saya bisa masak ",  teman saya juga tak percaya. " Sombong banget. Bisa masak apa kamu? Bikin bakwan saja kamu gagal".
Lhaaaaaa.. salah lagi..salah lagi.

Demi membuktikan pada diri sendiri kalau semua orang itu bisa masak, saya pun bertekad untuk belajar memasak. Belajar dari siapa? Kursus masak dengan pengajar chef? nanti teman saya akan bilang.... "Belagu kamu, kaya istri pengusaha aja". 
Hahahha... saya belajar dari Aplikasi Memasak Yummy  saja kok. Tidak repot hanya cukup download di playstore atau appstore  (https://yummy.onelink.me/Fhn6/YummyBlogComp)

Begitu membuka aplikasi,  saya langsung disapa sebagai Chef..hehehe.. senangnya. Berasa sejajar sama Chef Renata..wkwkwkwkwk.

Di Yummy Ada begitu banyak rekomendasi masakan, mulai dari yang sederhana sampai yang jauh dari sederhana.  Saya praktekan mulai dari yang sederhana dulu, seperti aneka telur dadar, tahu crispy, dan aneka makanan berbahan dasar mie.

Kenapa saya suka aplikasi Yummy?  Karena disitu ada petunjuk yang sangat jelas, perkiraan waktu yang dibutuhkan saat memasak, dana yang dibutukan, porsi untuk berapa orang,  hingga kehalalan masakan ( ada keterangan tanpa babi atau tidak). Jadi sangat menolong bagi pemula, atau bagi orang yang terlambat belajar masak seperti saya. Terlambat banget karena setelah 41 tahun saya baru sadar kalau kemampuan memasak saya masih biasa-biasa saja. Wkwkwkwk.

Oh ya, teman yang mencela ketidakmampuan memasak saya, jago masak loh. Dia emang seperti lahir untuk menjadi ahli dapur. Sejak kecil digembleng ibunya memasak . Saya ingat 20 tahun lalu saat kami masih kuliah, ia menunjukan pada saya buku resep masakan milik neneknya, tulisan tangan, dan diwariskan turun-temurun. Ada resep sambal hingga masakan rumit macam rawon. Dulu saya iri dengan buku resep teman saya itu karena saya tidak boleh menyonteknya. Menurut teman saya itu rahasia keluarga yang menjadikan garis keturunan keluarganya unggul dan dijamin disayang suami dan anak (karena jago masak). Wow.

Tapi sekarang saya rasa, saya bisa menandingi buku resep masakan sakti milik teman saya itu dengan aplikasi Yummy . Iya kan? Heheheh. Eh iya..di aplikasi Yummy bisa juga berbagi resep masakan, dan nantinya bisa dapat poin yang bisa di redeem atau diuangkan. Wahhhh bisa nambah penghasilan kan. Ini sih poin yang bikin saya nambah semangat belajar dan bercita-cita kelak bisa share juga resep masakan, sehingga bisa menambah penghasilan. Keren banget yak ini aplikasi Yummy.





Wednesday 7 October 2020

Tangan Panas

Meski pernah bercita-cita menjadi insinyur pertanian, tapi hingga menua saya tidak tergerak untuk menanam tumbuhan ini itu. Padahal sejak pandemi Covid-19, di medsos berseliweran orang berfoto dengan tanaman bunga dan sayur hasil berkebun sendiri. Cantik sekali. Sayurnya cantik, yang nanam juga cantik dan ganteng. Segerrr liatnya.



Hingga kemudian saya menonton Channel Liziqi di Youtube. Wah...kehidupan yang sangat indah. Dia tinggal di pedesaan dengan segala rupa tanaman sayur buah dan rempah yang Mbak Liziqi tanam sendiri. Sayapun berkhayal  hidup seperti Mba Liziqi. 


Tapi keindahan khayalan memang tidak berbanding lurus dengan kenyataan. Tanah sejengkalpun saya tak punya. Halaman rumah kontrakan depan belakang sudah disemen semua. Mau nanam di mana? Teman saya memberi saran..tanam aja di ketek lo. Ihhhh..asemmmmm.



Lalu teman saya yang mulutnya tak pedas, memberi saran agar saya membeli media tanam. Kemasan segede bantal hanya Rp10 ribu.

Baiklah saya melipir ke tukang tanaman. Berasa bangga bisa beli media kehidupan bagi sayur mayur saya di masa depan.


Segera saya mengumpulkan apa saja yang bisa jadi pot bunga. Benih beli di warung 2 ribu perkemasan. Ada 3 jenis benih, bayam,tomat dan pakcoy.

Berbekal kemasan mie instant cup, dan bekas es krim saya tabur lah benih-benih kehidupan nan mengkilat dan imut.


Tiga  hari kemudian..emejing rasanya melihat pakcoy tumbuh dengan cantik..bergerombol hijau dengan daun mungil.

Wahhh saya langsung sombong..pamer di grup whats up, japri teman, lalu upload di story instagram. Saya sombong tingkat dewa. 


Hari ke lima muncul menyusul tunas bayam...wahhh..jumawa saya dan nafsu ingin pamer melanda..meronta.. .

Dan hari ke 10...munculah tunas tomat. Waahhhhhh..keriyaan saya membuncah tumpah.

Setiap saya akan berangkat  bekerja..tunas kehidupan itu saya pamiti, saya ajak bicara dengan harapan mereka cepat tumbuh. Bayangan panen bayam, pakcoy dan tomat menari-nari di kepala saya yang sok sudah jadi ahli pertanian.


Tapiiiii..memasuki minggu ketiga...tunas berhenti tumbuh. Teman saya ketawa sampai seperti gila. "Lo nanam bayam,tomat dan pakcoy kok dibonsai..Yang dibonsai itu pohon beringin kek...Makan tuh sayur bayem dengan daun selebar 3 mili...yelip di gigi lo juga gak keliatan"



Teman saya terus menganalisa dengan cerdasnya. Menurut dia, tangan saya panas. Semua tanaman akan mati di tangan saya. Saya ini pembunuh benih-benih kehidupan. Saya ini anak petani yang gak becus bertani. 

Dan teman saya  benar.