Wednesday 30 July 2014

Perburuan Belut

Kolam milik kakek besar dan dalam. Bertahun-tahun tak pernah dibersihkan dan hanya berisi aneka rupa ikan yang tak rutin diberi pakan.
Kenapa kolam ditelantarkan? Entahlah.

Disamping kolam itu ada pohon pinang, sudah sangat tua. Akar-akarnya kokoh mencengkeram satu sisi kolam, membentuk pemandangan yang menurut saya cukup mengerikan. Akar-akarnya menghitam saling terkait, tak beraturan, sebagian terendam di air, sebagian lagi menyembul di pinggiran kolam seperti gigi-gigi raksasa.
Menurut Bapak saya disitulah belut raksasa tinggal.
 
Ah..sayapun berimajinasi menyeramkan..jangan-jangan belutnya segede naga dan akan muncul dari tengah kolam dengan gagah perkasa.
Imaginasi itu sering muncul ketika saya sedang nangkring di pohon jambu batu yang tepat ada di seberang si pohon pinang.


Hingga suatu hari, Bapak saya memberikan saya satu petualangan hebat. Selepas subuh, Bapak  mengajak saya ke kolam tua itu. Suasana masih remang-remang. Menurut Bapak, dari hasil pengintaianyan berhari-hari, belut raksasa itu akan muncul untuk keluar mencari makan setelah subuh.


Kami berduapun datang mengendap-endap. Dengan apa Bapak akan menangkap belut super itu? Ternyata bukan dengan umpan, tapi dengan sebuah parang. Aih..serunya..apakah akan terjadi pertempuran antara Bapak dengan Si Naga  seperti dalam imaginasi saya?

Tepat seperti perkiraan Bapak, limabelas menit   setelah kami mengintai munculah Si Belut. Jantung saya berdegup kencang. Untuk ukuran belut, besarnya memang luar biasa, 10kali lipat dari ukuran belut sawah yang sebesar  kelingking.


Belut itu keluar dari lubang disela-sela akar. Diujung fajar yang mulai benderang, ia terlihat jelas di dasar air yang bening. Bapak saya siaga dalam kondisi parang terhunus, aih...saya melihat gaya Bapak bak patung-patung Romawi yang berdiri kokoh dengan parang teracung ke atas.


Lalu ...wuzzzzz..dengan satu sabetan supercepat, tepat di leher belut, parang itu mendarat. Entah dari mana Bapak belajar cara berburu seperti ini. Apa mungkin anugrah alam?


Belutpun segera Bapak angkat dari air, dan saya terpekik ketakutan. Belut itu juga sangat panjang, hampir dua meter. Saya sama sekali tak berani menyentuhnya.
Sampai rumah, belut itu Bapak potong-potong dan di goreng. Aromanya yang super amis membuat saya enggan menyantap. Melihat potongan dagingnya, saya serasa melihat potongan daging ular.

 
Saking banyaknya belut goreng itu, sampai berhari-hari saya melihatnya ada di lemari makan. Sebagian tentu menjadi santapan lezat kucing-kucing kami.

Kini..kolam itu telah berganti, menjadi kolam ikan yang terawat rapi. Tapi kenangan belut raksasa dan perburuannya akan selalu saya simpan di hati.



Maling Pulang, Saya Berangkat

Saya pernah bekerja di kantor yang jam masuknya pukul 04.30 WIB.
Karena jauh, saya harus berangkat dari rumah  jam 03.00 WIB. Untunglah angkutan di depan rumah saya 24 jam. Jadi sambil tersuruk-suruk menahan kantuk, tiap pagi, duduklah saya diangkot bersama sejumlah  pemilik warung yang hendak berbelanja. Dan untuk urusan naik angkot, demi keamanan  saya benar-benar pemilih, karena saya berpikir  waktu berangkat saya, bertepatan dengan waktu maling dan rampok pulang kandang.

 
Tujuan awal saya Pasar Minggu. Dari sini saya naik metromini 75 jurusan Blok M. Untuk menuju tempat metromini ngetem saya harus melewati  aneka rupa pedagang sayuran. Tampilan sayur dan aroma segarnya membuat mata saya sedikit melek.

Begitu duduk di metromini, saya harus rela terjepit aneka karung belanjaan juragan warteg. Maka tak heran kadang baju seragam saya beraroma daun bawang, kentang, ikan asin, juga terasi.

 
Nah... dari Pasar Minggu ke Blok M, lumayan jauh jaraknya sehingga saya bisa tidur pulas cukup lama.
Sampai di terminal Blok M, sering saya jadi bahan tertawaan kernet dan supir karena saya tertidur pulas. Mereka harus membangunkan saya atau saya akan terbawa kembali ketempat semula.

 
Dari Blok M, saya masih harus berganti angkutan  lagi, kali ini kopaja  jurusan Ciledug, jaraknya cukup jauh, dan cukup pula untuk saya tidur kembali.
Tapi saya jarang kebablasan di jurusan ini (mungkin karena sudah nyenyak di metromini sebelumnya), seingat saya hanya sekali, sesudah itu bagaikan ada "alarm", di Pojok, saya selalu bisa turun meski terhuyung-huyung.

 
Terus...dari Pojok, saya harus naik lagi mentromini jurusan Ciledug  ke Grogol. Sebenarnya hanya butuh waktu lima menit untuk sampai depan kantor, tapi metromini baru akan bergerak ketika semua kursi terisi. Alamak..


Saya tahu diluar sana, masih banyak orang yang harus berjuang lebih keras untuk sampai di tempat kerja. Jadi saya selalu berkata pada diri saya sendiri.."Berhentilah mengeluh seakan kamu orang yang paling menderita di dunia"
 
Cumungud eaaaaa

Tuesday 29 July 2014

Kuli Bangunan

Melihat anak-anak kampus yang dandan heboh bak artis ibukota, saya jadi membandingkan penampilan saya jaman kuliah dulu (tahun 2000).
Kala itu, saya ke Jakarta hanya berbekal 1 celana jeans (yang saya beli di toko di kabupaten, di bagian baju cacat produksi sehingga harganya murah hanya Rp.35.000) dan 3 kaos berlengan panjang warna biru, pink dan abu-abu. Alas kaki, saya cukup menggunakan sandal jepit. 

Teman-teman menilai penampilan saya mirip kuli bangunan. Dosen saya menilai penampilan saya mirip orang mau ke WC.

Tapi bagi saya saat itu penampilan tak masalah, yang penting saya cepat lulus kuliah sehingga tak lagi merepotkan orang tua dan kakak-kakak.

Ngomong-ngomong soal celana jeans, teman-teman pria saya pernah bertanya "Kamu kok celananya itu-itu saja, pasti nggak pernah di cuci ya"
Dengan santai saya menjawab "Ya, celana saya cuman satu, di cuci sabtu. Minggu kering, Senin-Jumat saya pakai"
Apakah saya malu? Tidak. Sama sekali tidak. Kenapa musti malu, kalau saya tak pakai celana ke kampus barulah saya harus  malu.

Pernah saya mencoba memakai rok panjang semata kaki dan memakai kemeja wanita meminjam dari kakak saya, tapi teman-teman saya mengatakan saya jadi mirip waria.

Guru taekwondo saya pun, mengagumi rasa percaya diri saya. Tapi bagi saya penampilan kuli bukanlah lambang dari percaya diri.. memang hanya baju itu yang saya punya.

Wkwkwkkw

Sunday 20 July 2014

Ramadhan : Tadarus, Ngabuburit, Beduk


Dimasa kecil saya, tadarus  menjadi bagian dari Ramadhan yang sangat saya nikmati. Suara orang mengaji akan terdengar dari pengeras suara surau  kami sampai sepertiga malam, membuat malam-malam di kampung kami yang biasanya sepi menjadi sangat hidup.

Ramadhan juga berarti ngabuburit. 
Dan tempat  ngabuburit  bagi muda-mudi juga anak-anak adalah di sepanjang pinggir sungai yang bersebelahan dengan persawahan dan perkebunan melati. 
Semilir angin sore dengan aneka bunga-bunga liar dan hijaunya sawah dan kebun membuat kami begitu menikmati senja, sehingga tak jarang kami lupa waktu sehingga  harus segera berlari pulang untuk tiba di rumah pas adzan tiba.

Selain itu suara beduk yang ditabuh sehari menjelang Idul Fitri sangat saya tunggu, karena rasanya sangat syahdu. Suara bedug itu adalah pertanda hari kemenangan akan segera tiba.

Dan kini setelah saya tinggal di ibukota, tadarus, ngabuburit di pinggir sungai dan suara bedug bertalu-talu sebelum lebaran tak lagi saya bisa nikmati, tinggal menjadi kenangan yang indah dan akan selalu saya rindukan. Seandainya saya bisa memutar waktu, saya sangat..sangat ingin kembali ke masa itu.

Friday 11 July 2014

Hujan, Pick Up dan Pocong

Ketika itu saya kelas 1 SMP. Beberapa ruang kelas harus diperbaiki sehingga harus masuk siang dan pulang jam 17.00 WIB. Apesnya, jam itu adalah jam terakhir bus umum beroperasi. 
Dan di suatu hari, saking asyiknya guru mengajar, jam pulang  molor 5 menit, yang artinya tamatlah kesempatan saya naik bus. Terpaksa saya dan 2 teman perempuan seperjuangan saya harus berjalan.... 30km !

Saat itu hujan turun deras, pantat bus terakhir hanya bisa kita pandangi dari kejauhan. Berlari mengejar sudah tak mungkin. Maka dengan menguatkan hati dan kaki, kamipun terpaksa berjalan.


Sepuluh kilometer pertama, kami masih bisa menikmati hujan, sisa jiwa kanak-kanak mengatakan bermain hujan menyenangkan. Kami tertawa-tawa dan sesekali menengadah dengan mulut terbuka, membiarkan air hujan membasai kerongkongan.

Sepuluh kilometer  kedua kami mulai kelelahan, hari mulai gelap, rumah penduduk mulai jarang, hujan masih deras. Dalam hati kami menyesal tak mau membawa payung dan  mulai menyalahkan guru kami.Kenapa beliau membubarkan kelas lima menit lebih panjang? Apakah beliau  tahu kami sedang menderita kelelahan, kedinginan, kelaparan dan ketakutan dengan petir yang menyambar-nyambar?


Secercah harapan muncul ketika dari kejauhan terlihat mobil mendekat. Siapapun pengendara mobil itu kami berniat menumpang. Berteriak girang melambai-lambaikan tangan berniat menumpang.Tapi..olala..amboi teganya. Mobil bak terbuka yang melintas itu hanya menyemprotkan genangan air hujan ke badan kuyup kami tanpa  mau berhenti.

Sambil tertunduk lesu kamipun terus berjalan. Derasnya air hujan seperti jarum menusuk-nusuk kulit kami bertiga. Limarutus meter kemudian kami bertemu lagi dengan mobil bak terbuka yang kami stop tadi. Rupanya mesinnya mati. Melihat mobil keparat itu, saking dinginnya kami tak bisa berkata apa-apa. Kami hanya saling berpandangan, lalu  sibuk menahan gemeletuk gigi melawan dingin. Yang pasti ada tiga kata dalam hati saya saat itu : Tuhan Maha Adil.

 
Dan lima  kilometer menjelang desa terdekat, pertolongan Tuhan datang. Mobil bak terbuka yang lain berhenti untuk kami tanpa kami minta. Sopir yang baik hati meminta kami naik, dan membolehkan kami memakan salak yang ada di karung di sudut bak. Sambil berteriak girang dan mengucapkan terimakasih, kamipun naik. Buah salak yang manis segar kami makan dengan rakus  mengusir lapar dan dingin.


Sampailah kami diperbatasan desa kami dengan desa tetangga. Kamipun turun. Dengan 3 butir salak diperut kami siap tempur berjalan 10 km lagi.

Hari sudah benar-benar gelap. Ketakutan mulai menyelimuti kami. Kenapa? Karena kami harus melewati satu pekuburan besar yang menjadi sumber puluhan cerita seram. Pekuburan itu jauh dari pemukiman penduduk, tak ada cahaya apapun kecuali petir yang sesekali menyambar. Kami bertiga berjalan kaku bak robot. Segala doa kami panjatkan agar Tuhan melindungi kami.
 
Tiba-tiba salah satu teman saya berteriak, ia berlari tunggang langgang. Saya dengan kebingungan ikut berlari, seraya bertanya.."Ada apa..ada apa? Teman saya tak menjawab, dia terus berlari, berteriak lalu menangis dengan kencang. 

Dan seperti keajaiban..tiba-tiba di ujung batas akhir pekuburan sudah ada Ibu saya muncul dengan payung dan wajah penuh kecemasan. Beliau memeluk teman saya yang ketakutan.

Esok harinya, barulah saya tahu alasan kenapa teman saya berlari bak kesurupan. Menurut Ibu, teman saya itu melihat ....pocong.

Weladalah....

Nyamukpun Bisa Sakti

Sejak 3 bulan terakhir rumah kami diserang oleh satu nyamuk tapi temannya banyak. Mereka datang silih berganti seakan rumah kami adalah PMI. Jika menggigit saya tak masalah, tapi justru mereka lebih suka menggigit Kinan yang jelas-jelas masih bayi dan belum bisa melawan. Sungguh benar-benar pengecut nyamuk-nyamuk ini, beraninya kok ke anak kecil!



Beragam perlawananpun saya lakukan:

Pertama, dengan obat nyamuk semprot merk B dan FM, tapi hanya bertahan sebentar, nyamukpun kembali berpesta.

Kedua, obat nyamuk bentuk mat. Dibakar sebentar dan menghasilkan minimum asap..tak juga mempan.


Lalu cara ketiga, saya gunakan minyak telon yang katanya plus perlindungan dari nyamuk tapi hasilnya, nyamuk tetap begadang, dan paginya menyisakan banyak bintik merah di badan Kinan. Saya sungguh geram.


Cara keempat, saya gunakan lotion anti nyamuk khusus baby. Berhubung Si Kinan suka memasukan jari-jarinya ke dalam mulut, maka jari, telapak dan punggung tangan tidak saya olesi lotion..dan olala...cerdasnya nyamuk masa kini....merekapun kemudian ramai-ramai menempel hanya di telapak, jari dan punggung tangan. Sungguh..saya ingin berkata..bedebah!


Cara kelima, saya kemudian menggunakan obat nyamuk cair (elektrik), tapi... lagi-lagi... nyamuk tetap berkeliaran bak preman ibu kota.




Cara keenam, saya gunakan perangkap nyamuk dengan metode sinar, saya googling dan beli di online shooping. Tapi boro-boro nyamuk tertarik dengan cahaya, lalu terstrum dan tewas (seperti dalam iklannya), tapi nyamuk malah hanya menari-nari di depannya, lalu melenggang pergi. Huh..pancaran sinar palsu!

Cara ketujuh, saya gunakan kelambu, tapi entah bagaimana caranya, nyamuk bisa menyusup. Ketika saya intip ke dalam kelambu terlihat nyamuk asyik terbang ke sana kemari. Mungkin nyamuknya belajar intelejen!




Dan cara ketujuh, saya gunakan obat nyamuk yang katanya cukup sekali semprot nyamuk kabur 10 jam. Ada beragam merek di pasaran, dan kali ini saya gunakan merk V.
 

Nah....ternyata merk ini mampu mengusir teman-temannya nyamuk, dan hanya tersisa satu nyamuk.

Entahlah makan vitamin apa si satu nyamuk ini, dia sakti sekali!

Thursday 10 July 2014

Dari Kandungan ke Dunia


Mengandung  pertama kali bagi saya adalah sebuah proses yang penuh "ketidaksabaran" untuk menyentuh si kecil dengan segala kelembutan kulitnya dan kemurniannya. Rasa khawatir tidak bisa melindungi si kecilpun timbul tenggelam. Karena itu saya banyak membaca tulisan tentang  bagaimana merawat "serba pertama"

Dan melahirkan anak pertama saya Keni Qorianka Pramono, tujuh tahun lalu, adalah rangkain kejadian dramatis yang beruntun. Bukaan dua saya masih berangkat bekerja naik kereta, (kala itu saya masih jurnalis lapangan). Lalu bukaan terhenti sampai di enam, sehingga harus  induksi. Sungguh sakit yang saya tidak bayangkan sebelumnya.


Lamanya proses induksi, menyebabkan saya kehabisan tenaga karena harus menahan nyeri yang luar biasa, sehingga dokter memutuskan proses vakum. Dan lahirlah anak pertama kami dipergantian hari, dengan tangis kencang. Bahagia? Ya..tak terkira. 

Tapi drama belum berakhir. Sejam pasca melahirkan saya mengalami pendarahan hebat. Pandangan saya mendadak gelap. Untunglah dengan tenaga tersisa saya masih bisa menekan tombol bantuan. Saya tidak sepenuhnya sadar tapi tidak pula pingsan.


Samar saya mendengar teriakan panik suster dan bidan yang berjaga (karena dokter kandungan telah pulang).Tekanan darah saya drop. Saya merasakan seluruh tubuh saya dingin dan tak bisa digerakan. Samar saya masih bisa mendengar suami saya membisikan doa dan kata-kata penyemangat, tapi saya terlalu lemah untuk membuka mata.
Dengan sisa tenaga yang ada, saya  berpikir saya akan mati, sehingga saya kumpulkan tenaga untuk berkata :" Jika saya pergi, tolong rawat dengan baik anak kita"
Dan samar saya mendengar suami saya berkata : "Belum waktunya kamu pergi dan akan kita besarkan anak kita bersama"
Berkat bantuan dokter umum yang berjaga,kesadaran saya pulih.Lalu sejam kemudian dokter kandungan datang untuk mengobservasi penyebab pendarahan. Ternyata ada pembuluh darah yang tidak terjahit sempurna di jalan lahir. Dan inilah bagian yang tak kalah melelahkan.....jahitan yang telah rapi dibongkar lagi untuk kemudian dijahit ulang. Prosesnya sungguh menyakitkan dan berlangsung 2 jam..hingga subuh menjelang.

Dan ketika bangun esok paginya..saya melihat bayi kami di samping saya..tertidur lelap dengan keagungannya, dengan kulitnya yang bercahaya.
Dalam hati saya berkata : "Terimakasih Nak..kamu memberi saya kesempatan menjadi seorang Ibu"


Dan setelah semua kejadian dramatis ini, sebagai rasa terimakasih saya masih diberi Tuhan kesempatan untuk merawat anak kami, maka saya berjanji akan memberikan segala perlindungan terbaik...perlindungan dari kandungan ke dunia dengan memilih diapers terbaik yaitu Pampers yang saya percaya memiliki 5 stars protection. 

Itu tujuh tahun lalu..dan Pampers terbuktikan mampu memberikan perlindungan terbaik untuk kulit buah hati kami. 

Selain cinta kasih kami...Pamperslah yang melengkapi perlindungan terbaik untuk kulit si kecil.



http://www.youtube.com/watch?v=xTl6vcaRI00

Sunday 6 July 2014

Pelita dan Petromak

Dari lahir hingga remaja SMA, ribuan malam saya lewatkan dengan pelita. Bapak saya membuatnya dari bekas botol  balsem kerik. Hanya sesekali kami menyalakan petromak. Biasanya  ketika mendapat giliran pengajian mingguan atau arisan, atau ada tamu istimewa.

Dengan pelita, malam di rumah kami temaram. Suasana  inilah yang  membuat saya cepat ngantuk. Jam 19.00 WIB  sudah terlelap.
Tapi saat ujian datang. Saya akan "begadang" hingga jam 20.00 WIB.

Paginya lubang hidung saya akan penuh jelaga. Apesnya, sering saya baru sadari itu di sekolah. 
Ketika saya membersih hidung, meledaklah tawa teman-teman.

Soal Petromak, Bapak  memiliki dua, dirawat dengan baik sehingga selalu mengkilat. Kadang petromak itu dipinjam tetangga yang hajatan. Begitu dikembalikan sering kaos lampunya pecah, dan itu berarti kabar gembira bagi saya, karena artinya saja akan diajak Bapak ke kampung sebelah untuk membeli gantinya. 
Dibonceng di sepeda..amboii asyiknya.

Selain itu, saat memompa petromak adalah saat yang paling menyenangkan. 
Saya bisa berkaca di "perut" petromak yang bulat (berisi minyak tanah). Lewat "perut" petromak ini, wajah saya akan terlihat lucu. Saat bergerak mendekat dan menjauh, permukaannya yang cembung membuat kepala, hidung juga mulut saya  melebar dan memanjang. Lucu sekaligus menyeramkan. Sambil tertawa-tawa melihat bayangan sendiri sesekali saya di tegur Bapak untuk jangan terlalu dekat karena akan terkena hawa panas.

Kembali ke soal pelita, saya sangat suka melihat pelita buatan Bapak. Begitu balsem habis, botol bekasnya akan segera berubah menerangi rumah. Sayalah yang bertugas mencuci botol hingga bersih dan menuangkan sedikit minyak tanah ke dalamnya. Selain itu Bapak membuat pula pelita gantung yang ditempatkan di luar rumah, sehingga rumah kami aman dari serangan nyamuk dan binatang buas.

Dan.. setelah listrik datang, pelita-pelita mungil itu masih Ibu simpan baik-baik hingga kini. Untuk berjaga-jaga jika listrik mati sekaligus sebagai kenang-kenangan.

"Sampah" Di Kereta

Pukul 17.30 WIB, seorang nenek dengan barang dagangannya masuk ke kereta (gerbong wanita) dengan sempoyongan Saya yang berdiri di depan pintu memeganginya agar tidak jatuh. Saya sarankan  sang nenek  duduk di kursi prioritas, tapi nenek itu menolak dengan alasan duduk di kursi prioritas yang berada tepat disambungan kereta membuat perutnya sakit.

Saya lihat sekeliling tak ada yang bergerak berdiri memberi kursi. Gila....apa satu gerbong tak ada yang sahur sehingga sudah lunglai semua tanpa mampu berdiri lagi. Saya lihat gaya manusia-manusia tak punya perasaan ini macam-macam, ada yang tidur nyenyak (sepertinya mereka mengabaikan saran Bang Rhoma Irama untuk tidak begadang, ataukah mereka semalam ikut tarawih 32 rokaat ? ), ada yang asyik mendengarkan musik sambil merem melek, dan ada yang bermuka masam kaya bacang setengah matang. 
Duh gemes saya, mulut rasanya pingin ngomel, tapi nanti puasa batal.

Dalam hati saya bertanya-tanya..terbuat dari apakah hati dan otak  mereka yang duduk ? Apa yang mereka pelajari di sekolah, tidakkah mereka teringat ibu mereka, tidak kah mereka berpikir nantinya mereka akan setua ibu itu pula?

Setelah saya dalam hati  capek bertanya-tanya, barulah ada wanita muda yang berdiri memberikan bangkunya. Rupanya agak lambat dia terketuk hatinya.
Bagi saya..saya bersyukur..masih ada yang agak lambat peduli..daripada tidak sama sekali. Dan bagi yang diam dan duduk saja, dimata saya, mereka sampah belaka.


Jakarta, Commuter Line, 5 Juli 2014

Friday 4 July 2014

Onclong

Samar bunyi bedug yang dipukul dan pantat panci yang diadu dengan tutupnya, menerobos dinding kayu rumah kami, dan membangunkan saya yang terlelap.

Sahur...sahur.

Suara berisik pertanda waktu sahur itu, di kampung kami disebut Onclong. Mulai membahana pukul 02.00 WIB.
Sebenarnya saya ingin melihat langsung serunya "musik pukul" khas ramadhan itu, tapi karena rumah kami di lembah, sepertinya mereka malas mendekat. Bukan turun ke lembahnya yang jadi masalah, tapi ketika baliknya..hahah...berat menanjak bawa bedug. 

Onclong  ketika ditabuh dan diiringi teriakan ...sahur....sahur.... indah terdengar. Mungkin karena di kampung saya jarang ada hingar bingar.

Onclong ini sangat berjasa menghindarkan penduduk dari ketinggalan sahur. Tanpa Onclong penduduk kampung bangun hanya berdasar perasaan. Tapi bangun sahur sebenarnya akan lebih mudah lagi bagi mereka yang punya kebiasaan sholat tahajud di sepertiga malam. Dan saat itu (awal tahun 80an) belum banyak penduduk yang memiliki jam beker. Kala itu sebagian penduduk membaca jam dari bayangan benda, bayangan miring sekian jam sekian. Begitulah

Oh ya, soal bedug yang digunakan untuk Onclong, sering jadi bahan omelan pengurus mushola. Bukan karena tidak boleh dipakai, tapi karena setelah di pakai di geletakan begitu saja. Padahal seharusnya bedug kembali digantung ditempat semula. Mungkin setelah lelah keliling kampung, saking buru-buru khawatir imsak tiba, si pemukul bedug lupa merapikan si bedug. Lucu kan kalau yang membangunkan sahur justru malah telat sahur. Hehehe 

Kala itu saya juga berpikir, ibu-ibu manakah yang setiap malam rela meminjamkan panci dan tutupnya untuk dipukul-pukul keliling kampung?

Di mata saya Si Ibu pemilik panci ini..sangat berjasa.


Wednesday 2 July 2014

Extension



Di kantor, telepon extension yang ada di tiap meja  sering menjadi ajang iseng untuk  mengais hiburan, membuang kejenuhan dari  kerja yang super serius.
Berikut beberapa kejadian super konyol yang terekam dalam gelak tawa saya :


Cerita Pertama:
Teman saya A, menelepon B (yang masih di rumah) melalui telepon di meja kerjanya dan berpura-pura menjadi bos HCD
A : Hallo, saya dari HCD, betul sy bicara dengan B?
B : Betul, ada apa ya Pak?
A : Saya dapat laporan dari security dan ada bukti rekaman cctv kalau anda suka makan di ruang kerja, bukan di pantri. Ini pelanggaran, Anda kami berhentikan
B : Tidak..saya tidak makan di ruang kerja
A : Jangan mengelak, karena ada buktinya. Saya tunggu anda segera di kantor sore ini juga
B : Baik..baik..
Lalu, teman saya pun bergegas mengenakan seragam rapi ke kantor., dan langsung menuju ruang HCD
Security yang lewatpun menegur dan memberi tahu kalau hari Minggu HCD libur. Tapi teman saya B bersikukuh ia akan menunggu sesuai perintah di telepon.
Dan tigapuluh menit berlalu, teman saya B mulai merasakan ada yang janggal. Maka iapun naik ke ruang kerjanya dan disambut dengan tawa berderai dari A dan semua teman-teman.

Satu korban jatuh


Cerita ke dua :
Teman saya C menelepon teman bernama D, dan C berpura-pura menjadi security dari  lobby bawah

C : Mas, ini dari security, Mas yang. punya motor Mega Pro warna merah?
D : Iya mas, kenapa Mas?
C : Motornya ada masalah, tolong ke bawah
Segeralah  D turun kebawah dengan berlari panik.
Sampai di bawah, ia lalu menanyakan pada security apa yang terjadi dengan motornya. Security pun bingung karena motor D baik-baik saja dan ia merasa tak menelepon. Melihat ekspresi  bingung security, D pun sadar ia dikerjai

Korban kedua jatuh


Cerita 3:
Teman saya C, kembali berpura-pura menjadi security dari lobby lantai bawah dan menelepon melalui telepon yang ada di meja kerjanya. Kali ini korbannya sebut saya E
C : Mas, ini security dari bawah
E : Iya Mas, ada apa?
C : Ini ada wanita yang menunggu mas di lobby, sudah lama nunggunya, kasihan mas, menangis-nangis
E : Oh iya Mas, saya segera turun
Dengan panik E turun ke lobby, lalu bertanya pada security soal wanita yang kabarnya sedang menunggunya. Lagi-lagi security bingung. Dan menjawab tidak ada wanita yang menunggu E di lobby

Tiga korban jatuh


Cerita 4 :
C kembali iseng dengan menelepon temannya di meja sebelah. Sebut saja F. Dan C berpura-pura menjadi bos.
C : Itu gambarnya bagaimana, ada kebakaran di Petamburan 5 tewas, masa kita tidak punya
F : iya..iya Mas, saya Cek
F pun panik dan bingung, segera ia bertanya ke sana kemari (termasuk pada C) apakah benar ada kebakaran lima tewas.Faktanya tak ada peristiwa kebakaran satupun hari itu.

Korban ke 4  jatuh


Cerita 5 :
C kembali kambuh isengnya, dengan kembali berpura-pura menjadi bos dan menelepon teman sebut saja G, di kubikel seberang mejanya :
C : Hallo,
G : Iya, Mas
C : Itu teroris di Jakarta Barat bagaimana gambarnya?
G : (bingung) Oh, iya..iya mas.segera saya cek dan saya infokan
G dengan bingung dan panik menanyakan ke sana sini soal tangkapan teroris di Jakbar, dan hasilnya nihil (karena memang sebenarnya tidak ada tangkapan teroris)

Korban ke 6 jatuh


Dan..kini, jika ada telepon di meja masing-masing berdering, atau ada telepon dari nomor kantor ke handphone pribadi....semua waspada..bersiap tak mau jadi korban berikutnya. Hahhahaha.