Thursday 25 August 2016

Anak Singkong

Saya ini anak singkong. Di besarkan dengan singkong dan tumbuh hingga remaja di tengah kebun singkong.
Pagi, saya makan nasi singkong (alias krekel alias inthil alias tiwul), ditambah lauk daun singkong. Jelang siang, gorengan singkong. Siang hari kembali ke menu pagi. Jelang sore, singkong bakar dan krupuk singkong. Makan malam ketemu lagi nasi dan lauk yang sama seperti pagi dan siang.
Mungkin kalau dijadikan acara TV bisa berjudul : Dari Singkong ke Singkong.
Hehehe

Jika sedang beruntung..sesekali singkong berubah menjadi Lemek.
Cara membuatnya gampang, ketela diparut, ambil segenggam, selipkan sesendok gula merah ditengahnya lalu bungkus dengan daun pisang. Kukus 20 menit. Siap disantap dengan lahap.

Setelah perut kenyang, saya pun  bermain di kebun singkong. Batang daunnya bisa dironce menjadi kalung lengkap dengan liontin, juga dibuat gelang. Bahkan 3 daun singkong juga bisa dibuat Wayang Golek.
Sementara batang pohon singkong yang dijemur kering bisa  menjadi kayu bakar yang sempurna untuk tungku tanah liat Emak.

Maka sempurnalah saya menjadi anak singkong.


Kini setelah dewasa dan perlahan tapi pasti mulai menua..saya tetaplah anak singkong.
Meski tak lagi tinggal di tengah kebun singkong, kecintaan saya pada tumbuhan asal Amerika Selatan  ini tak kunjung pudar.
Di Jakarta tak sulit menemukan singkong goreng. Mulai dari goreng singkong ala abang-abang di pinggir jalan hingga yang bersanding dengan keju di restaurant..tinggal pilih.
Dan satu makanan olahan singkong yang jadi juaranya menurut saya adalah Combro.
Dengan oncom dan cabe rawit didalamnya..Combro memberikan rasa gurih dan pedas .
Dan dari sekian Combro yang pernah saya makan...yang paling enak luar biasa ada tak jauh dari kantor saya.
Combronya berukuran mungil namun rasanya.....wow...
Renyah diluar...empuk di dalam. Pedas dan asinnya passs .
Ukurannya..tak bikin kenyang.
Teman-teman sekantor saya bilang Combro Candu. Karena bikin orang pingin nyomot lagi dan lagi.

Jadi kalau ke Pulo Gadung Jakarta Timur pagi-pagi, mampirlah ke abang combro favorit saya ini. Gerobak sederhananya selalu terparkir manis di perempatan TU Gas tepatnya di depan pintu masuk kawasan JIEP (kawasan industri). Inget yak pagi-pagi. Karena jelang siang udah ludes.

Yuk. .cussss


Wednesday 10 August 2016

Mulut Besar

Pagi ini di kereta, tepat di depan saya ada dua  ibu-ibu. Satu diantaranya bicara menggelegar, tanpa putus, membahas soal harta yang ia punya dan soal sejumlah barang yang akan ia beli. Sementara ibu di sebelahnya hanya jadi pendengar, sembari sesekali menyahut dengan suara sangat lemah.

Hmmm..saya kagum dengan kemampuan Si Ibu Menggelegar. Ia bercerita nyaris tanpa koma. Mulai dari belanja kue hingga jutaan rupiah, beli baju seakan besok pabrik kain mau tutup..hingga ia membeli gelang seharga 2 juta lebih untuk cucunya yang baru bisa ngoceh. 
Selain itu ia bicara juga soal sewa mobil buat jalan- jalan ke Kebun Raya Bogor..hingga rupa-rupa makanan yang akan ia bawa. 

Kalau saya sih menikmati omongan besar ini. Saya bayangkan Si Menggelegar dikelilingi semua barang belanjaannya. Saya bayangkan kuenya. Lalu saya bayangkan gelang emas yang ia gambarkan detail hingga lekuk-lekuknya.

Tapi sebagian penumpang saya lihat sekali-kali melirik Si Menggelegar dengan tatap sebal tak terkira. Mungkin selain tergangu dengan cerocosannya, penumpang lain juga muak dengan isi ceritanya. 
Wkwkwkw.

Bagi saya...tidaklah pernah saya terganggu dengan cerita model mulut besar. Biarkan saja jika itu membuat si pemilik cerita bahagia. Tak perlu sinis..toh kita diminta membayar belanjaanya kan? 
Buat seseorang mungkin itu kebangaan dia..tak ada niat untuk pamer, tapi hanya berusaha menceritakan apa adanya yang ia miliki. 

Berpikirlah positif....maka indahlah duniamu.