Wednesday 6 June 2018

SEMINGGU SEBELUM LEBARAN

Selama hidup,  39 lebaran sudah saya lalui. Tapi saya masih saja bertanya-tanya kenapa setiap mendekati lebaran orang harus kalap membeli baju baru seakan setelah lebaran seluruh penjual  baju akan beralih menjadi penjual kambing?

Mungkin karena sejak kecil orang tua saya  tidak pernah mementingkan baju lebaran. Alasannya? Tak punya uang.

Jadi saya pun menjadi terbiasa. 
Setiap puasa selesai, baju baru teman-teman bukanlah hal yang membuat saya iri. Dan hal ini saya terapkan pula pada dua anak saya.
Baju yang penting bersih, rapi dan sopan.
Beli baju tidaklah harus untuk lebaran, tapi memang karena anak- anak  membutuhkan. Misal untuk sekolah. Atau baju lama sudah tak lagi layak pakai.

Jadi ..sayapun terheran-heran ketika melihat tetangga saya, sudah sejak awal puasa rajin mengunjungi Pasar Tanah Abang dan membeli begitu banyak baju,  yang cukup untuk lebaran sebulan!

Menurut  temen saya Si B ...saya siri dengan Si Tetangga. Iri karena tak mampu beli baju baru bertumpuk-tumpuk.
Walah..temen saya sok tau. 
Iri sih tidak. ..kalau tak mampu beli..iya..wkwkwk

Sebenarnya saya menikmati moment bulan puasa. Tapi tak pernah bisa menikmati hiruk pikuk persiapan lebaran.
Semua orang seakan berlomba belanja. Semua  berlomba untuk memiliki barang serba baru.

Lihatlah. Jelang lebaran kejahatan meningkat. Karena penjahat juga ingin baju baru..atau setidaknya anak istri  penjahat juga ingin baju baru dan pulang kampung!

Selain soal baju baru, saya juga  heran kenapa orang masak begitu banyak. Ada ketupat, opor ayam, dan lain-lain. Apakah lebaran harus makan ketupat? Lah  tiap hari  saya makan ketupat sayur. 

Apakah setiap lebaran harus beli nastar yang satu toples isi 30 butir harganya Rp 120 rebu? Lah wong di toko roti di setiap stasiun, nastar, kastengel, dan  lidah kucing kualitas premium dijual sepanjang tahun dengan harga di bawah Rp 80 ribu/ toples.


Teman saya si A, pernah berkeluh kesah. Lebaran membuat uang  hasil kerja siang malam, yang ia tabung selama setahun, ludes di hari lebaran, karena mudik butuh biaya besar, lebaran perlu makan besar, berbagi amplop pada sanak saudara perlu dana besar.

Padahal bertemu orang tua menurut saya bisa kapan saja. Silaturahmi tak harus dihari lebaran, memaafkan dan meminta maaf bisa kapan saja kan?

Jadi..mendekati lebaran....saya tidak paham...kenapa baju didiskon 70 persen tapi masih tetap mahal? (kalau ini keluh kesah kakak saya) heheheheh



Selamat Lebaran 2018






Monday 4 June 2018

Sakit Mata

Minggu lalu saya kena sakit mata. Awalnya mata kiri terasa berat, lalu mulai muncul kotoran mata, dan akhirnya pelupuk  bengkak.
Boss langsung melarang saya masuk kerja. Takut ketularan.
Padahal tanpa dilarang, saya  pasti meliburkan diri.
Hehehehe

Yang utama, bagaimana agar dua anak dan suami  tidak tertular?

Teman menyarankan segera ke dokter. Tapi membayangkan nomor antrian ratusan, kepala pening. Apalagi selama antri saya bisa saja menulari orang lain.

Jadi  tanya-tanya sajalah obat mata apa yang ces pleng .

Teman  yang bekerja di puskesmas menyarankan menggunakan tetes mata Alletrol. Dan bisa dibeli tanpa resep dokter. Harganya Rp 15 ribu saja (5ml)
Sementara teman  yang lain menyarankan saya menggunakan kaca mata hitam dan jauhi anak-anak.

Oke lah. Demi kesembuhan dan demi yang lain tidak ketularan, saya minta tolong suami beli di Alletrol ke apotik. Lalu lemari saya bongkar untuk mencari kacamata hitam. Asli tidak ada maksud gaya-gayaan, semua demi kesehatan bersama.

Ketemu...dapat kaca mata hitam keren dari hadiah undian minuman  Fayruoz.

Wah..dunia menjadi redup siang dan malam. Saya jadi paham bagaimana rasanya menjadi Atiek CB atau menjadi Ian Kasela...dunia jadi remang-remang. Apalagi kalau malam, sendu rasanya.


Dengan bismilah saya teteskan obat sesuai aturan. Dosis awal 1-2 tetes setiap jam pada siang hari dan setiap 2 jam pada malam hari.  Lalu saya kenakan kacamata hitam selama 24 jam. Pokoknya tidurpun pakai kaca mata hitam. Berasa berjemur di pantai ya? wkwkwkwk

Oh ya, selain itu saya juga sering mengganggunakan cairan antiseptic untuk tangan, terutama setelah memegang mata.

Sementara sebisa mungkin saya tidak kontak fisik dengan anak-anak. Dan semua orang di rumah wajib minum  multivitamin untuk meningkatkan daya tahna tubuh.

Soal larangan mendekat, saya sampaikan pada anak-anak bahwa itu  hanya sementara, agar mereka tidak tertular. Syukurlah anak- anak mengerti.
Hanya saja pada hari ketiga saya mengkarantina diri ...Kinan mungkin sudah sangat kangen .
Dari balik jendela kamar dia bertanya : "Bu..kapan aku dipeluk dan dicium lagi...?"

Duh..Kinan..bikin ibu nangis nih..

Alhamdulilah dihari keempat, mata saya membaik. Dosis obat tetes saya kurangi menjadi setiap 4 jam. Dan pada hari ke lima dikurangi lagi menjadi 1 tetes 3 atau 4 kali sehari.

Dan tiba saatnya saya melepas kaca mata hitam yang 5 X24 saya kenakan nonstop.

Eng ing eng...woii..amboy indahnya dunia..cerah warna warni.


Hebatnya lagi...tak ada satupun di rumah yang tertular sakit mata saya..


Yes....berhasil.....berhasil!!!!!!


Manisnya Desa Gula Kelapa

Memasuki Dukuh Sipoh, Desa Bondolharjo,Punggelan, Banjarnegara, Jawa Tengah,  aroma gula menguar dari dapur-dapur sederhana dan bersih. Deretan pohon kelapa tinggi menjulang, kokoh berdiri di kebun warga mengapit rumah-rumah berdapur manis.

Ada banyak orang-orang hebat yang dengan kekuatan kaki dan tangan memanjat pohon kelapa, menampung setetes demi seteteh nira. Tangan-tangan cekatan  mereka menyulap nira kelapa menjadi gula semut yang siap memaniskan hidup. Semua dikerjakan masih dengan cara tradisional. Gula di produksi dengan peralatan dan sistem pengolahan sederhana,  dari rumah ke rumah, di kumpulkan olah ketua kelompok tani, lalu barulah bisa menghasilkan rupiah melalui tangan Koperasi.


Ada 2 dukuh dengan aroma gurih manis di sini, Dukuh Sipoh dengan kelompok  Nira Sari, lalu Dukuh Tembelang dengan Kelompok Nira Multi dan  Kelompok Nira Lestari. Masing-masing kelompok beranggotakan 12- 15 orang.
Trio Nira ini kemudian bergabung dalam wadah usaha bersama bernama : Manggar Sari.
Nama yang indah ya? Manggar artinya bunga kelapa yang masih terbungkus selubung keras yang kemudian mereka sadap dan menghasilkan nira yang siap diolah menjadi gula.

Cara kerja mereka sederhana, masing-masing anggota dalam kelompok memproduksi gula rata-rata 1,5 kg/ hari.
Dengan 42 anggota, Manggar Sari bisa menggumpulkan 63 kg gula merah/ hari.
Seluruh hasil produksi kemudian  dikumpulkan dan setelah terkumpul 1,5 ton, dalam waktu 1-2 bulan, diambil olah pihak Koperasi dari wilayah Susukan, Klampok, untuk kemudian disetorkan ke Koperasi Induk di Banyumas.
Kemana gula kelapa kemudian bermuara? Di ekspor. Keren ya?

Berapa harganya? Koperasi membeli dari petani dengan harga lebih murah,Rp 17.000/ kg. Sementara jika dijual ke non koperasi harganya Rp 20.000/ kg.
Dibandingkan harga gula tebu, tentu harga gula kelapa lebih menjanjikan bukan?
Sayangnya petani masih menemui sejumlah kendala. Diantaranya bahan baku (nira) yang ketersediannya sangat bergantung pada faktor cuaca. Sementara jumlah pohon kelapa siap sadap juga terbatas, padahal lahan sangat luas.
Proses tumbuh kelapa hingga siap sadap membutuhkan waktu yang cukup panjang hingga bertahun-tahun sehingga proses regenerasi dan penambahan jumlah pohon kelapa juga membutuhkan waktu yang tidak sedikit.


Sampai kapan  para petani sederhana ini akan bertahan? Untuk mengimbangi gempuran dunia modern, mereka membutuhkan sentuhan kekinian yang bisa menghadapi tantangan zaman.
Seharusnya pihak koperasi selain menampung hasil produksi petani gula, juga bisa memberi pelatihan mengenai  bagaimana bisa menjaga kestabilan bahan baku hingga proses pengemasan, dengan tampilan yang menarik.

Jika jaman dulu gula dibungkus dengan daun pisang kering, atau plastik polos  kiloan, maka sudah saatnya gula kelapa tampil dalam kemasan higienis dan dalam bentuk bubuk sehingga bisa menembus pasar-pasar modern, dan juga harga yang lebih tinggi sehingga petani bisa lebih sejahtera.

Semoga (sesuai dengan harapan petani yang ingin bisa memiliki merk dagang sendiri) nantinya, di supermarket,  saya bisa menemukan gula kepala (gula semut)  Made in Bondolharjo ....(mungkin dengan label Manggar Sari).
Apalagi gula kelapa lebih ramah kesehatan dibanding gula tebu loh...