Saturday 31 October 2015

Memori Daun Pisang

Beberapa waktu lalu, teman kerja mengeluh payung yang ia beli di Perancis hilang. Payung itu ia bawa ke mall, lalu lupa menaruh entah dimana.
Payung yang mahal, baik dari segi harga maupun nilai historisnya ya?
Ah ..sayang sekali.

Bicara soal payung...meski kini payung buatan Cina bisa dibeli dengan harga sama seperti semangkuk bakso, tapi dimasa kecil hingga remaja saya,  payung pernah  menjadi barang yang langka dan mahal sehingga keluarga kami tak mampu membeli.
Bukan karena ada oknum yang menimbun payung, bukan karena kekurangan stok bahan baku, bukan karena salah distribusi..tapi salah kami yang tak mampu beli.
Wkwkkwkw

Bila musim hujan tiba, kami ke sekolah berpayung daun pisang atau daun sente (sejenis talas berdaun lebar dan tebal).

Payung alami ini memang hanya 50 persen bisa melindungi tubuh dari kebasahan, tapi setidaknya kepala dan buku kami bisa setengah kering. Sisanya..ya basah. Hehehe.
Bahkan jika hujan sangat lebat, tetesnya bisa menyobek permukaan daun dan basah tetaplah kuyup.
Jadi jangan heran,  di bulan September sampai April pohon pisang dan sente di sekitar rumah gundul merana, berkorban demi kami anak bangsa yang akan menuntut ilmu, dibawah naungan Bapak Pembangunan yang bertekad memberantas buta huruf.

Ah... masa itu sudah jauh berlalu. Sekarang, payung sudah mampu saya beli, (kadang dapat gratis). Namun daun pisang tak berhenti melindungi saya hingga kini.
Daun si buah kuning ini membungkus lemper, lontong atau pepes jamur, yang artinya ....menjauhkan saya dari rasa lapar .
Hehehehe.

Dan ketika entah darimana tiba-tiba muncul (begitu banyak dan begitu subur ) tanaman sente di belakang rumah tinggal kami, saya merasa diingatkan Tuhan.....bahwa Ia tak pernah sedetikpun berhenti melindungi hambaNya.

Oh iya..musim hujan memang tahun ini terlambat muncul.
Tapi..ia akan datang...tunggu saja.

Jadi...sediakanlah payung sebelum hujan.

Dan untuk teman saya yang kehilangan payung Prancis-nya, semoga segera menemukan pengganti.

Amin

Thursday 29 October 2015

Alergi Antibiotik

Si Ken alergi antibiotik. Amoxilin.
Sungguh pengalaman yang sangat berharga. Dan membuat saya bertekad akan menghalangi obat kimia apapun masuk ke badan Ken.

Pertama gejala yang muncul sakit kepala hebat, lalu mual dan muntah tak ada henti...dan gongnya....ruam! Muncul kemerahan di seluruh permukaan kulit.

Pertolongan pertama saya dapat dari Mbah Google.
Ternyata yang dialami Ken adalah gejala ringan. Gejala beratnya sesak nafas hingga bisa menyebabkan kematian. Mengerikan!

Waduhhh biyung...gejala ringan aja sebegitu berat.

Seharian penuh Ken muntah, puluhan kali dengan jeda lima menitan. Untungnya setiap kali selesai muntah Ken minta minum dan makan. Maka seperti berlombalah  makanan keluar dan masuk perut.
Saran untuk diberi asupan air kepala hijau segera saya laksanakan (sebagai bagian dari detox alami)
Jelang siang...astagaaaa...muncul ruam hebat. Bercak merah muncul di sekujur tubuh dan terasa gatal.

Untunglah jelang tengah malam, prosesi makan -muntah-minum-muntah, selesai. Satu masalah hilang. Tinggal urusan sakit kepala dan ruam.

Sakit kepala teratasi dengan Panadol putih sehari kemudian. Dan ruam hilang butuh waktu lebih dari 4 hari.

Sekedar share..jika suatu saat anak anda mengalami gejala serupa (setelah mengkonsumsi antibiotik) hentikan pemberian antibiotik segera! Tetaplah bersikap tenang .
Pastikan asupan cairan terpenuhi, juga usahakan makan dengan porsi sedikit tapi sering.
Atasi gatal ruam dengan minum CTM, mintalah si kecil jangan menggaruk.
Minumkan air kelapa hijau, dan obat sakit kepala/nyeri yang aman untuk anak.
Jika sikecil mengalami sesak nafas, segeralah ke dokter, jangan tunda.
Namun jika gejala hanya sebatas serupa dengan Ken, cukup dirawat di rumah.

Semoga saja kisah kami bermanfaat.
Ingat..obat terbaik adalah makanan terbaik.
Jadi makanlah dengan benar dan hiduplah bersih sehat...dijamin anda tak perlu obat !

Wednesday 28 October 2015

Sekedar Pencitraan?

Selama cuti sembilan hari saya asyik dengan timbangan kue. Dan di akhir cuti, saya terhenyak melihat jarum di timbangan badan melompat 3 strip...yang artinya saya lebih berat 3 kg! Gubrak

Maka dengan semangat menghilangkan predikat "karung beras" dan "ibu gajah" sayapun bertekad bulat tidak makan nasi! Saya hanya akan makan sayur dan buah, juga susu low fat.

Mengais-ngais apa yang tersisa di kulkas, ketemulah saya dengan aneka kacang-kacangan. Edamame, kacang merah dan buncis. Wortel gemuk juga nampak menggoda di sudut kotak sayur.
Dan aksi kukuspun dimulai.
Cukup 3-5 menit, sarapan dan bekal makan siang ke kantor sudah tersedia. Tinggal tambahkan sedikit mayoness buat pengusir rasa hambar.


Jelang tengah hari, melipirlah saya ke pantri. Dengan mengepiskan perut yang mulai tak serata jalan raya, terbukalah kotak makan.
Sudah bisa saya tebak, reaksi teman-teman yang melihat pasti seragam..mereka tercengang sekian detik lalu berkata "Diet Lo?"
Lalu dengan semakin mengencangkan otot perut, saya berkata malu-malu dan mengingkari kata hati :
"Ah..tidak. Ini hanya pencitraan dan latah ikut tren. Habis ini saya juga akan makan nasi padang 3 piring".
Keheranan mereka adalah wajar karena bertahun-tahun mereka melihat saya makan gundukan nasi bak anaconda makan kambing...hap..hap..langsung telan.

Sambil membayangkan badan selangsing Julia Roberts, dibawah tatapan heran teman-teman,  sayapun menghabiskan aneka sayuran dan biji-bijian dengan riang gembira sembari merapal mantra...langsing..langsing....langsing.

Namun sejam kemudian... donat datang menggoda. Maka sayapun meminta maaf pada Niat Diet Ketat.
Masuklah satu donat ke lambung, menimpa  edamame dan kacang merah yang belum tercerna sempurna.

Pulang kantor jam 19.00 WIB...saya baru merasakan lapar level satu. Ah, masih bisa dilalui di tingkat ini.
Sampai rumah, nasi memanggil-manggil dari Magic Com. Namun saya mencoba fokus pada setumpuk rebusan kedelai.
Sambil menonton televisi tanpa tahu akan menonton apa...saya pindah-pindahlah channel seraya mengunyah kedelai.
Hasilnya..perut saya kenyang dan nasi terlupakan.

Semoga saja....saya bisa bertahan dari segala godaan duniawi ini...karena sesungguhnya saya adalah pemakan segala, dengan rasa kenyang sebagai penghambat satu-satunya.
Amin.....

Tuesday 27 October 2015

Setajam Silet

Di depan saya, dekat pintu kereta berdiri dua wanita. Sebut saja Mba Anu. Ia berpakaian aduhai, bertanktop hitam dilapisi baju tipis menerawang mempertontonkan tumpukan lemak membungkus tubuh yang bahenol. Celana ketat menghimpit pula lemak di perut, paha dan betis. Rambut panjangnya tergerai sampai sepinggang dengan bekas proses pelurusan rambut yang hampir usai masa berlaku masa lurusnya
Tak lupa kalung berwarna emas menyolok bergelayut berat di dada yang penuh sesak.
Sedangkan jam tangan warna serupa menghiasi pergelangan tangan.
Penampilan bling bling membungkus kepercayaan diri tinggi dan tebal, seperti hak sepatu sepatu yang ia kenakan.

Sementara satu wanita lagi, sebut saja Mba Ono, berdiri sekitar 10 cm di belakang Mba Anu. Ia berbusana relatif tertutup dengan ketebalan lemak yang tak jauh berbeda dengan Mba Anu.
Mba Ono  terlihat sedang memandangi si baju transparan dengan sebal dan sorot melecehkan.
Bola matanya seakan tak lepas memandang dengan bibir sedikit ditarik ke samping. Sinis setajam silet dan rautan!
Saya tak tertarik untuk mengomentari si baju transparat.  Saya justru tergelitik dengan sikap Mba Ono. Ia bersikap seolah ia telah berbusana tersopan di dunia. Ia bersikap seolah dialah wanita yang paling baik di jagat raya. Padahal jika dia mau bercermin dengan seksama, gaya bajunya juga membentuk pinggul dan dada tak jauh beda dengan si mba berbaju menerawang. Yang membedakan hanya pada sisi transparannya saja.

Jujur.. saya pernah melakukan hal yang sama dengan Mba Ono, yaitu  menghakimi penampilan seseorang. Saya pernah memandang sebal pada orang yang berbusana berbeda dengan selera saya.
Pokoknya saya pernah bersikap seolah sayalah yang berpakaian paling benar.
Padahal apa hak saya untuk bersikap sinis dan menilai buruk? Saya bukan dewan juri peragaan busana, saya bukan pengarah gaya, saya bukan desainer, saya bukan emaknya. Jadi kenapa saya musti pusing menjejali otak saya dengan cemooh?
Haduhhhh..
Saya pikir menegur orang ( yang secara umum dinilai tidak sopan ) bukanlah dengan sikap sinis. Lebih baik koreksi diri sendiri. Jadikan diri kita masing-masing lebih baik.
Syukur-syukur kita bisa jadi inspirasi buat orang lain..tanpa menggurui, tanpa merasa paling benar, tanpa melukai.

Karena hal baik harusnya disampaikan dengan baik, bukan dengan mencela.



Gaya Sendiri, Sendiri Gaya

Saat saya sedang susah payah menggigit Magnum, teman saya terpingkal-pingkal.
Sayapun bengong..apa yang lucu ya?
Dengan lugas, tegas dan jelas..tanpa basa-basi teman saya berkata
" Nggak pantes banget lo makan ice cream itu. Nggak elegan kaya Raisa"

Waduhh...saya juga ikut tertawa. Membayangkan diri sendiri makan Magnum dengan rakus bak buaya. Lalu saya bayangkan juga Mba Raisa yang ayu, anggun dan mempesona.

Sayapun manggut-manggut, sambil mengaku Magnum sudah sukses membentuk image sebagai ice cream berkelas.
Dan saya dengan tampang level low class memang rasanya agak wagu mengkonsumsinya.

Padahal kalau dari soal harga satu Magnum samalah dengan harga 1 kg beras Ramos, masih terjangkau untuk kelas saya. Jadi tidak haruslah cantik, kaya dan gaya untuk menikmatinya kan?

Memang, tampang saya yang ndeso tak bisa dipaksakan untuk tampil keren masa kini. Barang berkelas saat melekat kesaya entah kenapa tak mampu mengangkat derajat saya ke level yang lebih oke.

Semula nafsu hedon saya memang terkadang mencoba memaksa tampil kekinian. Tapi jujur bukan keren yang didapat.  Tapi rasa tak nyaman yang justru hinggap.

Bagi saya...jiwa dan tampang kampung tetaplah kampung. Tak usahlah saya memaksakan diri menjadi orang lain.

Karena menjadi diri sendiri..lebih menyenangkan ..lebih menenangkan.


Cabut Gigi Rp.5000. Mau?

Gusi Ken bengkak dan terganggu dengan gigi taring susu yang hampir tanggal. Mau ke dokter gigi langganan, kok repot rasanya karena harus janjian dan menunggu hingga malam. Terbersit ide ke Puskesmas tak jauh dari rumah. Pernah dengar cerita teman, bahwa layanan puskesmas sekarang keren, maka sayapun ingin mencoba. Sasaran saya Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu di Jalan Raya Kebagusan Jakarta Selatan

Sempat bingung bagaimana memulai, saya akhirnya menemukan alurnya. Pertama, ambil antrian ( pilih umum atau BPJS), lalu naik ke lantai dua menunggu nomor kita dipanggil. Di tahap ini kita harus bersabar karena jika sedang ramai antrian bisa berjam - jam. Saya kebagian rejeki menunggu dua jam.

Setelah nomor kita dipanggil sebutkan tujuan kita hendak ke Poli apa. Lalu saya di beri kartu kunjungan, dan nomor antrian untuk di Poli juga form pendaftaran yang harus diserahkan ke kasir. Bayarnya cukup Rp, 2000-Rp.5000.

Kemudian merapatlah kami ke Poli Gigi (Poli 5). Menunggu sekitar 30 menit, dipanggilah nama Ken. Hanya butuh 3 menit untuk mencabut gigi Ken (tanpa injeksi). Hanya di beri cairan super dingin yang membuat gigi tak terasa sakit saat di cabut (entah lah apa namanya) Dokter pun menuliskan resep dan biaya di kwitansi pembayaran.

Dannnnn.....melototlah mata saya melihat angka yang harus saya bayar.. Rp. 5000!!!!! Apa? Semangkuk bakso saja harganya paling murah Rp. 12.000! Merapatlah saya ke kasir, dan membayar dengan penuh rasa heran.

Antrian belum usai saudara, harus antri obat. Apotik ada di bagian kiri depan puskesmas dengan bangku tunggu terletak di udara terbuka dilindungi atap asbes yang panas. Untuk yang membawa anak- anak...bersabarlah, karena mereka akan mudah rewel kegerahan juga bosan. Nomor antrian kembali harus diambil (racikan dan non racikan). Di sini antrian non racikan lumayan cepat, sedangkan antrian racikan, lamaaa. Saya menunggu 45 menit.

Setelah obat ditangan, kami bingung karena tak menemukan tempat pembayaran obat. Maka dengan polos saya bertanya kepada Apoteker yang di jawab dengan gelengan kepala yang artinya tak perlu lagi bayar.

Lhaaaa...jadi obat gratis! Terbayang uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah yang selama ini kami keluarkan untuk merawat gigi Ken di Klinik Gigi. Maka sambil melangkah pulang, saya masih terbengong- bengong bin heran.

Dengan biaya semurah itu seharusnya semua gigi rakyat Indonesia bisa dirawat dengan baik. Seharusnya tak ada anak-anak sakit gigi.

Yuk,,,rawat gigi ke puskesmas terdekat

Wednesday 14 October 2015

Gizi Super Cream...Super... You !

Diawal tahun 1980an, saya mengenal Gizi Super Cream. 
Gizi selalu ada di meja rias ibu dan tiga kaka perempuan saya. Rupanya, Gizi Super Cream-lah alasan kenapa kulit mereka selalu tampak sehat bersina hingga kini.

Setelah beranjak dewasa, saya tentu mengikuti jejak mereka. Ini lah saat yang saya tunggu-tunggu Karena saya  tak sabar ingin memuliki kulit cantik seperti ke-4 wanita super di sekitar saya.

Tentu saya penasaran, apa sih yang membuat  Gizi Super Cream menjadi begitu hebat? Dan kenapa bisa bertahan dengan begitu lama

Nah..dua minggu lalu saya berkesempatan mencoba Gizi Super Cream dengan tampilan kemasan yang makin keren.
Maka saya intiplah ingridient dari Gizi. 
Pantesannnnn.... bahannya alami, tapi memiliki fungsi hitech, yaitu Nano untuk melembutkan sehingga gampang meresak di kulit.



Dan Gizi sudah teruji  sejak 1972 loh, artinya selama lebih dari  40 tahun loh. 
Mau bukti nyata? Ya lihat saya kulit Ibu dan Kakak saya. Hingga kini 30an tahun kemudian, wajah mereka tak banyak berubah, tetap segar, lembut, lembab dan bersinar.
Dan yang paling penting dari semuanya adalah... Gizi Super Cream itu halal.

Penasaran pingin coba? 

Berdasarkan pengalaman saya, setelah 14 hari mencoba rangkaian perawatan Gizi Super Cream, saya jadi paham kenapa Ibu dan ketiga kaka saya begitu setia pada Gizi. 
Apa saja ya rangkaian cantiknya?
Simak yuk :
1. Daily Natural Lightening Foam (Mild) 50 ml
Busa pembersih muka ini mengandung Vit. B3 dan B5 dan estrak bahan alam, yang mencerahkan kulit dan mengurangi kusam juga flek hitam. Wajah menjadi cerah merona, lembab ternutrisi.
2. Super Cream (Daily Nutrition Cream)
Krim yang berfungsi menutrisi, mencerahkan dan menghaluskan agar kulit sehat, ayu alami.
Mengandung 7 bahan aktif herbal yang berfungsi sebagai Brightening dan UV Protection yaitu :
Rumput Laut
Lidah Buaya
Jeruk Nipis
Pepaya
Beras
Blingo
Kedelai
3. Super Cream (Dayli Nutrition Cream) SPF 18
Juga mengandung 7 bahan aktif herbal plus UV Protection SPF 18.
Cocok untuk kamu yang banyak beraktivitas di luar ruangan.


Wuih...pokoknya setelah saya tahu kandungan Gizi yang terdiri dari 7 bahan super yang alami, maka saya makin mengagumi kemampuan Gizi Super Cream memutihkan wajah, sehingga saya tak ragu sedikitpun memepercayakan perawatan kulit usian 30-an saya pada  Gizi Super Cream

Gizi Super Cream...Super You !