Saturday 31 January 2015

Ciuman Terimakasih


Setiap pagi Kinan meminta  melihat kupu-kupu, laba-laba, semut, burung gereja. Juga merambah halaman tetangga demi menengok ayam, ikan, kura-kura dan merpati.
Karena itu Sabtu kemarin saya berpikir sudah saatnya Kinan dibawa ke Kebun Binatang Ragunan tak jauh di belakang rumah. 
Saya kira meski baru satu tahun usianya, ia sudah bisa memahami hewan satu persatu.

Wah..ternyata benar. Sampai dipintu masuk Kinan sudah melonjak girang mendengar cericit burung.



Dan dikandang pertama yang ia  lihat (kandang Unta) ia memekik senang ...bernafsu masuk ke rumah hewan berpunuk itu. Weleh.

Lalu dikandang kudanil, melihat hewan bebobot berton-ton itu membuka tutup rahang lebar-lebar, Kinan tertawa terbahak.

Dikandang monyet, Kinan malah melambaikan tangan lalu melayangkan cium jauh sambil terkekeh.

Tapi yang paling mengerikan adalah ia meminta masuk kandang buaya..penasaran melihat mulut buaya yang menganga. Hahahha.

Sedangkan di kandang gajah, melihat tubuh gajah yang sebesar rumah, sejenak ia terbengong, lalu memandang saya dengan tatapan penuh tanya...seperti berpikir.."Di bukuku tak sebesar ini Bu?"  Tapi setelah rasa herannya habis, ia bertepuk tangan dan memekik memanggil si hidung panjang.


Hmm...belum pernah saya melihat Kinan sebahagia ini. 
Hampir selama 3 jam berjalan dari berkeliling dari satu kandang ke kandang lain tak hentinya ia tertawa, bertanya ini apa itu apa,  bertepuk tangan juga bernafsu masuk ke setiap kandang.

Dan di jalan menuju pintu pulang, Kinan berkali-kali mencium saya. Mungkin  ingin mengucapkan terimakasih.

Hmmm..tak apa Kin. Kamu masuk Ragunan gratis kok..kan dibawah usia 3 tahun gratis heheheh...

Friday 30 January 2015

Setahun Kinan

Hari ini tepat setahun usia Kinan. Tidak ada kue, lilin, balon dan topi-topi kerucut. Hanya doa sungguh-sungguh dan rasa syukur atas semua berkah yang Tuhan berikan. 

Diusianya kini, belumlah ia tahu perayaan. Sesunguhnya yang ia butuhkan bukanlah pesta, tapi kasih sayang, perhatian juga bergunung cinta yang akan membuatnya tumbuh menjadi pribadi percaya diri.


Bahagia rasanya..12 bulan sejak kelahirannya Kinan sudah bisa menirukan beberapa kata sederhana dan berjalan. Lucunya, ia tak mau memanggil saya Ibu..tapi mama mimi.
Aihhhh

Dan dari semua perkembangan  Kinan, yang paling menakjubkan, adalah kecintaan dia pada buku. Ia bisa berjam-jam asyik membolak balik buku dan bertanya tak henti..ini apa..ini apa?
Untunglah buku-buku Keni tujuh tahun lalu masih saya simpan rapi. Tapi jika sudah bosan, buku pelajaran Kenipun jadi sasaran. Hebatnya..Kinan tidak merobek lembar-lembar kertasnya. Ia akan membuka lembar demi lembar dengan hati-hati dan mengamati setiap gambar yang dilihatnya.
Bahkan sering dini hari ia membangunkan saya, dengan buku sudah ditangan. Sungguh rasanya ada gajah menggelayut di pelupuk mata saya.. tapi ia akan menangis kencang jika saya berhenti membaca. 
Karena itu..di hari lahirnya, saya putuskan memberi kado kecil untuknya...buku baru, berisi cerita menyenangkan, petualangan Pooh dan teman-teman.


Selamat ulang tahun ya Kin...
Ibu, Bapak dan Kakak..mencintaimu lebih dari apapun.

Thursday 29 January 2015

Adzan di Ka'bah



Bu...Keni ingin adzan di Ka'bah"
Nyess....hati saya langsung haru biru. Matapun berair seperti mengupas bawang.
Sambil menunduk menyembunyikan tangis, saya berkata "Amin Ken...insyaalloh terkabul"

Belakangan Keni memang "demam" adzan. Hampir sepanjang hari dia menonton video panggilan sholat di Youtube. Beragam versi..mulai adzan yang bikin merinding hingga adzan lucu yang membuat Ken terpingkal pingkal.
Seharian pula Ken adzan lebih dari 10 kali, yang sesekali membuat tetangga menyangka sudah waktunya sholat (padahal belum).


Soal adzan di Ka'bah saya punya sedikit pengalaman disana. 
Saat itu jelang sholat magrib. Saya sedang berjalan mengelilingi Ka'bah (tawaf) ketika pusaran ribuan manusia tiba-tiba terhenti. Rupanya waktu adzan tiba. Dan mengalunlah suara indah muadzin. Sayapun celingak celinguk mencari si empunya suara. Eng ing eng..ternyata oh ternyata muadzin berada tidak jauh dari saya, hanya berjarak 3 orang saja,  terlihat punggung.
Serentak pula ribuan jamaah duduk. Wah...sayapun terkesima akan posisi saya. Alangkah indahnya jika bisa sholat sedekat ini dengan Ka'bah. 
Tapi khayalan saya terhenti ketika saya dan teman-teman perempuan saya tiba-tiba didatangi pria Arab berwajah tak ramah. Kami diminta pergi ke bagian wanita, jauhhhh dibelakang. Sayapun kembali celingak celinguk. Dan tenyata dibelakang saya ada wanita bercadar yang tetap duduk manis. Sayapun protes..kenapa Mba Cadar Hitam boleh tapi kami tidak?
Si Pria Pengusir menjawab.. "Previlage....previlage"
Malas berdebat kamipun menurut..merelakan posisi emas kami diambil kaum lelaki.
Sambil bergeser ke area wanita, sayapun mikir..lah...ya iya...saya salah. Masa iya saya sholat di depan pria. Setahu saya aturannya, barisan wanita ada di belakang jamaah pria atau harus ada pembatas, tidak bercampur.
Tapi yang saya heran..apa alasan wanita bercadar itu boleh?

Ah..tak apalah. Mudah-mudahan kelak Ken adzan disana. Semoga muadzin tampak punggung itu, nantinya adalah Ken. 

Subhanalloh

Membayangkannya saja membuat saya merinding.


Monday 26 January 2015

Menang Make Over

Jauh sebelum selfie jadi wabah. Saya sudah sering  memfoto diri saya sendiri. Bukan untuk gaya..tapi memang tidak ada yang bisa dimintai tolong memotret 
Saat itu tomsis atau tongsis belum ada. Jadi terpaksa pakai tangsis (tangan narsis). Dan karena jarak hanya sejangkauan lengan, hasilnya memang mengerikan, kadang tampak muka kegedean, hidung kebesaran, atau bibir ndower sebelah, bahkan muka tampak setengah. 

Untuk apa foto itu? Bukan untuk pamer atau mengagumi diri sendiri, tapi murni untuk dokumentasi. 
Jangan sampai saya mati, tidak meninggalkan foto. Paling tidak untuk dicetak di buku Yasinanan suatu saat nanti.

Sumpah...demi Tuhan..demi Tuhan, saya foto selfie bukan untuk narsis. Bukan agar di kagumi dan dipuji. Saya malah tersinggung kalau ada yang memuji saya cantik...karena saya tahu..itu fitnah kejam, itu bohong. 



Soal foto memfoto saya memang jauh dari percaya diri. Konon, umumnya,  jika di depan kamera 70 persen kepercayaan diri seseorang hilang, kalau saya 99,99999 persen kepercayaan diri musnah.
Karena itu sulit menemukan foto saya dimasa kecil. Bahkan saya tidak punya foto ketika bayi. Foto masa kecil satu-satunya ada di rapot SD. Masa akhir SD hingga SMP saya ingat ada beberapa lembar, tapi ketika beberapa bulan lalu saya coba minta tolong kakak saya carikan..ternyata kertas filmnya sudah tidak mampu melawan waktu. 

Di usia SMA  saya juga jarang foto. Paling di rapot dan KTP. Kala itu jika ada kamera saya lebih memilih menjauh. Selain malu, minder, saya juga tidak tahan dengan blitz, karena akan membuat mata saya berkedip dan hasil akhirnya...rupa saya tercetak merem.

Dan sekitar 2 tahun lalu, iseng saya mengisi form kuis di salah satu website majalah wanita ternama F****a. Hadiahnya make over dan mejeng dihalaman kecantikan jadi model amatir. 
Dan entah atas pertimbangan apa (mungkin dipilih yang paling buluk), sayapun menang lantas disodori jadwal pemotretan.
Wuihhhh... saya bengong melebihi sapi ompong. Mimpi apa ya? 
Tapi saya diharuskan mentato alis .Weladalahhhh..ini nasib kok begini amat. Kesalon tidak pernah, sekali kesalon langsung disuruh tato alis.
Seumur umur saya tidak pernah dandan.Lah nanti kalau tiba- tiba alis tipis saya menebal kaya alis Krisdayanti apa tidak aneh. Bisa -bisa orang belum lihat saya tapi sudah lihat alis saya duluan. Opo ya ndak nggegirisi?

Menimbang dengan segala timbangan..akhirnya saya putuskan untuk menolak mentato alis, yang berarti melayanglah kesempatan saya mejeng di majalan terkenal di seantero Indonesia itu. Sebenarnya...agak sayang, karena kata orang kesempatan tidak datang dua kali. 
Yang pasti sampai sekarang alis saya tipis -tipis saja, setipis uang dikantong saya.

Dan soal foto..tak apa..saya sudah punya foto selfie yang kelak bisa dipasang di buku Yasinan.
Sekali lagi bukan untuk narsis, pamer atau riya, tapi untuk kenang-kenangan bagi yang saya tinggalkan.
Karena pada akhirnya...saya akan mati bukan?



Catatan : 
Foto diatas adalah satu-satunya foto selfie yang layak di pertontonkan. Dan yang menang di majalah F. 


Saturday 24 January 2015

Semilyar Janda

Sahabat saya mengatakan sudah bertekad bulat, sebulat-bulatnya untuk bercerai. Tapi alasan dia ajukan gugatan cerai sungguh membuat kepala saya ingin geleng-geleng 1000 kali. Bukan karena selingkuh, bukan karena tak diberi nafkah lahir  batin, bukan karena mandul, bukan karena kekerasan fisik atau verbal, bukan pula karena suaminya penyuka sesama jenis, tapi....karena suaminya tidak lagi romantis. 
Astaga....

Tentu sebagai teman, saya berusaha memberi segunung nasehat, segepok contoh dan sekeranjang kata-kata mutiara ala Mario Teguh.
Nasehat saya antara lain...stop membaca buku romantis, pilihlan buku resep masakan. Stop nonton film romantis, tontonlah Tom And Jerry. Jauhi film Korea, film India, telenovela, dan sinetron. Karena romantisme disana sebagian hanyalah khayalan penulis skenario dan sutradara.

Pada saya, ia membandingkan suaminya dulu dan kini.
Ketika masih pacaran mau mengantar kemana saja, mau menonton di bioskop kapan saja, mau makan diluar kapan saja, mau mengantar belanja kapan saja, ada ucapan selamat tidur, selamat pagi sampai selamat hari jadi dan selamat ulang tahun.
Tapi kini setelah menikah dan memiliki dua anak, ia merasa hidup dengan suaminya bagaikan dengan tetangga. Tegur sapa hanya seperlunya, seperti menanyakan odol dimana, sendal dimana, singlet dimana. Tak ada lagi kata manis, tak ada lagi waktu berdua. 

Penjelasan teman saya tentu membuat saya tersenyum-senyum sendiri. Jika saja masalah rumah tangga di dunia ini hanya serumit masalah teman saya...pasti yang namanya penasehat perkawinan akan tidak tidak laku. Lah wong masalahnya hanya sepele.
Dan jika "tidak romantis" bisa dijadikan alasan kuat untuk bercerai, akan ada milyar janda di dunia ini, akan ada milyaran anak broken home.

Jujur, saya ingin membuang ratusan keping dvd film Korea yang ada di laci mejanya.
Dan, saya berani bertaruh.. dari puluhan pria romantis berwajah molek yang ada di film itu, dalam kehidupan nyata, mereka, tak ada satupun yang romantis.

Karena cinta..bukanlah romantisme semata.

Thursday 22 January 2015

Si Tua Ice Cream



Sambil menikmati semangkuk  ice cream, pikiran saya mengelana ribuan tahun kebelakang, ketika nenek moyang es lembut ini lahir di 200 tahun sebelum Masehi. 

Sejarah diawali dari kegemaran   Alexander Agung (Kaisaran Makedonia, sebuah negara di daerah timur laut Yunani) menikmati salju dengan toping madu dan sari buah. Jagoan lainnya, Penguasa Romawi, Nero Cladius Caesar (Tahun 54-86) juga menyukai es krim salju dicampur aneka buah.



Tahun 1553, di meja makan Raja Inggris Charles I, Cream Ice rutin ada. Sedangkan di negara tetangganya, Prancis, Raja Henry II  juga menikmati ice cream yang kala itu masih disebut  frozen desserts.  





Setelah sekian lama hanya jadi hidangan para raja,  barulah di tahun 1660,  es krim menjadi hidangan  publik yang bisa dinikmati di Cafe Procope, cafe yang pertama berdiri di kota Paris. Bahan dasarnya tentu  bukan salju dari gunung lagi, tapi  campuran susu, cream, tepung dan telur.  

Lalu di masa modern, ketika dunia panas menghadapi Perang Dunia II, ice cream adalah makanan "pendingin"  untuk para prajurit di sela-sela pertempuran. 
Ice cream di percaya membawa rasa nyaman dan bahagia yang sangat berguna bagi para prajurit kala berjuang bertarung nyawa. Ice cream mampu menaikkan moral dan semangat juang para prajurit. Produsen es krim pun saat itu berlomba  memproduksi es krim untuk dikirim ke medan perang di Eropa dan Asia Pasifik.





Sekarang, mirip seperti prajurit di perang dunia, sayapun menggunakan ice cream untuk mendinginkan kepala ketika tekanan pekerjaan dan kesibukan rumah tangga, membuat saya gundah gulana.

Mau?


Sumber foto : wikipedia, vivanews.com, vemale.com, common.wikimedia.org

Wednesday 21 January 2015

Ketika Telepon Tidak Terjawab

Pekerjaan saya memungkinkan menghubungi orang dari mana saja, belahan dunia manapun.
Dan setiap menelepon ke beragam negara, saya sering berharap agar tidak langsung tersambung ke si empunya, tapi  justru mengalami gangguan sinyal, sehingga telepon saya mentok dijawab oleh mas-mas atau mbak-mbak yang mengisi suara mesin penjawab atau mail box.
Dalam bahasa Indonesia biasanya begini bunyinya :
Nomor yang anda tuju tidak dapat dihubungi, cobalah beberapa saat lagi atau tekan 1 untuk meninggalkan pesan

Atau 
Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau diluar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi atau tinggalkan pesan setelah nada berikut..beeep.



Nah..ketika saya menelepon ke beragam negara, suara mesin ini tentu akan menggunakan bahasa-bahasa ibu mereka, dengan susunan kalimat yang kurang lebih artinya sama.
Negara-negara tersebut antara lain  : 
Jerman, Belanda, Perancis, China, Amerika Serikat, Rusia, Australia, Brasil, Argentina, Vietnam, Thailand, Philipina, Malaysia, Arab Saudi, Libanon, Singapura, Palestina, Mesir dan yang lainya saya sudah lupa satu persatu.

Dari semua negara itu, yang paling saya kagumi adalah mailbox dalam bahasa Perancis karena terdengar sangat sexy. Dan yang paling membuat saya tersenyum  adalah bahasa Thailand yang di telinga saya hanya terdengar seperti orang berkata...pang pong, pang pong..

Hiks
Sungguh mengenaskan nasib saya ya...ketika orang sudah keliling dunia dengan suksesnya, saya mendengar suara mesin penjawabnya saja sudah bahagia.
Hahahhaha

Monday 19 January 2015

Seribu Tak Bakal Miskin

Sebagai pengguna transportasi umum Jakarta, saya sering di suguhi "hiburan" mengerikan dari rupa-rupa pengamen jalanan.
Ada yang serius menggunakan alat musik sungguhan, mulai dari perkusi, gitar, suling, hingga biola. Tapi ada juga yang bermodal ala kadarnya seperti botol plastik berisi ratusan butir beras, atau tutup minuman soda yang dipaku ke gagang kayu.

Suara janganlah ditanya...hanya 1 % bersuara bagus, sisanya...siap-siaplah sumpal telinga.
Ada yang lemah mendayu-dayu..ada yang keras menggelegar.

Jika dulu mereka hanya mengamen di bus, kopaja atau metromini, mereka kemudian memperluas wilayah jajahan ke angkutan kota.
Bayangkan, tanpa pengamen pun angkot  sudah penuh sesak..eh ditambah lagi satu penumpang gelap yang menyanyi melolong-lolong. Suara mereka membentur -bentur atap angkot menyiksa semua penumpang.

Merekapun berasal dari segala usia, bayi, anak, remaja, dewasa hingga manula. Jenis kelamin juga..pria, wanita dan waria.
Sebagian menyanyi dengan kesadaran penuh (akan suara jeleknya), sebagian lagi menyanyi dengan setengah teler mabuk lem.
Sebagian sopan mengucapkan terimakasih, sebagian lagi ngeloyor begitu saja seakan uang yang mereka terima uang emaknya.

Saya yakin...tak banyak orang yang mampu mereka hibur.
Saat pagi, yang ada dipikiran penumpang, adalah bagaimana tiba secepat mungkin sehingga terhindar dari omelan boss. Saat sore penumpang sudah begitu lelah sehingga butuh tenang dan tidur. Bukan malah di todong dan diganggu berisik musik tak asik.

Saya pribadi tak butuh dihibur dengan suara sember, lalu ditodong dengan kasar agar memberi mereka sedkit uang seribuan. Jika ada yang memberi uang limaratus atau dalam bentuk koin seratus dua ratus, mereka dengan kasar menertawakan lalu membuang. 

Semboyan mereka.. "Memberi uang seribu tak akan membuat penumpang miskin"
Dalam hati saya mengumpat..."Gundulmu...kami bekerja keras. Berangkat pagi pulang malam juga demi mengumpulkan uang seribu demi seribu, dan kalian seenaknya saja tinggal menyorongkan tangan"

Mereka pun akan dengan lantang berkata" Daripagi, kami belum makan, beri kami uang untuk membeli sepiring nasi, kami lapar Pak...kami lapar Bu " (teriak mereka sambil menghisap sebatang rokok)
Dalam, hati sayapun menjawab : "Gundulmu, saya juga dari pagi belum sarapan, saya juga lapar, tapi saya bukan pemalas"

Lalu mereka ada pula yang mengancam dengan tipuan murahan, mengaku baru keluar dari penjara karena kasus pembunuhan. Dari pada mereka merampok dan menjambret atau mencopet mereka lebih memilih mengamen.
Atau ada juga yang mengaku sudah melamar ke sana kemari namun ditolak.

Tapi dari semua tipuan diatas...yang paling menggemaskan adalah ketika ada pengamen "tunawicara"yang nekad bernyanyi. Mereka bermodal musik tepuk tangan..menyanyi aaauuuaauuu..aaauuuaauu. aaa uuuu..aaa uuu

Begitu tak ada satupun penumpang memberi uang...ia turun dengan mengumpat... "A****g kalian semua...."

Hmmmm...dia langsung bisa bicara..

Ketika sebagian orang memilih  bekerja  masuk gorong-gorong, mengeduk lumpur sampah dan melawan terik matahari gali kabel tutup kabel... mereka memilih mengamen. 

Lebih terhormat manakan?







Friday 16 January 2015

Mau Tas 186 Juta ?

Hari ini saya dapat email penawaran produk tas, kira-kira begini isinya :
Dapatkan The B****n, exclusive hanya Rp.186.500.000
Setelah mata saya melotot melihat angka nol-nya, saya tertawa ngakak, sampai perut saya terasa kaku, dan lemak-lemak di dalamnya melumer.



Meski saya tahu tas yang harganya diatas jauhhhhh dari itu juga banyak...tapi yang saya tertawakan adalah bayangan bagaimana jika si penjual bertemu langsung dengan saya? Bisa dipastikan tas kresek (plastik pun) tidak akan mereka tawarkan. Kenapa? Karena tampang saya tak berduit. Perwujud  saya tidak menunjukan tanda-tanda memiliki tumpukan uang dengan nomor seri berurutan beraroma Bank Indonesia.
Tapi uang yang ada di kantong saya..adalah uang lecek kumal berbau bus kota.

Yah..bagi segelintir orang, harga itu mungkin murah...hanya akan menyita sebagian kecil dari ongkos gengsi mereka. Tapi bagi saya untuk mendapatkannya perlu kerja keras berbulan-bulan.

Selain itu di mata saya...tas dengan model begitu sangat tidak menarik. Tidak bisa buat nyimpen payung, tak bisa buat bawa bekal. Lah kalau sampai basah atau kena minyak...apa ndak nangis guling -guling nangis darah.
Seratus delapan puluh enam juta lima ratus ribu rupiah..ternoda...oh nooooooo.

Pantasnya harga tas segitu isinya kaca mata hitam  gaya seharga jutaan rupiah, lalu cek, tumpukan kartu kredit, juga ratusan lembar uang ratusan ribuan....bukan gorengannnnnnn.

Ya...kalau suami saya masuk dalam 50 besar orang kaya di Indonesia atau setidaknya suami saya ngepet, mungkin bisa saja saya membeli tas seharga ratusan juta...bahkan milyaran. Biarin saja to? Wong duit-duit suami saya sendiri.


Kapan terakhir saya membeli tas ya? Seingat saya 5 tahun lalu, di Body Shop. Tas kain seharga 75 ribu rupiah buatan negaranya Shahrukh Khan. Alasan saya membeli karena dicantumkan.."Seluruh hasil penjualan tas, akan digunakan untuk membantu sekolah anak- anak miskin di India"
Tas itu masih saya gunakan hingga kini..kadang untuk ke kantor, kadang untuk ke tukang sayur membeli oncom juga terasi.

Dan..setiap kali menenteng  tas itu...saya membayangkan anak- anak India berkulit coklat manis, sedang belajar dengan ceria.
Semoga.

Thursday 15 January 2015

Cara Ampuh Mengatasi Radang Tenggorokan Pada Anak


Radang tenggorokan biasanya datang satu paket dengan batuk dan pilek, kompak bagaikan trio kwek kwek. Si Radang membuat 98 % waktu tidur saya hilang karena harus terjaga semalaman melawan demam yang membuat anak-anak rewel.

Apalagi Ken, seperti rutinitas rasanya. Paling tidak 2-3 bulan sekali, radang tenggorokan datang menyambangi.

Tak puas dengan obat dokter (yang sering kali mencekoki anti biotik tanpa terlebih dahulu lakukan test lab), sayapun berniat menyembuhkan anak-anak tanpa obat.

Browsing-browsing, ternyata radang tenggorokan ada dua penyebabnya yaitu bakteri dan virus. Jika bakteri cukup  dilawan dengan memperkuat anti bodi dan tidak memerlukan obat apapun, tapi jika penyebabnya virus, mau tidak mau memang harus menggunakan anti biotik. 
Jadi sebaiknya jangan buru-buru ke dokter, karena ada obat alami yang enak, yaitu pisang, wortel dan sup ayam.




Jadi ketika 5 bulan lalu, Kin dan Ken kompak terkena radang, maka saya gunakan jurus WPSA (Wortel, Pisang dan Sup Ayam). 
Tips saya :
Jika anak menolak makan pisang, bisa dibuat smoothies dan gunakan sedotan dengan bentuk lucu.
Jika ingin pulih lebih cepat, bujuk anak untuk makan wortel rebus tanpa campuran apapun, tapi jika sulit (karena memang rasanya hambar) wortel bisa di perbanyak di berikan di sup ayam. 
Jika anak susah menelan wortel (akan terasa sakit saat menelan) bisa dibuat bubur wortel dengan campuran sedikit tepung organik (Gasol)


Sim salabim...bagaikan sulap...hanya butuh waktu tak  sampai dua hari...Kin dan Ken sembuh.



Saatnya untuk ucapkan selamat tinggal pada obat kimia

Bye...




Juara Pancho


Belum lama ini saya kembali bisa terhubung dengan teman SMA saya di kelas tiga.
Ternyata  alasan ia masih mengingat saya karena saya mahir pancho.

Walahhh..saya sendiri malah sudah lupa..dan berterimakasih sudah diingatkan akan kenangan dunia " perpanchoan" itu.


Kala itu di jam istirahat kita memang kekurangan hiburan. Ngerumpi juga tidak ada bahan. Infotaintmen belum marak sehingga gosip artis belum lazim jadi bahasan di waktu senggang. Apalagi ngerumpi ngomong politik nyumpahin pemerintah, bisa-bisa ditangkap hansip. 


Nah..entah dari siapa idenya,  munculah kompetisi pancho. Awalnya perempuan lawan perempuan, tapi berhubung lawan saya habis, akhirnya munculah tantangan melawan pe-pancho laki-laki.
Hahahha..ternyata kaum adam pemilik testosteron pun bisa saya kalahkan...makin serulah pertandingan.
Teman-teman perempuan tentu menjadi pendukung hebat bagi saya..karena ini menyangkut harga diri dan dominasi. Kemenangan saya atas laki -laki ini tentulah meningkatkan kebanggan kami perempuan yang tidak lah melulu dianggap lemah.





Lalu, bagaimana saja bisa menang?  Apa rahasianya? 
Kala itu saya terobsesi dengan Xena dari serial Xena Warrior Princess yang ditayangkan RCTI. Saya bermimpi memiliki lengan sekuat Mba Lucy Lawless. Jadi sayapun rajin push up. Bonusnya ..saya memiliki lengan kuat. Mungkin karena itulah lawan tidak mudah menjatuhkan saya dibawah  15 detik.

Tapi ah..itu masa lalu. Kini saya adalah pemegang rekor RT/RW sebagai  manusia yang  tak pernah berolahraga. 
Sehingga bisa dipastikan kekuatan saya itu tinggalah kenangan. 
Saya yakin, akan tumbang sebelum 3 detik.

Lagipula..sekarang mana ada ngerumpi diisi dengan adu pancho? 

Mending bergosip kan?


Sumber foto : www.vibe.com

Monday 12 January 2015

Cerita Mie dan Biskuit


Pertengahan tahun 1980-an, mie instant adalah makanan mewah di kampung saya. Hanya orang-orang berada yang mampu membeli dengan mudah.

Kami sekeluarga sangat jarang menyantap mie cantik ini. Jikapun ada, satu bungkus, dimakan beramai-ramai (dengan kuah yang banyak), sehingga bisa menjadi santapan lezat bercampur nasi.


Dimata saya yang masih anak-anak, bungkus mie instant sangat menarik. Maklumlah, saya jarang melihat makanan kemasan. Sehingga jika Ibu memasak mie, kemasannya akan saya simpan dengan hati-hati laksana menyimpan emas batangan.
Bahkan demi mendapatkan bungkus mie lebih banyak, saya rela ke memungutinya di tempat sampah RT sebelah.

Deretan gambar petunjuk memasak di belakang kemasanlah yang saya incar, saya gunting dengan rapi lalu saya simpan dalam kemasan plastik.
Jika sudah terkumpul banyak, sesekali saya membuka "harta karun" saya, menjejerkan dengan runut, dan saya pandangi gambar mie dalam mangkuk, sambil membayangkan aromanya. Hmmmmmm.

Kebiasaan saya memunguti kemasan mie di tempat sampah tetangga, tentu membuat Ibu saya murka. Tapi, diam-diam, saya tetap melakukannya.

Dan tempat sampah yang paling saya sukai, ada di belakang rumah Mbah Carik, orang terkaya di kampung. Di sini tak hanya kemasan mie melimpah tapi juga kemasan biskuit.

Senang sekali melihat kemasan biskuit yang mereka buang, karena wadah plastik didalamnya (bentuknya aneka rupa sesuai bentuk biskuitnya, bulat, segipanjang dan segitiga) sungguh sedap dipandang. Saya tak berani membayangkan kelezatan biskuit-biskuitnya, karena bagi saya kala itu mustahil mencicipi.
Sampah kemasan biskuit saya bawa pulang sebagai wadah indah ketika bermain pasar-pasaran.


Kini...puluhan tahun berlalu. Kemasan mie dan biskuit tak lagi saya kagumi. Mie instant dan biskuitpun tak lagi jadi barang mewah, tapi justru penyelamat jutaan perut orang-orang sederhana.


Sudah makan mie dan biskuit hari ini?




Sumber foto : Wikipedia

Sunday 11 January 2015

Jennifer vs Jeniper

Mendengar  kata Jeniper, ingatan saya langsung tersangkut pada Mba Jennip(f)er Lopez, Mba Jennip(f)er Anniston dan juga tante Jennip(f)er Dunn yang sempat heboh dipanggil KPK.

Eng ing eng... ternyata saya salah..Jeniper yang satu ini bukan artis seksi, tapi sebuah botol ukuran 140 ml yang  berisi jeruk nipis peras...disingkat jeniper. 

Hahahahhaah

Si Jeniper ini saya dapat dari rekan kantor yang baru saja pulang kampung ke Kuningan Jawa Barat.

Intip komposisinya  terdiri Sari Buah Asli, Gula Pasir, Air dan Natrium Benzoat (NB), di produksi oleh  CV Mustika Flamboyant.

Dalam kemasan tercantum pula manfaat jeruk nipis antara lain :
Menangkal Radika Bebas (Anti Oksidant)
Mengurangi kolesterol
Mencegah dan mengobati Sariawan.
Menetralisir nikotin
Melarutkan lemak dalam tubuh
Menghaluskan kulit
Menjaga stamina 
Menyegarkan tubuh

Karena tertulis dingin lebih nikmat, Jeniperpun saya ademkan di kulkas selama beberapa jam.

Apakah Jeniper akan sesegar perasan Jeruk Nipis yang berasal dari pohon di samping kolam kami di kampung?





Tibalah waktu mencicipi...
Hmmmmm....ternyata... segar. 
Jeruk nipisnya....berasaaaaa banget.

Jadi ...tak ada salahnya jika mampir ke Kuningan, pulangnya menenteng Jeniper, untuk menemani, Papais, Peuyeum Ketan, Tahu Lamping, Rarawuan juga Kue Satu

Atau Minum Jeniper  sambil dengerin lagu Mba Jenniper  (eh...Jennifer) Lopez  juga boleh..

Mantap pisan  euy......















Rindu Sampai Mati

Ketika Pak Lik  menangkap seekor burung hantu, saya protes. Bahkan sempat berniat melepaskan diam-diam, tapi selalu gagal.  
Kenapa tidak dibiarkan saja disarangnya yang nyaman? Kenapa harus repot mencarikan umpan?  Toh di alam dia lebih jago mencari makan dibanding kita manusia kan?

Duh...membayangkan wajah burung bermuka seram itu murung, saya tidak bisa tidur.

Atas nama perikehewanan, tak tega melihat Si Hantu  kelaparan, saya terima permintaan Pak Lik untuk mencarikan pakan. Sehingga, sepulang sekolah, berkeliaranlah saya di sawah, menangkap katak kecil  juga belalang dan jangkrik.

Mendapatkan katak lebih mudah di musim tanam, dimana genangan air menjadi tempat katak mungil berpesta pora. Sedangkan mendapatkan belalang lebih gampang disetengah musim jelang panen ketika batang dan daun padi masih menghijau.
Sementara, untuk mendapatkan si jangkrik bisa musim apa saja namun butuh kesabaran lebih,
karena harus menunggu jangkrik mengerik, sehingga sarangnya mudah ditemukan.
Ibu selalu mengingatkan jangan sampai saya salah menggali lubang ular.

Jika umpan sedang melimpah, saya senang- senang saja. Tapi ketika katak dan serangga malang itu sulit di dapat, saya ngomel dalam hati. Kenapa harus saya yang repot ? Kenapa tidak di lepas saja?




Tak sampai enam bulan...Si Hantu mati. 
Saya menangis sedih. Apakah saya salah memberi makan?
Tidak...saya memberinya belalang dan katak seperti hari-hari sebelumnya.

Saya mengira..Si Hantu kesepian...dia rindu terbang menembus malam, rindu berburu belalang, dan amat sangat rindu dengan sarangnya yang nyaman.

Rindu teramat sangat, mengantarnya pada kematian.

Sejak saat itu, saya benci melihat orang yang memeliharan burung dalam sangkar.


Wednesday 7 January 2015

Gagal Ke Jepang


Saat itu kuliah  semester satu, teman mengajak saya mendaftar pertukaran pelajar yang digawangi Dinas Olahraga dan Pemuda DKI Jakarta.
Maklum, anak kampung, saya sempat minder. Paling hanya akan jadi penggembira. Tak mungkin saya mampu bersaing dengan anak kota, dengan segala fasilitas pendidikan mewahnya. Lah wong sekolah dasar saja saya nyeker alias tak bersepatu..kok ya berani mimpi belajar di negeri orang.
Tapi teman terus meyakinkan  untuk tak ada salahnya mencoba.

Setengah hati dan minus percaya diri, saya memilih Jepang sebagai tujuan. 

Hari pertama test diikuti 300 peserta, berlokasi di Gedung Pramuka, Menteng Jakarta Pusat. Aih...saya nyusruk di pojokan. Ngeri melihat penampilan anak-anak kota yang terlihat cerdas tangkas dan trengginas.

Sebelum soal diedarkan, ada sesi tanya jawab. Hati saya makin menciut manakala seluruh peserta yang bertanya menggunakan Bahasa Inggris yang amboiii....indahnya di telinga. Bagaimana saya menandingi mereka?
Tapi berhubung apa yang mereka tanyakan tak mewakili penasaran saya, maka saya beranikan diri bertanya. "Tes manakah yang paling menentukan lolos? Apakah tes tertulis, sesi wawancara atau sesi pentas seni?"
Hmmmm....semua mata memandang saya heran, seakan berkata...."Eh..ada tampang kampung, ngomong pakai bahasa Indonesia pula "
Setelah mendapat jawaban, saya mengkerut lagi di pojokan.

Eng ing eng
Soal ujian pun di bagikan..silang, silang, silang...hanya pengetahuan umum dan Bahasa Inggris.
Dengan tanpa beban saya menjawab, karena 100 % sudah yakin gagal.


Setelah ujian, saya dan dua sahabat saya, menunggu pengumuman  tahap pertama dengan perut kelaparan. Maklum..uang di kantong tak cukup untuk jajan di kawasan Menteng hahahha.

Jam 17.00 WIB, pengumuman di tempel. Hanya ada 15 nomor peserta. Amboiiii..rasanya badan seperti melayang terbang ke atas pohon Angsana..ada nomor saya disana !

Dibawahnya ada  tulisan, yang berisi keterangan bahwan tes berikutnya esok yaitu wawancara dan lusa untuk tes seni. Wawancara  wajib  menggunakan baju putih.

Weladalah....baju putih yang saya pakai hari ini sudah berwarna coklat terpapar debu dari metromini yang melintas. Bagaimana besok?

Di jalan pulang, bukannya senang..(sambil berdesakan diangkot) saya malah bingung. Baju putih siapa yang bisa saya pinjam?  Seni macam apa yang saya tampilkan nanti?

Saya mulai melihat diri dengan seksama. 
Kemampuan seni apa yang bisa saya pamerkan? Tak satupun alat musik yang bisa saya mainkan. Pengalaman bermusik selama ini hanya sekedar menabuh kentongan di malam takbiran. 

Menyanyi? Suara saya saat menyanyi sungguh mengerikan untuk di dengar, bahkan oleh telinga saya sendiri.

Menari? Ya..harusnya saya bisa menari.Tapi terakhir kali saya menari adalah di malam seni perkemahan pramuka ketika SD kelas 4. Itupun bukan tarian tradisional tapi Tarian Kreasi diiringi lagu Getuk Asale Soko Telo (meski tarian saya kala itu dapat piala juara satu, tapi tarian itu tak layak ditampilkan di dunia internasional).

Melukis? Saya hanya bisa melukis gambar pemandangan dengan dua gunung bersisihan dilengkapi jalan plus  sawah di bawahnya. Ini adalah gambar standar anak SD yang baru belajar melukis.

Saya sungguh gundah gulana. Bagaimana saya bisa melewati besok? Malah akan lebih melegakan kalau tidak lolos 15 besar, bisa tidur nyenyak sambil mimpi jalan-jalan ke Jepang.




Sampai kost, saya segera mencuci baju yang baru dipakai. Berharap angin kencang berbaik hari mengeringkan sehingga subuh bisa disetrika. Hanya itu pilihan saya.

Selesai mencuci, munculah  pemikiran bahwa satu-satu yang saya bisa adalah membuat puisi. 
Saya memutuskan akan tampil membaca puisi. Tak ada pilihan lain, walau saya tahu, puisi saya pun tak akan layak diperdengar di dunia internasional.


Hari kedua test pun tiba...wawancara berlangsung dua kali dalam bahasa Inggris, yaitu dengan senior eks pertukaran pelajar, lalu dengan salah satu pegawai pemda. Pertanyaannya sederhana, apa tujuan saya ikut pertukaran pelajar. Saya jawablah dengan cas cis cus..menggunakan Bahasa Inggris yang saya pelajari dari film-film box office di RCTI. Pewawancara kedua juga mengajukan pertanyaannya simpel.."Apa yang akan saya perkenalkan ke dunia luar tentang Indonesia? Bla..bla bla..cas cis cus..ngecaplah saya. ....berbusa-busa..

Wawancaranya sih tidak mengerikan..yang mengerikan adalah ketika menunggu giliran. Saya bagaikan itik buruk rupa ngedeprok di depan angsa-angsa.


Tes hari ketiga. Pentas Seni
Sungguh menakutkan. Semua datang dengan kostum lengkap. Diantar oleh keluarga mereka dengan gegap gempita. Ada yang malah dari rumah sudah mengenakan kostum Srikandi lengkap dengan anak panah dan busurnya. Astaga....aduh biyung.....tolong anakmu.

Dengan hanya diantar sahabat saya, kami mojok, memperhatikan peserta lain, tengak tengok seperti kucing kehilangan induk. Saya ingin pulang saja, saya pasti kalah.
Tapi teman saya dengan santai berkata "Jangan terintimidasi. Coba perhatikan....dihari pertama kita test, yang berpenampilan meyakinkan, ngomong  Inggris bak Margaret Tacher, mereka tertendang di babak pertama. Kamu lebih baik dari mereka, karena kamu lolos ke babak ini. Tenang saja"

Jujur kalimat sahabat saya sama sekali tidak menghibur dan tidak menenangkan

Di belakang panggung, saya melihat sebagian peserta sedang berlatih. Salah satunya berkata.."Ini tahun ke tiga saya lolos kebabak final. Dan selalu  gagal di babak seni. Saya sampai kursus menari. Saya tidak mau gagal lagi " 
Oh...saya kagum..betapa hebatnya dia. Diam-diam saya berdoa semoga dia berhasil. 
Saya pandangi naskah puisi gubahan saya, dalam bahasa Inggris yang entah betul atau tidak grammar-nya. Rasanya saya ingin menangis dan lari saja.




Ketika giliran saya tampil. Juri terlihat sebal. Mungkin karena saya tampil 2 nomor jelang akhir, mereka sudah lelah, yang mereka harapkan adalah penampilan memukau..tapi..yaelahhhhh..yang muncul malah saya dengan  wujud berantakan. Baca puisi pula. Tatapan mereka ke saya ..sungguh tatapan melecehkan.

Dengan hati terluka sayapun turun panggung.
Sepanjang jalan pulang saya mengutuki diri sendiri...
Beginilah nasib orang yang tidak punya jiwa seni....

Hasilnya bisa ditebak...saya gagal lolos ke Jepang.



Foto :