Saturday 20 August 2022

Bisa Seperti Sarimin

Orang tertawa ketika tahu saya tidak bisa naik sepeda. Menurut mereka, saya  aneh. Orang kok tidak bisa naik sepeda! Monyet aja bisa. 


Iya juga ya? 



Pertanyaan selanjutnya, kenapa tidak bisa naik sepeda?

Ya karena tidak pernah berlatih sepeda. Kenapa?

Orang tua kami sempat membeli sepeda BMX, saat itu sepeda BMX sedang sangat hits ( sekitar tahun 1980an). Masih ingat persis, saya masih TK, dan kakak-kakak saya belajar naik sepeda  di halaman sekolah kami sore hari. Sepeda warna biru muda  itu terlalu besar untuk saya. Jadi saya hanya menonton saja.

Tapi, tak lama sepeda itu jadi milik kami. Sepeda kemudian Bapak jual untuk biaya sekolah kakak.

Setelah itu hingga kami melewati masa remaja, sepeda tak lagi bisa terbeli. 


Saat menikah dan punya anak, Alhamdulilah saya bisa membeli sepeda roda tiga untuk anak saya. Lalu setelah anak  menjelang SD, kami mendapat hadiah sepeda hasil ikut lomba testimoni di Facebook Time Zone. Dari sepeda inilah anak saya bisa belajar sepeda roda dua. Dan saat SD, kembali kami menang undian sepeda dari Indomilk. Alhamdulilah....kami dilimpahi Alloh rezeki sepeda, dan anak juga bisa naik sepeda, tidak seperti emaknya. 


Tapi baru di usia saya 42 tahun, saya bertekad mampu bersepeda. Kebetulan saya mendapat undian hadiah sepeda dari Oreo, sepeda lipat warna merah. Sepeda pun saya tuntun ke taman tidak jauh dari rumah. Taman ini kebetulan sepi dan ada jalur yang bisa buat bersepeda.


Jatuh bangun, hingga memar kaki dan paha saya jalani. Saya bertekad tidak akan berhenti selama belum bisa. Banyak pengunjung taman yang menyemangati, meski ada pula yang menertawai.  

Hasilnya..dalam dua hari saya bisa!


Alhamdulilah..saya sudah tidak kalah dari monyet lagi. 

Saya sama dengan Sarimin*....bisa bersepeda!



*Sarimin adalah nama populer monyet yang mampu bsersepeda di pertunjukan jalanan Topeng Monyet.


Friday 15 April 2022

Polisi Tidur Dan Naik Banteng

Sering kali di jalanan kita melihat ibu, bapak dan satu atau dua anaknya berboncengan sepeda motor. Buat kamu yang seumur hidup belum pernah membonceng motor seperti itu, pasti  tak tahu rasanya. Jadi saya ceritakan ya. Saya akan cerita dari sisi Si Ibunya.


Saat saya membonceng sepeda motor dengan posisi anak di tengah, kaki saya akan menjadi pijakan kaki anak. Rasanya akan kebas atau kesemutan. Lalu saya hanya akan mendapat sisa bagian jok sesenti dua senti, lalu mentok ujung jok motor saja, yaitu bagian yang keras terbuat dari besi berbalut plastik/karet. Saya juga harus menahan berat badan saya sendiri plus sang anak yang nyender dengan santai. Ini memerlukan tulang pinggang yang kuat ya. 


Saat motor melewati polisi tidur saya harus menahan agar tulang ekor tidak membentur ujung jok motor yang keras. Selamatkan tulang ekor...selamatkan tulang ekor!.

 

Apalagi jika  melewati gang dengan polisi tidur setiap dua meter. Wow....perjuangan akan menjadi lebih keras. Plus, jika yang memboncengkan sedang kesal dengan saya, ia akan dengan kasar melintasi polisi tidur, lalu yang saya rasakan bukanlah seperti sedang naik motor, tapi seperti matador yang sedang naik di punggung banteng!


Turun dari motor....tulang pinggang berasa habis kayang seribu jam!


Dan saat saya mendapat komentar.... kamu mah enak duduk membonceng aja, nyetir lebih susah ! Oh...gitu ya? Intinya..semua punya beban masing-masing ya, baiknya jangan saling meremehkan dan jangan saling merasa paling....