Sunday 22 May 2016

Wisuda Tanpa Foto

Karena teman memasang profil BBM gadis cantik diwisuda, saya jadi teringat masa saya menutup masa kuliah dengan wisuda yang memprihatinkan.

Kala itu saya tak punya uang untuk dandan menor ke salon. Teman kost, dengan baik hati dan suka rela mendandani saya ala kadarnya. Yang penting bedak dan lipstik. Oles..tempel tepak tepuk..maka jadilah.

Karena konde juga tak mampu saya sewa, maka rambut saya nan pendek dan tipis hanya diikat kebelakang lalu di tekuk, macam pantat ayam baru bertelor.

Bagaimana dengan baju?
Kebaya dan kain saya pinjam dari teman asal Palembang. Agak kedodoran, tapi saya anggap itu bagian dari resiko meminjam.
Sepatu..? Juga pinjam ke teman kost yang lain.
Dengan hak tinggi, terasa gempa setiap kali melangkah.

Setelah siap, maka bermodal kamera tua ( kala itu kamera masih menggunakan roll film) kami foto-foto lah dengan pose-pose centil-centil mengenaskan. Berusaha mendongkrak percaya diri meski berasa rendah diri setengah mati.

Bagaimana cara menuju tempat wisuda di kampus kami tercinta?
Saya nebeng teman yang menyewa angkot. Seperti rombongan emak-emak mau kondangan.
Untunglah wisuda hanya di gedung kampus..bukan di convention hall nan jauh dan megah. Karena jika di JHCC atau Balai Sudirman misalnya...wassalam.

Eng ing eng. Begitu tiba di gerbang kampus, saya berjalan tertatih-tatih.Rasanya seperti mau terjerembab.

Alamak banyak sekali tukang foto.
Dan tak satupun dari mereka yang sudi memotret saya. Padahal teman-teman saya langsung jadi incaran blitz kamera.
Mungkin tukang foto tak yakin saya punya uang untuk membeli hasil jepretan mereka. Atau dandanan saya tidak ada setelan mau wisuda dan dikira hanya salah satu anggota keluarga yang mengantar.

Bapak Ibu dan saudara-saudara (yang kebetulan datang dari kampung ) ternyata sudah pula menunggu. Dari tatapan ...terlihat mereka begitu nelangsa dengan tampilan saya.
Sayapun tersenyum malu-malu prihatin.

Tapi dalam hati saya bangga, setidaknya saya tidak menyia-nyiakan hasil keringat kedua orang tua dan bantuan saudara-saudara. Saya bisa selesai kuliah setahun lebih cepat. Alasan utamanya bukan karena saya pintar..tapi saya memaksakan diri agar orang tua saya tak lama-lama pusing dengan urusan biaya.

Maka...dengan dandanan ala kadarnya ini saya melalui prosesi wisuda yang hikmat dan terasa mengharukan. Terbayang kertas-kertas ujian saya yang buram. Terbanyang perjuangan membuat skripsi yang dramatis. Semua berputar di kepala saya dengan gegap gempita.

Lalu....karena dana wisuda yang murah tidak menyediakan makan siang, maka begitu wisuda dan proses foto resmi wisuda selesai, kami berombongan menuju rumah saudara di Depok. Kami makan Indomie rebus ramai-ramai.
Nikmatnya ....



Beberapa minggu kemudian, saya datang lagi ke kampus dengan niatan mengambil hasil foto.
Tapi...malang nian nasib ini. Ternyata hasil fotonya tidak ada.
Ya Tuhan... sedihnya.
Bukan soal tak melihat hasil fotonya, tapi uang yang sudah saya bayarkan untuk foto itu adalah hasil kerja keras Bapak menjual bibit ikan ke pasar.

Rasanya sungguh tak rela.

Dan pihak penyelenggara hanya bisa bilang maaf...Foto tak jadi..uang tak kembali.


Demikian cerita wisuda saya.Mungkin tak bisa jadi inspirasi...tapi tak usah pula ditangisi.

Betul kata teman saya : Hidup lo berat

Hahahaha...