Saturday 29 August 2020

Kereta "Hantu"


Sebagai pengguna KRL setiap hari, cerita adanya kereta hantu sudah sering saya dengar. Apalagi saya dulu sering naik kereta terakhir. Terlepas dari benar atau hanya kabar kabur, tapi saya pikir tak ada  salahnya waspada. Seorang teman memberi tahu,ciri-ciri kereta hantu adalah selama perjalanan, terasa hening. Tak ada penumpang yang berbicara, semua wajah penumpang juga akan kaku dan dingin atau bahkan terlihat ngantuk dan tertidur .

Baiklah... maka saat naik kereta malam saya selalu waspada. Begitu kereta terlihat hening, saya akan lebih banyak berdoa. Selama masih terdengar suara masinis atau suara penumpang berbincang saya lega. Tapi memang kereta malam itu tak terlalu jauh dengan ciri-ciri kereta hantu, pasti banyak orang yang mengantuk, wong hampir tengah malam tentu orang sudah lelah bekerja.



Eit, itu dulu. Sebelum ada Corona. Sekarang setelah Corona, siang dan malam sama saja ..KRL mirip kereta hantu. Penumpang dilarang berbincang baik berbicara langsung maupun melalui telepon. Wajahnya pun tentu kaku, karena tertutup masker. KRL menjadi hening, hanya ada suara iklan dan masinis yang tak bosan mengingatkan agar kami tidak berbicara dan jaga jarak. 


Tiba-tiba saya rindu kereta yang dulu,yang penuh gelak tawa, canda ria, saling ejek,bahkan saling memaki karena kaki terinjak,terdorong dan terjepit. Bahkan juga terkadang ada "adegan" saling pukul dalam perkelahian yang sengit.


Rasanya,  dulu, KRL begitu banyak warna, begitu banyak cerita.


Jadi apa bedanya ya KRL masa Corona dan KRL Hantu?

Pengalaman Pertama Makan Burger

Saat itu saya kelas 4 SD, sekitar tahun 1988, saya untuk pertama kalinya datang ke Jakarta. Rasanya, bingung. Terasa Jakarta begitu wah dan asing. 

Malam hari, saya diajak Bu Lik (tante) ke sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Sebagai anak yang pengalaman tertinggi hanya ikut Bapak ke pasar ikan, saya sungguh canggung. Bingung bagaimana harus bersikap, bingung saat naik eskalator. Rasanya pas turun eskalator badan seperti terdorong mau nyusruk. 

Lebih bingung lagi saat ke Food Court. Bu Lik dan Pak Lik mengajak saya ke sebuah gerai makanan cepat saji. Begitu disodori menu makanan, dan diminta memilih, kepala saya langsung pening. Nama-nama makanan yang terasa asing. Sebagai anak yang pengalaman makan tertinggi adalah bubur ganyong dan rebusan angkrik, nama burger dan kentang goreng tentu tak terbayang rasanya. Harganya pun membuat saya merinding, karena uang seharga satu porsi  burger pun belum pernah saya miliki.

Akhirnya saya memilih menu yang sama dengan Bu Lik dan Pak Lik. Mungkin karena Bu Lik memahami keterasingan saya, diputuskan kami memesan untuk dibawa pulang.

Sesampainya di rumah, burger dan aroma kentang goreng menggoda perut saya yang lapar.

Tapi begitu Burger dibuka, saya bingung, ini bagaimana makannya? Apakah perlu sendok dan garpu, apakah rotinya yang berada di lapisan paling atas harus dimakan dahulu,baru kemudian daging dan sayurnya? Apakah perlu di potong kecil-kecil dengan pisau?

Melihat wajah saya yang bingung, Pak Lik saya lalu memberi saya contoh : Begini Gi,pegang dengan kedua tangan  lalu gigit. 

Ohhhhhh..begitu. Lalu saya pun mencoba burger untuk pertama kalinya. Rasanya aneh. Sayuran mentah,daging dan roti yang digigit bersamaan, waduhhhhhh, kalau boleh saya ingin menukar saja dengan tumis kangkung,ikan asin dan sambel terasi dengan nasi hangat. 

Hahahahah