Dari lahir hingga remaja SMA, ribuan malam saya lewatkan dengan pelita. Bapak saya membuatnya dari bekas botol balsem
kerik. Hanya sesekali kami menyalakan petromak. Biasanya ketika mendapat giliran pengajian
mingguan atau arisan, atau ada tamu istimewa.
Dengan pelita, malam di rumah kami temaram. Suasana inilah yang membuat saya cepat ngantuk. Jam 19.00 WIB sudah terlelap.
Tapi saat ujian datang. Saya akan "begadang" hingga jam 20.00 WIB.
Paginya lubang hidung saya akan penuh jelaga. Apesnya, sering saya baru sadari itu di sekolah.
Ketika saya membersih hidung, meledaklah tawa teman-teman.
Soal Petromak, Bapak memiliki dua, dirawat dengan baik sehingga selalu mengkilat. Kadang petromak itu dipinjam tetangga yang hajatan. Begitu dikembalikan sering kaos lampunya pecah, dan itu berarti kabar gembira bagi saya, karena artinya saja akan diajak Bapak ke kampung sebelah untuk membeli gantinya.
Dibonceng di sepeda..amboii asyiknya.
Selain itu, saat memompa petromak adalah saat yang paling menyenangkan.
Saya bisa berkaca di "perut" petromak yang bulat (berisi minyak tanah). Lewat "perut" petromak ini, wajah saya akan terlihat lucu. Saat bergerak mendekat dan menjauh, permukaannya yang cembung membuat kepala, hidung juga mulut saya melebar dan memanjang. Lucu sekaligus menyeramkan. Sambil tertawa-tawa melihat bayangan sendiri sesekali saya di tegur Bapak untuk jangan terlalu dekat karena akan terkena hawa panas.
Kembali ke soal pelita, saya sangat suka melihat pelita buatan Bapak. Begitu balsem habis, botol bekasnya akan segera berubah menerangi rumah. Sayalah yang bertugas mencuci botol hingga bersih dan menuangkan sedikit minyak tanah ke dalamnya. Selain itu Bapak membuat pula pelita gantung yang ditempatkan di luar rumah, sehingga rumah kami aman dari serangan nyamuk dan binatang buas.
Dan.. setelah listrik datang, pelita-pelita mungil itu masih Ibu simpan baik-baik hingga kini. Untuk berjaga-jaga jika listrik mati sekaligus sebagai kenang-kenangan.
Dengan pelita, malam di rumah kami temaram. Suasana inilah yang membuat saya cepat ngantuk. Jam 19.00 WIB sudah terlelap.
Tapi saat ujian datang. Saya akan "begadang" hingga jam 20.00 WIB.
Paginya lubang hidung saya akan penuh jelaga. Apesnya, sering saya baru sadari itu di sekolah.
Ketika saya membersih hidung, meledaklah tawa teman-teman.
Soal Petromak, Bapak memiliki dua, dirawat dengan baik sehingga selalu mengkilat. Kadang petromak itu dipinjam tetangga yang hajatan. Begitu dikembalikan sering kaos lampunya pecah, dan itu berarti kabar gembira bagi saya, karena artinya saja akan diajak Bapak ke kampung sebelah untuk membeli gantinya.
Dibonceng di sepeda..amboii asyiknya.
Selain itu, saat memompa petromak adalah saat yang paling menyenangkan.
Saya bisa berkaca di "perut" petromak yang bulat (berisi minyak tanah). Lewat "perut" petromak ini, wajah saya akan terlihat lucu. Saat bergerak mendekat dan menjauh, permukaannya yang cembung membuat kepala, hidung juga mulut saya melebar dan memanjang. Lucu sekaligus menyeramkan. Sambil tertawa-tawa melihat bayangan sendiri sesekali saya di tegur Bapak untuk jangan terlalu dekat karena akan terkena hawa panas.
Kembali ke soal pelita, saya sangat suka melihat pelita buatan Bapak. Begitu balsem habis, botol bekasnya akan segera berubah menerangi rumah. Sayalah yang bertugas mencuci botol hingga bersih dan menuangkan sedikit minyak tanah ke dalamnya. Selain itu Bapak membuat pula pelita gantung yang ditempatkan di luar rumah, sehingga rumah kami aman dari serangan nyamuk dan binatang buas.
Dan.. setelah listrik datang, pelita-pelita mungil itu masih Ibu simpan baik-baik hingga kini. Untuk berjaga-jaga jika listrik mati sekaligus sebagai kenang-kenangan.
No comments:
Post a Comment