Friday, 13 June 2014

Balada Ikan

Bapak saya PNS merangkap petani bibit ikan. 
Dimasa kecil saya, untuk menjual ikan, Bapak harus berjuang laksana perang. 
Betapa tidak ? 
Bapak harus memikul rombong (semacam keranjang anyaman bambu yang dilapisi ter sehingga kedap air) ke pasar sejauh 10 km. Pasarnya ada di dua desa tetangga, Gumiwang dan Lengkong atau di kecamatan sebelah (Purwonegoro).

Nah, untuk mencapai pasar ini Bapak harus naik bukit turun bukit sambil memikul rombong yang bagi saya sama berat dengan gajah lagi duduk.

Kadang saya ikut ke pasar dan sering  berkhayal (jika nanti ikan laku saya mau minta jajan ini itu) .

Dalam kepala, saya membuat daftar yang ingin saya beli, yaitu :

Pecel sayur
Mi Kremes
Jipang
Ondol (terbuat dari singkong  yang dibentuk bulat kecil lalu ditusuk seperti sate)
Berondong Jagung
Dawet Ayu
Es Gosrok

Tapi kadang, ketika ikan yang kami jual tak laku (biasanya ditawar terlalu rendah) sambil terusuk-suruk pulang, saya hapus daftar belanjaan saya.


Sedih.....bukan karena batal jajan, tapi karena melihat Bapak yang harus begitu keras berusaha namun tidak ada hasilnya.


Sambil melawan terik matahari, dibalik punggung Bapak yang basah oleh keringat, diam-diam saya menangis. 

Ketika Bapak menengok dan bertanya kenapa, saya jawab :
"Kelilipan ..."


Hahahha

Saya suka sekali melihat Bapak menghitung ikan. Ada cara khas untuk menghitung bibit. Lima ikan di hitung satu. Jadi kalau dua, artinya sepuluh ekor ikan, tiga artinya 15, begitu seterusnya sesuai kelipatan lima. Saat menghitung akan seperti bernyanyi. Suaranya merdu. Saya membayangkan jika Bapak saya menyanyi mungkin suaranya tak kalah sama Bob Tutup Oli, namun sayang, sampai Bapak meninggal saya belum pernah sekalipun  mendengar Bapak menyanyi.

Tapi menurut saya bagian paling menyenangkan adalah saat membersihkan kolam, karena itu waktunya bermain lumpur. Saya naik ke pendorong lumpur, lalu Bapak akan mendorong kebagian pembuangan..wah..rasanya seperti bermain sky.
Setelah selesai mandi lumpur biasanya kuku kaki dan tangan saya akan coklat kehitaman berhari-hari.

Puluhan tahun berlalu..sekarang ketika Bapak sudah berpulang, bayangan kerja keras beliau selalu memberi saya semangat ketika "jatuh". 

Kerja keras Bapak, demi kami anak-anaknya bagaikan nyala api yang selalu menerangi langkah saya...kemanapun

Terimakasih Bapak...
Doa kami selalu menyertaimu

#MenjagaApi


No comments:

Post a Comment