Di pinggir hutan, dikampung saya yang sunyi, langit malam sangat mempesona. Seperti di Planetarium, penuh dengan bintang, plus satu bulan benderang.
Tapi...begitu saya pindah ke Jakarta, langitnya tak saya minati.
Jarang ada bintang muncul cemerlang. Bulanpun pucat buram, tersembunyi di balik asap knalpot kendaraan ibu kota yang hampir 24 jam tanpa jeda.
Jarang ada bintang muncul cemerlang. Bulanpun pucat buram, tersembunyi di balik asap knalpot kendaraan ibu kota yang hampir 24 jam tanpa jeda.
Dan...subuh kemarin, dengan tujuan mendapat udara segar,..saya Keni dan Kinan..keluar rumah.. Wow...ternyata ada sisa purnama.
Bulan yang pucat muncul disela-sela pohon. Keni meminta saya untuk mengabadikan dengan kamera saku. Hasilnya ya..seperti foto diatas. Maklum... menggunakan kamera saku sederhana. Itupun harus sabar menunggu awan yang sebentar-sebentar menumpang lewa.
Bulan yang pucat muncul disela-sela pohon. Keni meminta saya untuk mengabadikan dengan kamera saku. Hasilnya ya..seperti foto diatas. Maklum... menggunakan kamera saku sederhana. Itupun harus sabar menunggu awan yang sebentar-sebentar menumpang lewa.
Ah..melihat bulan buluk saja Si Ken suka....apalagi jika melihat bulan cerah lengkap dengan gemintangnya.
No comments:
Post a Comment