Sunday 24 August 2014

Di Buru Waktu


Petang, kami sampai di Jam Gadang, jam  kebanggaan warga Minang.
Dipayungi langit biru yang perlahan memerah dibakar matahari senja, Jam Gadang tegak berdiri mempesona.
Lebih dari 30 menit saya duduk di pelatarannya. Memandangi jarum raksasa yang bergerak ritmis, membuat saya seperti terhipnotis.

Jam raksasa yang terbuat dari kapur, putih telur, dan pasir putih ini selesai di bangun tahun 1926 sebagai hadiah Ratu Belanda kepada Rook Maker, sekretaris atau controleur Fort de Kock (sekarang Kota Bukittinggi) pada masa Hindia-Belanda. Arsitektur adalah orang Indonesia,  Yazid Rajo Mangkuto,

Menara dengan jam di keempat sisinya ini telah mengalami tiga kali perubahan bentuk atap. Awalnya atap pada Jam Gadang berbentuk bulat dengan patung ayam jantan menghadap ke arah timur di atasnya. Lalu pada masa penjajahan Jepang diubah menjadi bentuk pagoda. Dan  setelah Indonesia merdeka, diubah menjadi bentuk gonjong (atap pada rumah adat Minangkabau, Rumah Gadang).

Setelah puas memandang dan membayangkan bagaimana jam gadang ini melewati dua era penjajahan, sayapun bergeser ke sejumlah toko cinderamata dan oleh-oleh khas Minang. Sejumlah teman berburu gantungan kunci untuk oleh-oleh, sementara saya mencari kaos seukuran Si Ken.

Setelah oleh-oleh ditangan, sembari melambai ke Jam Gadang, saya merasa waktu mengejar saya untuk segera pergi ke tempat lain..karena saya merasa begitu luasnya dunia..dan saya belum melihat apa-apa.

No comments:

Post a Comment