Saturday 2 August 2014

Kau Tak Akan Terganti

Ketika SD, saya punya pohon jambu biji kesayangan. Letaknya persis di samping kolam ikan. Tak terlalu tinggi, sehingga  tak sulit memanjatnya. Dipohon inilah saya menghabiskan sebagian masa kecil.

Pohon Jambu biji sebenarnya tidak mudah dipanjat karena kulit batangnya licin mengkilap. Tapi yang saya suka dari pohon ini, begitu kuat, liat dan lentur, sehingga batangnya aman diduduki ataupun dipakai bergelantung.


Sepulang sekolah saya membawa sejumlah buku pinjaman dari perpustakaan dan asyik membaca hingga sore. Jika lapar dan sedang beruntung, saya bisa menemukan jambu berdaging putih yang matang dan terasa manis. Tinggal meraih jambunya sejangkauan tangan, berasa saya bertualang seperti Tarzan.


Bagi saya, pohon ini rumah kedua saya. Berada di pohon ini, dengan buku dan semilir angin adalah paduan sempurna untuk saya tenggelam dalam bacaan.

Dibawah pohon jambu ada tanaman ubi jalar yang juga bisa jadi camilan siang. Bosan dengan jambu, bisa beralih ke ubi jalar yang manis dan segar.


Hingga kemudian tibalah hari menyedihkan itu. Sepulang sekolah saya dapati si pohon jambu  sudah tak lagi berdiri. Pohon itu hanya tersisa 5 centi.

Sambil memeluk buku-buku, saya menangis sesenggukan.
Sedih dan marah.
Kakek saya menebang pohon itu. Saking kecewanya, saya tak menegur kakek saya berhari-hari.


Saya berpikir, mungkin pohon jambu akan tumbuh lagi, tapi butuh waktu yang lama, dan tak ada jaminan akan tumbuh dengan dahan nyaman untuk duduk bersandar.


Bertahun tahun sejak hari itu, saya kehilangan selera untuk mencari pohon baru. Bagi saya..pohon jambu kesayangan saya telah mati, dan tak akan terganti.

No comments:

Post a Comment